Sudah setengah jam lebih, aku terus memandangi dua foto yang dikirim Mas Fendi. Tidak salah lagi, itu memang fotoku. Itu diambil dari sebuah sudut yang bersebrangan. Besar kemungkinan, foto itu diambil dari mobil yang parkir di seberang jalan karena memang seberang rumah makan padang dekat fakultas sering digunakan untuk parkir para mahasiswa yang mampir makan. Alih-alih menjawab pertanyaanku yang masih ingin memastikan apakah dia benar-benar Mas F. A. atau bukan, Mas Fendi malah mematikan panggilan. Dia mengakhirinya setelah mengucapkan selamat malam dengan cepat. Kini, panggilanku tidak dia angkat. Bahkan terang-terangan dia tolak. Mas Fendi benar-benar luar biasa keterlaluan! “Oh, iya! Tulisan tangannya!” Padahal sudah jelas-jelas Mas Fendi mengaku, tetapi aku yang aneh ini masih ing