Bibah menyandarkan kepalanya di bahu Fahri sambil berpikir kalau saatnya nanti Ziya pergi ke Pessantren, pasti dirinya bakal kesepian, apalagi setelah menikah dengan Fahri sampai sekarang belum dikaruniai anak lagi. “Kenapa, Sayang? Kok lemes banget gitu? Kok cemberut? Aku lagi nyetir lho ini?” ucap Fahri sambil mengusap pipi istrinya. “Lagi mikir, kalau nanti Ziya jadi mondok, kita bakalan kesepian sekali, Mas,” jawab Bibah. “Iya sih, Mas juga berpikir begitu, tapi kalau untuk kebaikan Ziya, ya mau bagaimana lagi? Toh kita gak maksa dia, kan? Dia yang mau ke Pesantren? Itu kemauan dia sendiri, ya sudah kita turuti saja. Untung saja dia gak minta sekolah di Luar Negeri. Aku gak bisa bayangin kalau Ziya sekolah sampai ke sana, kecuali dia ke Kairo, Mas izinkan, tapi selain itu, Mas gak a