Semoga kalian suka dan kalian puas dengan kisah yang aku sajikan kali ini?????Sebelum membaca kalian bisa pencet love atau follow terlebih dahulu, karena pencet love dan follow itu gratis gaiss, gratisss tiss tisss
Ayo pencet sekarang, aku tunggu sampai lima menit yaa...
.
.
.
.
.
Sudah lima menit, kuyy sekarang nikmati kisah Safir dan Aruna yang menggemaskan??????
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
Aruna mengulum bibirnya sambil menahan senyum bahagia. Sore ini Safir dan calon ibu mertuanya mengajak ke butik untuk fitting gaun tunangan dan juga gaun pernikahan.
"Kata Safir kamu pengen tema rose gold jadi kemarin Bunda pesan khusus beberapa model dengan warna itu, sekarang kamu pilih aja mana yang cocok."
"Bun, untuk gaun pertunangan ini nggak terlalu wah ya?" Aruna berani bilang seperti itu karena gaun yang di tunjukkan adalah gaun elegan yang menjuntai panjang dengan kain super premium dengan hiasan-hiasan payet yang menambah keindahan gaun itu. Tak hanya itu sebenarnya masih ada tiga model lain yang tak kalah cantik.
"Aruna, ini hari spesial kamu dan Safir. Kita mau buat acara besar-besaran."
"Kalau kamu masih bingung memilih, bisa di coba dulu satu-satu di fitting room."
Aruna menggeleng. Ia sudah mendapat gaun yang pas dan sesuai seleranya. "Yang ini, Bun. Aku pilih model yang ini." Aruna menunjuk gaun panjang dengan layer-layer di bawahnya.
"Yasudah, kalian bisa coba. Safir coba tuxedo-nya dan Aruna coba gaun. Fitting room cowok di sebelah sana." Sinta menunjuk fitting room di sebelah kiri.
Aruna di bantu oleh salah satu karyawan butik karena gaun yang akan ia gunakan terbilang ribet dan susah bila di lakukan sendiri.
"Wah cantik. Badannya juga langsing jadi pas banget." Puji karyawan yang membantu memasang gaun.
"Terimakasih, mbak."
"Sebentar saya buka pintunya dulu." Karyawan perempuan itu membuka pintu fitting room lebar-lebar agar Aruna tak kesulitan.
"Bunda," panggil Aruna.
Sinta menghentikan obrolannya dengan pemilik butik dan memandang ke arah calon menantunya dengan tatapan sangat takjub.
Tak hanya Sinta, diam-diam Safir juga memandang Aruna dengan tatapan memuja.
"Cantik sekali ...." puji Sinta.
"Terimakasih, Bun," ucap Aruna sambil tersipu malu.
"Safir coba deketan sini." Sinta menarik Safir agar mendekat ke arah Aruna.
"Gandeng tangannya."
Aruna menuruti perintah Sinta dan melingkarkan tangannya di lengan Safir.
Sedangkan Sinta menyiapkan kamera di ponselnya. "Senyum yang cantik."
Keduanya sama-sama tersenyum sambil menatap kamera.
Akhirnya setelah mendapat beberapa jepretan Sinta sangat puas. Ia langsung membagikan foto-foto itu di grup keluarga dan sosial medianya.
Tak berhenti sampai di situ. Mereka masih harus mencoba gaun pengantin yang di desain lebih mewah dari gaun pertunangan. Rasanya Aruna setengah tak percaya saat gaun berwarna putih mirip dengan gaun cinderella melekat di tubuhnya.
Aruna juga masih tak menyangka kalau dirinya akhirnya akan menikah. Seumur hidupnya Aruna tak pernah memikirkan pernikahan apalagi membayangkan pernikahan yang mewah dan dengan suami yang tampan.
Yang berada dalam kepalanya hanya bekerja, bekerja dan bekerja. Sebelum adiknya berhasil luluss dan mendapat ijazah S1, Aruna tak akan bisa berhenti berjuang.
Mungkin kalau tidak ada Safir yang super nekat untuk menikahinya secepat ini, mungkin ia akan terus melajang sampai umurnya berada di kepala tiga.
"Kalian langsung pulang aja kasiaha Cila di tinggal sama mbak. Bunda mau ke kantor dulu sebentar."
"Mau kita antar dulu?"
"Nggak usah, mama bisa naik taksi."
"Bunda hati-hati ya, kita duluan." Safir dan Aruna berjalan terlebih dahulu menuju parkiran dan pulang menuju rumah orang tua Safir.
***
Pulang dari butik tadi jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Setelah memandikan Cila, Aruna langsung bergegas menuju dapur dan membantu dua ART memasak untuk makan malam.
Di rumah orang tua Safir sangat berbeda dengan apartemen Safir. Di sini sangat banyak pembantu yang membantu mengurus dan merapikan rumah. Sedangakan di apartemen Safir, hanya ada satu pembantu. Yaitu dirinya.
"Nona Aruna istirahat saja, nanti kita dimarahin tuan Safir kalau Nona berada disini," ucap ART itu panik karena Aruna turun tangan di dapur dan bekerja layaknya ART yang lain.
"Tidak ada yang marah, Bi. Memasak udah jadi kebiasaan aku kok, jadi bibi tenang aja tangan aku nggak akan keiris kok." Aruna santay saja karena ia merasa sangat aneh kalau cuma berleha-leha saja. Apalagi sekarang dirinya berada di rumah calon mertuanya, sangat tak enak dilihat kalau ia hanya duduk-duduk dan bermesraan dengan Safir.
"Emmm, nona." Salah satu pembantu tampak menoel tangan Aruna dan memberikan kode yang tidak Aruna ketahui.
"Kenapa bi?" Tanya Aruna bingung.
Pembantu itu menunjuk sesuatu dengan matanya.
Aruna melihat arah mata pembantu itu, ternyata Safir sudah berdiri di belakangnya sambil memperhatikan kegiatan sorenya.
"Kenapa Mas?" Tanya Aruna.
"Boleh request nggak?"
Aruna membalikkan posisinya dan berhadapan dengan Safir yang berada tak jauh dari tubuhnya. "Kamu mau dimasakin apa?"
"Buatin udang crispy yang banyak, sekalian saos asam manis."
"Kamu kemarin baru makan udang loh, nggak bosan?"
Safir menggeleng dengan wajah polos. "Aku kan suka udang."
"Iya, iya, sekarang kamu jaga Cila lagi gih, kasian dari tadi kita titipin terus."
"Kamu juga jangan capek-capek besok kita mau perjalanan jauh." Pesan Safir.
"Setelah pesanan kamu selesai aku langsung istirahat kok."
"Yasudah, aku sama Cila dulu ya. Kalau sudah susul kita."
Setelah Safir pergi Aruna menatap heran ke arah dua pembantu yang saat ini bersamanya di dapur. Wajah dua pembantu itu tampak terkejut dan wajahnya memerah.
"Bibi kenapa?" Tanya Aruna tak mau bingung.
"Itu tadi beneran tuan Safir?"
"Iya, kenapa sih Bi?"
Kedua pembantu itu terlihat histeris dan saling berpelukan.
"Loh, loh bibi kenapa sih?" Aruba benar-benar merasa sangat bingung dengan tingkah kedua pembantu itu.
"Akhirnya tuan Safir kita bisa berubah. Tuan Safir bisa menghargai orang, baik sama orang, dan lembut pada orang. Selama sepuluh tahun kita mengabdi disini, baru hari ini kita melihat tuan Safir tampak hangat pada orang lain khususnya wanita."
Hmm, sekarang Aruna tahu kenapa dua pembantu itu sampai sehisteris itu. "Safir sebenarnya baik kok, bi."
"Tapi suka serem, Non. Apalagi kalau lagi ngamuk, semua barang-barang dia banting."
"Hah? serius Bi sampai segitunya?" Untuk urusan banting membanting Aruna baru mengetahui sekarang. Karena setahunya saat marah Safir hanya diam dan menimbulkan kebingungan orang-orang.
Kedua pembantu itu mengangguk sambil melanjutkan perkerjaannya.
