Semoga kalian suka dan kalian puas dengan kisah yang aku sajikan kali ini?????Sebelum membaca kalian bisa pencet love atau follow terlebih dahulu, karena pencet love dan follow itu gratis gaiss, gratisss tiss tisss
Ayo pencet sekarang, aku tunggu sampai lima menit yaa...
.
.
.
.
.
Sudah lima menit, kuyy sekarang nikmati kisah Safir dan Aruna yang menggemaskan??????
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
Karena kekesalannya, Aruna betah mengurung diri di dalam kamar sampai suara ibu mertuanya terdengar di depan pintu kamarnya.
"Aruna, ayo kita makan malam dulu."
Mau tak mau Aruna langsung membuka pintu kamar yang ia kunci dari dalam.
"Eh, Bunda," ucap Aruna sungkan karena Sinta sampai mendatangi kamarnya.
"Ayo makan malam dulu, kan jam sembilan nanti kalian mau berngkat."
"Tapi Cila masih bobo, Bun. Nanti aja gantian sama Mas Safir."
"Nanti Bunda suruh bibi jaga Cila, kamu makan dulu."
Akhirnya Aruna menurut. Ia masih sangat sungkan pada Sinta, meski wanita itu sudah mewanti-wanti agar bersikap biasa saja layaknya menantu dan ibu mertua.
"Kalian lagi marahan ya?" Tanya Sinta saat di perjalanan menuju ruang makan.
Aruna hanya tersenyum sangat tipis. Ia malu mama mertuanya mengetahui masalahnya dengan Safir. "Dia bilang ke Bunda ya?"
"Nggak, Safir nggak bilang apa-apa dia cuma bilang kamu lagi ngambek."
Aruna mengusap tengkuknya karena merasa sangat tak enak. "Memang ada sedikit problem, Bun."
"Nanti dibicarain baik-baik ya. Bunda sama Ayah nggak pernah mau ikut campur," ucap Sinta sebelum berjalan menuju bascamp para ART.
Di meja makan, ternyata hanya ada Safir sendiri. Dengan mulut yang masih terkunci Aruna mengambil duduk di samping Safir dan menoleh ke arahnya sekilas.
Mereka terus diam-diaman sampai Aditya dan Sinta bergabung di meja makan. "Diam-diam aja, ayo kita makan," ucap Aditya.
Meski tengah marah, Aruna tetap melakukan tugasnya melayani Safir. Mengambilkan nasi, mengambilkan lauk dan menuangkan minum.
"Pake udang aja." Aruna mendekatkan piring lebar yang berisikan udang crispy buatannya lengkap dengan sambel asam manis super mantap.
Setelah itu Aruna mengambil makanan untuknya sendiri dan mulai makan dengan hening.
"Ayah mau dong udangnya."
"Nggak boleh." Safir mengamankan seluruh udang itu.
"Bun, anak kamu tuh!" ucap Aditya tak terima.
"Lauk yang lain masih banyak sayang, bagi sama ayah
"Aku cuma mau masakan Aruna."
"Aku juga masak yang lain kok," sahut Aruna cepat.
Safir langsung terdiam dan mengambil masakan yang lain.
Sedangkan Aditya dan Sinta hanya bisa terkekeh melihat anaknya di mabuk cinta. "Bun, kalau lagi kasmaran emang begitu ya?" Gurau Aditya.
Sinta tertawa melihat kelakuan Safir yang mendadak jenaka. Padahal biasanya, anak lelakinya itu tampak cuek tanpa ekspresi terlebih saat berada di meja makan, hanya terdengar dentingan sendok dan piring yang bergesekan.
"Nih, aku bagi!" Safir memberikan piring yang berisi udang crispy yang sudah termakan setengah.
Aditya tertawa melihat tingkah Safir yang tampak salah tingkah. "Enggak, Ayah cuma bercanda kamu makan aja kan lidah kamu cuma cocok sama masakan Aruna."
Safir berusaha mengatur nafasnya agar lebih rileks dan lanjut makan.
Setelah itu ruang makan langsung hening karena menikmati makanannya sendiri-sendiri.
**
Selesai makan malam Aruna mengecek seluruh barang yang akan ia bawa nanti. Mulai dari baju preweding, baju ganti, baju tidur, dompet, dan surat-surat pribadinya. Semua sudah lengkap di dalam koper.
Tapi, sampai sekarang ia masih belum mendapat kabar dari Safir. Tadi, Aruna pergi terlebih dahulu dari meja makan karena Cila yang menangis keras, dan sampai sekarang Safir tidak menemuinya sama sekali.
