bc

Dark Cinderella

book_age18+
102
IKUTI
1K
BACA
revenge
reincarnation/transmigration
tragedy
bxg
mystery
magical world
another world
witchcraft
special ability
spiritual
like
intro-logo
Uraian

"Ibu, kenapa Ibu menyiksa Luna?" ucap seorang gadis manis yang penuh luka lebam di wajahnya.

"Diam kau, Luna! Ini semua salahmu!" jawab Seorang perempuan paruh baya yang merupakan ibu tiri dari Luna.

"Ini semua karena kamu berani punya rasa suka ke Eden, Luna!" sahut Angeline, saudari tiri Luna yang ikut menyiksanya bersama Jeane, ibu tiri Luna.

"Tuhan, kenapa hidup Luna ga adil? Luna cuma ingin hidup bahagia seperti sebelumnya. Ayah, Ibu, Tolong Luna..."

chap-preview
Pratinjau gratis
Kebun Teh
Pemukul haluan jiwa Perlahan menghantam kalbu Rantai emas belenggu hati Mengikat erat raga pembawa lara Wahai titisan Sang Agung Ikatlah jiwa tersesat ini Dalam belenggu nan abadi. Pemuka spiritual di kerajaan yang tengah berjaya, Agnisaga, tengah merapalkan mantra untuk melakukan sebuah ritual suci. Hukuman dijatuhkan pada seorang penyihir yang dituduh telah menyebabkan bencana pada kerajaan. Hukuman itu berupa ritual penyegelan untuk membelenggu penyihir tersebut beserta kekuatan sihirnya ke dalam sebuah kotak pusaka milik kerajaan yang diberi nama Kotak Agnisaga. Di saat-saat terakhirnya, penyihir yang bermuka masam itu menatap pemuka spiritual kerajaan Agnisaga dengan mata yang penuh amarah. Ketika sebuah sinar yang berasal dari kotak pusaka membuat penyihir itu menghilang perlahan, ia bersumpah untuk membalas perbuatan kerajaan Agnisaga pada dirinya suatu hari nanti. 1.200 tahun berselang, peradaban telah berubah drastis. Kerajaan Agnisaga telah runtuh dan lokasi kerajaan itu berdiri telah berubah menjadi hutan pinus. Di bagian luar hutan tersebut, terdapat perkebunan teh milik salah satu konglomerat yang berasal dari kota besar yang memilih untuk hidup di desa demi memberdayakan masyarakat di sana. Tuan Johaness, itulah nama dari konglomerat baik hati tersebut. "Ayah! Ayah!" Seorang gadis cantik berkulit coklat eksotis yang mengenakan pakaian khas pemetik teh mendatangi rumah megah yang berada di tepi hutan Agnisaga tersebut. Suara nyaring dan renyah itu langsung membuat suasana rumah yang awalnya tenang menjadi ricuh. "Ada apa, Luna? Kok kamu berisik sekali sih?" sahut seorang wanita paruh baya yang tak kalah cantik jika dibandingkan dengan gadis manis bernama Luna tersebut dari dapur karena ia tengah sibuk dengan kegiatan memasaknya. "Ayah ke mana, Bu?" Luna terus saja menyelonong masuk tanpa menghiraukan ibunya. "Hei! Ayahmu lagi ke kota nganterin teh ke pabrik di sana. Ada apa sih?!" teriak Ibunda Luna saat anaknya secepat kilat menghilang dari pandangannya. Luna memang anak yang aktif, penuh energi dan tidak bisa diam, sangat mirip dengan ayahnya yang juga selalu sibuk setiap hari. Kepala Luna muncul dari ujung pintu dapur. Ya, hanya kepalanya dan badan Luna masih tersembunyi di lorong yang berada di luar dapur rumah mewah milik keluarga Johaness tersebut sambil menyeletuk, "oh? Ke kota? barusan ada yang bilang ke Luna, kalau ada orang asing masuk ke hutan pinus. Ibu juga tahu sendiri, ga ada warga yang mau gerak kalau bukan Ayah yang minta. Warga sini cuma nurut sama Ayah." "Waduh, bahaya tuh! Ayahmu juga sejak pagi belum pulang, Luna. Emangnya ga ada yang memperingatkan orang itu? Kok bisa sampai masuk ke hutan?" "Kata warga sih, udah diperingatkan. Tapi dia tetap ngeyel, katanya di hutan kita ada harta karun," jawab Luna sambil mendekat perlahan ke arah ibunya. Untuk sementara, kedua perempuan cantik itu tidak bisa berbuat apapun kecuali menunggu sang ayah pulang dari luar kota. Sedetik kemudian, Luna segera