"Nay, kangen ...." Mulai beda suaranya dan Rinai peka itu jenis kangen macam apa. Tatapan mata Om Arsen di seberang sana sudah cukup untuk mendefinisikannya. Lihat saja. Well, terhalang baby Arin dan Arna. Rinai belum tega menidurkan anak-anaknya di boks bayi, padahal sudah ada. Om Arsen suka menyarankan, tetapi Rinai yang menolak. Nanti saja. "Nay ...." Suara itu membisik lagi. Rinai beri peringatan. "Jangan berisik, Mas. Nanti anak-anak kebangun, susah lagi nidurinnya." "Kangen." Iya, iya. Rinai paham. Membuatnya tanpa sadar menggigit bibir bagian dalam, dengan detak jantung yang tak pernah santai bilamana Om Arsen mode begini. "Ya udah, sini." Akhirnya, Rinai putuskan memberi solusi. "Kiss aja, ya, tapi. Nggak yang lain. Toh, badan Mas lagi luka-luka gitu, nggak bakal maksimal