Dengan perasaan yang masih kesal Aruna menghampiri kamar Safir yang tak jauh dari kamarnya, ia yakin pasti pria itu ada di dalam.
Setelah mengetuk pintu kamar Safir beberapa kali, pria itu akhirnya membuka kan pintu untuknya.
"Udah siap apa belum?"
Safir menggeleng dan menunjukkan kamarnya yang acak-acakan.
Aruna mengembuskan nafas lelahnya. "Kenapa nggak panggil aku? Terus itu kenapa baju kamu berserakan di ranjang?"
"Kamu kan lagi ngambek, aku nggak mau ganggu makanya aku coba prepare sendiri." Jawab Safir santai saja.
"Yaudah, kamu tunggu Cila di kamar, aku beresin ini dulu."
"Cila aku bawa kesini aja."
Aruna mendesis kesal. Kenapa hari ini Safir tiba-tiba menjilma menjadi pria yang sangat menyebalkan. "Kamu tunggu disana aja, kalau di bangun kan repot sebentar lagi kita mau berngkat."
Safir akhirnya menurut dan berjalan keluar kamar.
Aruna membereskan baju-baju yang Safir keluarkan dari dalam lemarinya. Ia juga memilih baju mana yang akan Safi pakai. Namun, untuk urusan yang lebih pribadi Safir sendiri yang akan mengecek-nya nanti.
Sekarang semua sudah rapi, ranjang yang awalnya berantakan kini sudah ia bereskan. Baju-baju yang tidak terpilih juga sudah dimasukkan kedalam lemari lagi. Aruna menutup koper itu dan berjalan keluar dari dalam kamar Safir.
Saat Aruna masuk ke dalam kamarnya, Safir tengah menimang Cila yang terdengar terus merengek.
"Cila badannya anget," ucap Safir.
"Loh, tadi belum." Aruna mengambil termometer yang selalu tersedia dia di tas baby dan mengecek suhu tubuh Cila.
"Panasnya 37°." Aruna memandang angka di termometer itu dengan pandangan putus asa. "Apa kita undur dulu acara kita?"
"Jangan, kita sudah terlanjur janji sama keluarga kamu kan."
"Tapi Cila?"
"Kasih sirup penurun panas dulu, kita berangkat tengah malam aja biar bisa jaga Cila dulu."
Aruna langsung mengambil sirup penurun panas dan memberikan pada Cila yang sangat sulit saat di beri obat.
"Uhh udah sayang, cup, cup, cup ... Cila pinter kok." Aruna berusaha menenagkan Cila yang menangis histeris saat ia memaksa memasukkan obat sirup ke mulutnya.
"Cepat sembuh anak Papa yang paling cantik." Safir mengecup kening Cila cukup lama dan menyerahkan bayi itu pada Aruna.
"Aku tinggal sebentar ya, mau hubungi tim photografer."
Aruna mengangguk saja karena ia tengah sibuk dengan Cila yang tak berhenti menangis.
"Mama sama Papa mau pergi sebentar aja, Cila cepat sembuh ya sayang." Kalau begini caranya Aruna jadi tak tega meninggalkan Cila meski ada Sinta yang siap menjaga.
Aruna membawa Cila keluar kamar agar Cila juga tak merasa sumpek berada di kamar terus.
Sinta yang mendengar tangisan Cila langsung menghampiri. "Loh, Cila kenapa ini kok rewel."
"Badannya tiba-tiba anget Bun, jadi rewel begini."
"Ini sudah hampir jam sembilan, kamu nggak siap-siap?"
"Kita berangkat tengah malam nanti aja Bun, sambil pastiin kalau Cila baik-baik aja."
"Ada Bunda sama Ayah, kalian nggak usah terlalu khawatir. Sini Cila, biar bunda aja yang bawa dia ke dokter."
Mau tak mau akhirnya Aruna menyerahkan Aruna yang sudah berhenti menangis pada Sinta.
"Sekarang kamu istirahat yang cukup, perjalanan kamu kali ini jauh banget loh."
Aruna mengangguk dan mencium wajah Cila sebelum benar-benar pergi untuk istirahat sejenak. "Titip Cila ya, Bun."
"Iya Aruna, kamu jangan khawatir."
"Terimakasih Bunda."
"Bunda juga terimakasih karena kamu sudah menerima anak Bunda dan juga Cila."
Aruna tersenyum manis pada Sinta. Dulu dirinya mau menerima Safir karena ada rasa hutang budi pada keluarga Farnaz, tapi seiring berjalannya waktu rasa dalam hati ya mulao berubah drastis. Aruna sangat mencintai Safir dan juga Cila sepenuh hatinya.
"Aku ke kamar dulu ya, Bun."