berlari menuju ke luar rumah menemui warga yang memberikan kabar itu kepadanya dan mengatakan kepada warga jika ayahnya tengah berada di kota. Seperti yang diduga sebelumnya, tanpa kehadiran Tuan Johaness, tidak ada warga yang berani memasuki hutan pinus tersebut. Hutan Agnisaga, hutan pinus yang diberi nama sesuai dengan kerajaan yang pernah berdiri di atasnya, terletak di salah satu sudut lereng gunung Gumitir, kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, memang terkenal dengan hutan yang tidak biasa dimasuki oleh orang awam. Bukan karena angker, melainkan karena banyak hewan buas yang tinggal di dalamnya sehingga sangat berbahaya apabila ada orang asing yang masuk ke dalam hutan tersebut. Selain itu, hutan Agnisaga juga memiliki jalur yang rumit sehingga membuat banyak orang tersesat. Hutan Agnisaga juga merupakan hutan pinus yang memiliki sumber makanan yang minim dan tidak memiliki sungai sehingga jika ada orang yang tersesat di dalamnya, bisa dipastikan mereka tidak akan bertahan dalam waktu yang lama karena mereka akan kehabisan bahan makanan. Sudah banyak korban yang tumbang di dalam hutan, tetapi masih banyak orang asing yang mencoba menelusuri hutan itu. Ada sebuah rumor yang mengatakan jika di dalam hutan tersebut ada peti harta karun peninggalan kerajaan Agnisaga yang berisi banyak sekali emas. Namun warga sekitar hutan sudah tahu jika rumor itu bukanlah sebuah fakta karena warga sekitar telah menyusuri hutan itu dan tidak menemukan apapun di dalamnya. Hari itu matahari telah tenggelam di ufuk barat tapi pemandangan di sekitar hutan Agnisaga tidaklah gelap berkat cahaya bulan yang bersinar terang. Gadis manis yang mulai beranjak dewasa itu tengah termenung menyandarkan kepalanya di jendela yang sedang terbuka. Angin malam yang bertiup pelan berhasil mengibarkan rambut ikalnya. Cahaya lampu berpadu dengan sinar bulan memberikan sorot indah pada wajah ayu perempuan yang baru menginjak usia 21 tahun tersebut. Luna tengah gundah karena ayahnya belum kembali dari Kota sejak pagi. Satu sisi, Luna tengah khawatir kepada ayahnya. Namun sisi lain, Luna juga khawatir dengan orang asing yang masuk ke dalam hutan Agnisaga. Mata Luna berbinar, ia mengangkat kepalanya, senyum lebar tergambar jelas di wajahnya kala sebuah sorot lampu dari kendaraan bergerak perlahan mendekati rumahnya. Ia segera berlari turun dari kamarnya yang berada di lantai atas menyambut truk yang datang. Pria paruh baya dengan kumis dan jenggot yang cukup tebal turun dari truk itu dengan wajah lelah. "Ayaaah!" teriak Luna sambil berlari dan menabrakkan dirinya kepada pria paruh baya yang memiliki ketampanan yang tak lekat dimakan waktu tersebut. "Hei, pelan-pelan, sayang! Kamu udah dewasa sekarang. Badanmu berat, tapi masih suka nabrak Ayah kek gitu," ucap pria itu dengan lembut kepada bidadari yang masih tetap bertingkah seperti anak kecil itu. "Kenapa kamu lama banget sih, Yah! Dari siang tuh aku neleponin kamu terus loh, tapi ga bisa. whatsapp-mu 'memanggil' terus," gerutu Nyonya Johaness yang mengekori Luna dari belakang. "Aduh, maaf deh, Bu. Aku semalem lupa nge-charge hp, tadi pagi juga buru-buru berangkatnya, jadi gitu deh, hehe. Maaf ya," sahut pria itu sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil menunjukkan wajah tanpa dosa. "Tuan Johaness, saya pamit dulu ya? Keknya saya udah ditunggu di rumah sama istri nih." Pria yang seumuran dengan Tuan Johaness keluar dari pintu kanan truk yang dikendarainya bersama Tuan Johaness. "Oh iya, Pak. Sampean hati-hati di jalan ya, salam sama istri di rumah," sahut Tuan Johaness. "Enggih siap, Tuan. Nanti saya sampaikan," jawab pria itu sambil berlalu. "Eh sek bentar, Pak