Amel menghembuskan nafas. Saat ini ia duduk menyamping di atas meja kerja dengan kaki menggantung ke bawah. Jari Amel menyentuh papan berbahan marmer yang menuliskan namanya sebagai wakil presiden direktur. Ia menelusuri setiap huruf. Teringat pada satu peristiwa dimana dirinya harus menyingkirkan seorang wanita demi melindungi pangku jabatan. Sebagai wakil direktur dan juga istri Hanggono Tirto. Waktu itu sebagai istri sah Amel mendapatkan dukungan penuh dari komisaris utama Tirto. Demi untuk melindungi dirinya, Ibu Mertuanya bahkan memberikan sebagian saham agar ia memiliki nilai. Lantas hari ini datang, bersama sebuah sunyi. Membawa Amel mengingat semua hal. Tentang darah yang harus menetes, meski sebenarnya pantas untuk wanita itu dapatkan. Marini.. Amel akan selalu menging

