“Jantungku berdebar tak menentu, kabar apa yang akan aku dengar kali ini? Haruskah aku menerima kenyataan jika memang kamu telah menikah, Nadira. Jika boleh aku jujur hati ini tak sanggup mendengarnya, ternyata sangat menyakitkan hati ini. Kupikir aku selama ini sudah sanggup mengikhlaskanmu, ternyata kenyataan itu menghantamku dengan kerasnya. Aku tak menyangka jika mencintaimu sangat menyakitkan, dan aku juga telah menyakiti hatimu.” Samar-samar Brata tersenyum getir saat Arya sedang menerima panggilan telepon, sesekali dia menarik napas untuk menekan rasa gelisahnya yang kembali menyeruak ke permukaan, lalu mengalihkan perhatian ke arah kaca besar sebagai pembatas coffe shop dengan lobby rumah sakit. Dan tak sengaja pandangannya menatap seorang laki-laki mengendong bayi yang seperti ba