“Aku sudah gagal menjadi seorang suami, Fahri. Aku tidak ingin gagal menjadi seorang ayah, meski aku tidak setiap hari bersama Ziya, aku ingin menjadi ayah yang terbaik untuknya selama aku masih hidup,” ucap Fauzan. “Lakukan yang terbaik untuk Ziya. Kamu harus buktikan pada semuanya, kalau kamu bisa menjadi ayah yang baik. Buat masa lalu kamu itu sebagai pelajaran, Zan,” tutur Fahri. “Iya, benar. Mungkin kalau dulu aku mau mendengarkan apa yang semua orang bilang, aku tidak akan seperti ini, Fahri.” “Penyesalan pasti di belakang, Zan. Tidak mungkin di awal. Sudah sekarang hubungi papa-mamamu, mereka belum tahu kalau cucunya sudah lahir, kan?” “Iya, belum. Nanti aku hubungi lagi.” “Aku ke dalam, ya?” pamit Fahri. Fauzan masih duduk di bangku depan ruangan Bibah. Ia menelepon mamanya,