Ch-5 Penculikan Raina

1359 Kata
Rey menatap jam yang tergantung di dinding kamarnya, waktu masih berada di ujung pagi dan dia tidak bisa tidur lagi. Pria itu menatap layar ponselnya yang tergeletak di atas meja. Entah berapa panggilan yang sengaja dia lewatkan, sejak kembali ke kediamannya Rey sengaja mengubah pengaturan suara ke mode hening. Tubuhnya butuh istirahat. Begitu sederhana yang dia inginkan. Hanya istirahat! Di sisi lain Raina juga terjaga dari tidurnya, barusan wanita cantik itu mendapatkan mimpi buruk tentang penculikan yang dialami olehnya beberapa minggu lalu. Raina segera bangun dari atas tempat tidur menuju ke dapur untuk mengambil segelas air putih. Dadanya masih berdebar kencang sekali, napasnya tersengal, dia tidak mengerti kenapa bisa mendapatkan mimpi tersebut. “Ini sangat gila, bagaimana mungkin pria gila itu masuk ke dalam mimpiku!? Kehadirannya di dalam klinik sudah sangat membuatku frustasi kini dia juga mengganggu istirahatku.” Raina mengambil gelas lalu duduk di kursi meja makan, wanita itu menuang air ke dalam gelasnya. Lampu temaram menjadi pencahayaan satu-satunya di dalam ruangan tersebut. Raina tidak suka cahaya terlalu terang di dalam kediamannya sementara dia memutuskan untuk tinggal di dalam kamar sepanjang malam. Hampir semua ruangan di dalam rumah tersebut terdiri lebih dari dua lampu. Raina meletakkan pipinya di atas meja makan, gelasnya sudah kosong sejak dia meneguk isinya beberapa menit lalu. Wanita itu menatap gelas tersebut. “Kenapa aku bertemu dengannya? Kenapa harus aku?” Tanyanya pada dirinya sendiri. Raina kembali teringat ketika pertama kali dirinya diculik oleh beberapa orang, dan pada saat itulah awal dia mengenali warna suara Rey Antoni. “Pria macam apa yang menculik wanita hanya untuk berbicara empat mata?” Tanya Raina lagi seraya mengetuk meja makan menggunakan jari telunjuk tangan kanannya hingga timbul suara memecah keheningan pagi itu. Raina tidak menemukan jawabannya, dia belum pernah melihat Rey mengalami gangguan seperti yang pria itu keluhkan secara langsung. “Aku harus segera menemukan jawaban ini, aku harus membuat pria gila itu sembuh. Jika tidak, maka aku tidak yakin pria itu akan melepaskanku dengan mudah. Dia seperti hantu, selalu muncul di mana-mana. Ini bisa membuat diriku depresi akut! Benar-benar sebuah kesialan!” Umpatnya pada dirinya sendiri. Usai bersiap serta menelan beberapa suap makanan ke dalam mulutnya, Raina bergegas meninggalkan kediamannya untuk berangkat ke klinik. Gadis itu menatap jam di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan pukul enam pagi lebih tiga puluh menit. Raina tinggal seorang diri di dalam kediamannya. Keluarga besar Jenie awalnya tinggal di San Francisco, di sanalah kota kelahiran Raina. Raina tidak memiliki siapapun selain ibunya. Nyonya Jenie memiliki sebuah laboratorium di London jadi mereka pindah sekitar sepuluh tahun lalu selepas kepergian suaminya. Nyonya Jenie tinggal di kediaman pribadinya tak jauh dari laboratorium yang dia kelola. Wanita itu merupakan seorang Profesor ternama sejak sebelum menikah. Raina tiba di klinik, alangkah terkejut dirinya ketika mendapati Rey Antoni sudah duduk di lobi klinik miliknya. Melihat Raina menuju ke ruangan kerjanya pria itu langsung mengekor tanpa permisi. Raina menghentikan langkah kakinya tepat di depan pintu ruangan kerjanya. Rey hampir saja menabrak punggung wanita itu jika tidak segera menahan langkah kakinya. “Kenapa? Apa Anda meninggalkan sesuatu di dalam ruangan kerjaku? Anda tidak membayar satu hari penuh untuk konsultasi hari ini kan?” Raina memutar gagang pintu ruangan kerjanya lalu masuk ke dalam. “Tepat sekali!” Sahut Rey seraya mengancungkan jari telunjuk tangan kanannya. Rey merasa Raina akan lebih baik memperlakukannya hari ini dibandingkan dengan konsultasi di hari sebelum-sebelumnya. “Apanya yang tepat?!” Tanya Raina seraya meletakkan tasnya di kursi lalu duduk di sana. Rey menarik kursi di seberang meja Raina kemudian menghenyakkan tubuhnya di sana. “Yang kamu katakan barusan, apalagi memangnya?” “Tentang barang yang tertinggal?” “Bukan.” “Satu hari penuh?!” Raina melotot terkejut. “Hem! Tepat sekali!” Rey menggaruk keningnya sambil tersenyum. “Bisa-bisanya pria gila ini tersenyum di saat seperti ini!” Umpat Raina dalam hati. “Baiklah, aku berharap Anda akan lekas sembuh Tuan Presdir. Coba apa katakan apa keluhan Anda saat ini. Anda bisa mencatatnya di sini.” Raina menyodorkan sebuah buku catatan khusus untuk keluhan pasien milik Rey sejak pria itu mengambil