Malam belum benar-benar pergi ketika Andini terbangun. Udara dingin masih berembus pelan lewat celah tirai yang setengah terbuka. Di luar, langit memudar dari hitam ke abu, seperti lukisan yang pelan-pelan kehilangan rahasianya. Dia menoleh. Ferdi masih terlelap. Tubuhnya hangat, napasnya tenang. Tangannya menggenggam jari Andini seolah sejak semalam ia berjanji—tanpa suara—bahwa apa pun yang terjadi di dunia luar, genggaman itu tak akan lepas. Andini memandang wajahnya. Ferdi Martenez. Lelaki yang pernah jadi raja, yang pernah kehilangan ratu, lalu membangun kembali istana sunyi dengan menikahi dirinya, seorang wanita muda yang berasal dari kasta terendah. Lelaki yang bisa membuat wanita menyerah hanya dengan satu kalimat, tapi memilih untuk memeluknya dengan kata paling sederhana: “Aku