Agus. Bawain ini buat istrinya sampean, aku tadi masak buanyak loh, sengaja tak siapin buat istri Bapak di rumah." Nyonya Johaness menghentikan langkah pria yang dipanggil dengan nama Pak Agus. Pak Agus pun merasa tidak enak hati untuk menolak permintaan dari Nyonya Johaness dan menghentikan langkahnya. Pak Agus melipat tangan di depan paha pertanda bahwa ia sangat menghormati keluarga Johaness yang telah menjadikannya orang kepercayaan. Nyonya Johaness segera berjalan cepat ke belakang, mengambil bingkisan yang telah ia siapkan untuk orang yang paling setia kepada keluarganya tersebut. "Ini, Pak. Pecel pitik buat keluarga di rumah. Bikinanku sendiri loh, Pak. Tanpa micin, tanpa jampi-jampi. Enak pokoknya wes," ucap Nyonya Johaness dengan nada bercanda kepada Pak Agus. Meski bukan warga asli Banyuwangi, tapi keluarga Johaness sangat menyukai kuliner asli kota yang sering dijuluki Sunrise of Java tersebut. "Wah, terima kasih, Nyonya. Sampean selalu baik seperti biasa, hehe..." Pak Agus terkekeh saat menerima bingkisan makanan dari Nyonya Johaness. Tuan Johaness yang berdiri tidak jauh dari Pak Agus hanya bisa tertawa kecil melihat betapa bahagia raut wajah yang ditunjukkan oleh orang kepercayaannya tersebut. Sebuah kebahagiaan tersendiri yang dirasakan oleh keluarga Johaness saat berbagi sesuatu yang sederhana kepada orang di sekitar mereka. Keluarga Johaness tidak terkenal suka memberi sesuatu secara cuma-cuma, tapi mereka suka memberikan apresiasi kecil kepada orang-orang yang telah bekerja dengan sangat baik untuk mereka. Ketika Tuan Johaness tengah menikmati makan malam bersama keluarga kecilnya itu, Luna menceritakan kepada ayahnya bahwa ada orang asing yang menyusuri hutan Agnisaga. Tuan Johaness seakan tidak peduli dan tetap melanjutkan aktifitas makannya. "Ayah kok ga kuatir sama orang itu sih? Bukannya di dalem hutan situ bahaya?" tanya Luna sambil tetap menyantap makan malam buatan ibunda tercinta. "Sebenernya Ayah juga kuatir, Luna. Tapi kalo kita nyusuri hutan malem-malem kek gini justru kita yang bisa ga selamat. Banyak predator nokturnal di dalem sana. Besok pagi Ayah bakal minta tolong Pak Agus buat koordinasi sama warga, terus Ayah sama warga bakal cari orang itu ke dalam hutan." "Tapi, Luna kuatir sama orang itu, Yah..." sahut Luna sambil memajukan bibirnya. "Ayah tahu, Luna. Tapi apa Luna pengen ayah sama warga lain ga bisa pulang dengan selamat? Luna pengen ayah meninggal ya?" ucap Tuan Johaness lembut kepada anaknya. Nyonya Johaness hanya dapat tersenyum tipis mendengar celotehan dari dua orang kesayangannya itu. "Bukan gitu sih, Yah. Aku ga mau Ayah meninggal juga," jawab Luna sambil memutar-mutar sendoknya ke dalam piring. "Luna, terkadang kita harus memikirkan diri sendiri juga, ga harus setiap saat kita memikirkan orang lain. Kenapa? Karena kita bisa nolongin orang lebih banyak kalo kita selamat. Sedangkan kalo kita meninggal, belum tentu ada orang lain yang mau menolong sesama seperti yang kita lakukan. Udah, dari tadi kamu malah mainan sama nasi itu loh, cepet dihabisin itu nasinya." Tuan Johaness menunjuk piring Luna yang masih menyisakan banyak makanan di atasnya. Jauh di dalam hutan Agnisaga, orang asing yang tidak mengindahkan peringatan warga tengah berusaha lari dari kejaran predator malam. Bajunya telah terkoyak karena beberapa kali hampir tertangkap oleh predator tersebut. Hanya keajaiban yang dapat menyelamatkan orang itu dari maut yang telah di ujung mata

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.3K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.9K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.2K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook