Malam menyapa. Rumah Martenez tetap berdiri megah seperti istana. Langit Jakarta menggelap, seolah menahan badai yang belum jadi hujan. Di ruang kerja utama, Andini duduk di depan laptop. Cahaya layar memantul di wajahnya, memantulkan sorot mata yang tak lagi ragu. Di belakangnya, Ferdi berdiri membelakangi jendela, menatap jauh ke kota yang dulu ia taklukkan. "Apa semua usaha kita cukup?" Andini menatap Ferdi. Dia baru saja melihat opini publik. Ferdi mengangguk, "Ya, untuk saat ini. Surya pasti sedang darah tinggi." "Kalau Roy dan Melati? Mereka bergerak?" tanyanya cemas, khawatir kalau akan diserang saat sedang santai. Ferdi mengulas senyuman tipis. "Tenang saja. Mereka nggak akan ceroboh setelah serangan yang kita lakukan kemarin." "Konferensi dan penekanan lewat dewan direksi?"