konsultasi darinya. “Kamu saja yang catat, aku akan bicara.” Sahut Rey seraya melipat kedua tangannya. Wajah pria itu terlihat begitu santai. Tatapan matanya tetap terlihat tajam dan dingin. Mati-matian Raina menahan emosinya agar tidak meledak, wanita itu meletakkan buku tersebut kembali di atas mejanya dan mulai mencatat apa saja yang dikeluhkan Rey padanya. “Jadi Anda mengalami gangguan tidur, sesak napas, dan mimpi buruk?” Raina mulai mengulas satu persatu permasalahan yang dihadapi Rey. Raina juga mencoba memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. “Kamu bisa ambil ini untuk diminum sebelum tidur.” Rey mengambil kertas resep tersebut lalu meremasnya dalam genggaman tangannya. “Apa ini? Kamu memberikanku obat tidur? Hah?! Sungguh tidak bisa dipercaya!” Rey melemparkan kepalan kertas resep tersebut pada wajah Raina. “Tuan Presdir! Aku dokter di sini dan Anda pasien, jadi bekerjasamalah denganku untuk mendapatkan perawatan dariku, okay? Kalau Anda tidak bersedia mendapatkan perawatan dariku, silakan pergi dan aku harap Anda bisa sembuh serta menemukan dokter lain yang lebih tepat.” “Astaga! Kamu meresepkan obat tidur untukku! Hey Dokter Raina! Aku sudah pergi ke luar negeri untuk mengatasi masalah ini dan kamu tahu aneka resep obat sudah dicoba!” Raina tidak bisa bersabar lagi, dia segera berdiri dari kursinya lalu melangkah menuju pintu. “Okay, lupakan saja tentang obatnya. Lakukan saja sesuka hatimu. Anggap tidak ada konsultasi pada hari ini. Silakan!” Raina membuka daun pintu untuk mengusirnya pergi dari ruangan tersebut. “Aku tidak mengira akan seperti ini! Anda sangat sombong sekali! Dokter!” Permusuhan dimulai, antara Rey Antoni dan Raina Jenie! Malam itu Rey kembali menculik Raina ketika Raina sedang dalam perjalanan menuju ke rumah. Rey membawanya kembali ke mansion. “Nona Raina sudah berada di dalam, Presdir.” Lapor salah seorang pria padanya. Rey segera mengenakan kaos tangan miliknya lalu menuju ke sebuah ruangan khusus di lantai bawah tanah. Raina diikat di kursi dengan kedua mata tertutup. Dia mendengar langkah sepatu yang dia kenal serta aroma parfum milik pria yang sudah mengacaukan hari-harinya di klinik. “Kamu Rey, kan! Aku yakin ini kamu! Aku akan melaporkan tindakan kamu ini ke polisi!” Teriaknya pada Rey. Rey melangkah mendekat, pria itu membungkuk di depan Raina kemudian menumpukan kedua tangannya pada sandaran kursi mengurung Raina menggunakan kedua lengannya. Raina takut sekali, sejak dia berteriak pria itu tidak membuka suara sama sekali. Hanya napasnya terasa dekat menyapu hangat wajah Raina saat ini. Hanya beberapa detik saja, Rey segera menarik diri dari Raina lalu melangkah keluar ruangan. Entah kenapa dia tidak ingin membuka percakapan sama sekali dengan Raina pada malam itu. “Bebaskan dia!” Perintah Rey pada beberapa orang suruhannya. Pria itu membuang sarung tangannya ke dalam tong sampah kemudian mencuci kedua tangannya pada westafel di sana. “Siap, Presdir.” Raina dibebaskan, wanita itu dilepaskan di jalan tak jauh dari mobilnya. “Dia melepaskanku? Apa mungkin dia cemas kalau aku melaporkannya pada polisi?” Gumam Raina pada dirinya sendiri seraya memijit pergelangan tangannya yang terasa pegal akibat bekas ikatan. Dia merasa bingung lantaran hanya beberapa menit saja ditahan di sana. Saat melangkah mendekati mobil miliknya, tiba-tiba ada segerombol orang kembali membekap mulutnya. Raina kaget sekali, dia pikir itu ulah Rey lagi. “Hey! Ummm! Um!” Raina menjerit dan meronta sekuat tenaga ketika dia dipaksa masuk ke dalam mobil. Wanita itu tidak tahu ke mana mereka membawa dirinya. Rey kebetulan masih tinggal di mansion, pria itu sedang duduk santai dengan segelas anggur dalam genggaman tangannya. Beberapa menit kemudian dia mendapatkan laporan dari orang suruhannya kalau ada segerombol orang membawa Raina menuju arah dermaga. “Kalian yakin? Tidak salah lihat kan?” “Yakin, Presdir!” “Presdir! Anda tidak boleh pergi sendiri!” Teriakan para pengawal serta asistennya tidak dia hiraukan. Rey berinisiatif untuk menyelamatkan Raina, Rey cemas jika aksinya tersebut diketahui oleh lawan bisnisnya. Dan bisa saja mereka menggunakan Raina untuk membalaskan dendam. Beberapa kali dia mengunjungi klinik Raina, itu sudah cukup menjadi alasan mereka untuk menahan dokter wanita tersebut. Benarkah dugaan Rey? Ataukah sebaliknya? Mungkinkan Raina memiliki beberapa hal buruk di masa lalunya dengan beberapa orang hingga menyebabkan wanita itu kembali diculik?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN