POV Kelvin “Rheina Sayang, cuma beda sedikit hari, nggak apa, kan?” Gue masih gigih, berusaha untuk membujuk dia. Gue merasa dia nggak tertarik untuk ribut sama gue. Sama. Gue juga nggak berminat ribut-ribut. Sudah kangen berat begini. “Terserah kamu deh!” Lalu dia menutup komunikasi kami. Nggak pakai acara dadah-dadah sebagaimana biasa. Gue menahan diri untuk nggak terpancing. Kalau sampai terpancing, bisa ambyar semua. Sia-sia. Cuma satu yang gue yakini saat itu, kalau dia bilang ‘Terserah’, artinya dia mau menuruti usulan gue. Dan kesabaran gue terbayar lunas. Sampai di kejap ini. Saat gue datang satu hari sebelum tanggal yang diincar oleh Rheinatta untuk kembali ke Jakarta. Gue sengaja nggak bilang-bilang ke dia. Gue juga sengaja menahan diri untuk menyelesaikan sisa-sisa