Setelah itu Aruna berjalan menuju kamarnya dan mencoba beristirahat meski perasaannya masih tak tenang.
Andai Cila bisa ia ajak perjalanan jauh, pasti perasaannya tak akan segalau ini sekarang.
Umur Cila sekarang sudah masuk tiga bulan, tapi imun tubuh Cila benar-benar sangat rendah sehingga bayi itu sangat mudah terserang penyakit.
"Aruna."
Aruna menoleh ke sumber suara, ternyata Safir yang masuk ke dalam kamarnya. Aruna langsung bangkit dan duduk bersandar di punggung ranjang. "Aku nggak tenang tinggalin Cila."
Safir meraih tangan Aruna dan berusaha menenangkannya. "Kamu yang tenang, Cila pasti aman sama Bunda."
"Iya aku tau, tapi kamu tau sendiri kan gimana kalau Cila lagi sakit?" Saat sakit Cila memang tak bisa berpisah darinya.
"Aruna, ketemu sama keluarga kamu di kampung itu nggak mudah. Kita sudah ada kesempatan, belum tentu kita dapat kesempatan itu lagi kan?"
Ucapan Safir memang benar. Sangat sulit menghubungi keluarganya disana, saat Aruna meminta bertemu untuk meminta restu saja respon mereka sangat buruk.
Safir mengikis jarak di antara mereka dan memeluk tubuh Aruna. "Cila pasti baik-baik saja," ucap Safir dengan nada sangat lembut.
"Besok setelah foto prewedding kita langsung pulang ya."
"Katanya kamu pengen liburan dulu."
Aruna langsung menggeleng kuat. Bagaimana bisa ia bersenang-senang sedangkan di rumah Cila sedang sakit dan merindukan pelukannya.
"Maaf ya aku tadi udah nyinggung perasaan kamu. Aku nggak bermaksud meragukan kecintaan kamu pada Cila, aku hanya ingin meyakin kan lagi perasaan kamu karena Cila akan bersama kita selamanya."
Dalam pelukan Safir Aruna mengangguk.
"Yasudah kamu istirahat dulu kan seharian kamu belum istirahat, nanti aku bangunin kalau udah jam-nya." Safir melepas pelukannya dan mengusap pipi Aruna.
"Kamu juga istirahat, jangan kerja terus."
Safir tersenyum tipis. "Iya, aku nggak kerja. Mau temenin kamu disini."
"Aku nggak minta loh."
"Iya Aruna." Safir membantu Aruna merebahkan tubuhnya lagi di ranjang dan mengusap kepalanya penuh sayang.
"Kamu nggak mau tidur sekalian?"
Safir menggeleng, kalau dia ikut tidur bisa-bisa mereka tak jadi berangkat.
***
Pukul sebelas malam Aruna dan Safir sudah sama-sama siap. Keduanya sama-sama mengenakan baju tebal karena mereka akan mengunjungi daerah dataran tinggi yang memiliki suhu sangat rendah.
"Sudah siap?" Tanya Safir memastikan.
"Sudah." Aruna menarik kopernya keluar dari kamar.
"Pamit sama Ayah, Bunda dulu." Safir mengetuk pintu kamar Sinta yang tertutup rapat.
Tak lama kemudian Sinta membuka pintu untuk mereka. "Kalian sudah mau berangkat?"
"Iya Bun, Cila gimana?"
"Cila sudah tidur, kalian tenang aja ya nikmati liburannya kata dokter tadi besok suhu tubuh Cila sudah turun."
"Ma, aku boleh ketemu Cila dulu?" Tanya Aruna.
"Boleh, yuk masuk."
Safir dan Aruna masuk ke dalam kamar Sinta dan berpamitan pada Cila yang sudah tertidur nyenyak.
"Mama sama Papa berangkat dulu ya." Aruna mencium pipi dan kening Cila dengan perlahan agar bayi itu tak terbangun.
Setelah sama-sama berpamitan dengan Cila dan juga Sinta serta Aditya mereka langsung masuk ke dalam mobil Ranger Rover yang di kemudikan oleh Sopir.
"Semoga sampai sana kita bisa di sambut baik, ya mas," ucap Aruna saat mobil sudah mulai melaju kencang membelah jalan.
***
Haloo gaiss udah update nihh ...
Jangan lupa buat pencet love biar kalian nggak ketinggalan cerita ini ya ...
Terus komen-komen terbaiknya juga di tunggu selalu, jadi jangan lupa tulis di kolom komentar ya gaisss♥️♥️♥️♥️
Follow akun author juga disarankan karena akan banyak cerita-ceeita bsru yang akan datang setiap bulannya. Insyaallah ....