Aruna hanya bisa berdoa semoga Safir bisa berubah seiring berjalannya waktu. Tidak hanya dengannya tapi juga dengan orang-orang di sekitarnya.
Entah apa yang membuat Safir sangat dingin dan acuh pada orang-orang di sekitarnya, Aruna belum mendapat jawabannya sampai saat ini. Hidup Safir terlalu tertutup rapat sampai Aruna tak mendapat akses masuk untuk mengetahui informasi-informasi penting.
***
Saat ini Aruna sudah selesai masak dan selesai mandi sore. Setelah ini ia akan menyusul Safir dan Cila yang berada di taman mini depan rumah.
Namun, sebelum itu, Aruna menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Dress berwarna pink yang ia kenakan saat ini benar-benar terlihat sangat pas di tubuhnya.
Semenjak ia tinggal bersama Safir dan mengurus Cila, ia benar-benar merubah penampilannya sangat drastis. Aruna yang dulu gemar memakai kaos oblong dan celana jeans pendek, saat ini hari-hari ya dihiasi oleh dress di atas lutut yang memiliki model yang berbeda-beda.
Safir juga sangat mendukung penampilannya saat ini. Beberapa kali pria itu membawakan dress cantik yang bermerek terkenal.
Setelah puas melihat penampilannya, Aruna segera keluar dari dalam kamar dan menyusul Safir dan Cila.
"Halo Cila." Aruna langsung mengambil duduk di samping Safir yang tengah memangku Cila.
"Hai, Mama ...." Jawab Safir.
"Cila nggak rewel kan hari ini?" Aruna menoel-noel pipi gembil Cila.
"Cila udah pinter, nggak rewelan lagi."
"Sini, Cila sama Mama."
Safir memberikan Cila pada Aruna yang seharian belum menggendong karena kesibukannya di kantor Safir dan lanjut fitting baju yang berlangsung lama.
Aruna mencium seluruh wajah Cila. Saat ini ia benar-benar sudah lengket dengan Cila, begitupun sebaliknya. Ikatan batin antara keduanya sudah terbentuk secara alami, layaknya ibu dan anak sungguhan.
"Sudah berapa besar cinta dan sayang kamu pada Cila?" Tanya Safir tiba-tiba.
"Tumben tanya begitu, kenapa?"
"Aku cuma pengen pastiin aja kamu benar-benar siap merawat dan membesarkan Cila."
Sebenarnya Aruna tak suka ucapan Safir saat ini. Pria itu seakan-akan masih meragukan dirinya, padahal sudah hampir satu bulan ia merawat Cila dengan penuh kasih sayang.
"Mas, aku nggak suka kamu ngomong gitu!" ucap Aruna terang-terangan kalau ia memang tak suka Safir terus menaruh curiga padanya yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
"Aku nggak bermaksud meragukan kamu. Aku hanya ingin memastikan, kalau kamu memang benar-benar siap mengasuh anak yang bukan berasal dari kandungan kamu."
"Aku siap, dari awal kamu membawa Cila aku sudah berjanji sama diri aku sendiri kalau aku akan membesarkan Cila dengan cinta meski dia bukan anal kandung aku!" Aruna yang sudah mangkel langsung pergi begitu saja meninggalkan Safir di taman.
"Aruna!" Panggil Safir yang tak Aruna hiraukan. Biar saja mumpung statusnya sudah berubah, ia bisa marah terang-terangan karena Safir selalu menaruh curiga yang berlebihan.
Aruna masuk ke dalam kamarnya dan menidurkan Cila di ranjangnya. Di depan pintu tersengar suara Safir yang memanggil-manggil namanya.
***
Haloo gaiss udah update nihh ...
Jangan lupa buat pencet love biar kalian nggak ketinggalan cerita ini ya ...
Terus komen-komen terbaiknya juga di tunggu selalu, jadi jangan lupa tulis di kolom komentar ya gaisss♥️♥️♥️♥️
Follow akun author juga disarankan karena akan banyak cerita-ceeita bsru yang akan datang setiap bulannya. Insyaallah ....