Semoga kalian suka dan kalian puas dengan kisah yang aku sajikan kali ini?????Sebelum membaca kalian bisa pencet love atau follow terlebih dahulu, karena pencet love dan follow itu gratis gaiss, gratisss tiss tisss
Ayo pencet sekarang, aku tunggu sampai lima menit yaa...
.
.
.
.
.
Sudah lima menit, kuyy sekarang nikmati kisah Safir dan Aruna yang menggemaskan??????
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
Masih dengan balutan gaun sisa pemotretan prewedding, Aruna membuntuti Safir yang tampak mencurigakan karena tiba-tiba pergi begitu saja tanpa pamit padahal mereka tengah melakukan pemotretan.
Aruna berusaha melewati jalan bebatuan dengan sepatu ber-hak tinggi dan berusaha melihat apa gang Safir lakuakan.
Dari jarak jauh, Aruna bisa melihat Safir tengah menerima telfon dengan raut wajah yang sumringah. Karena Aruna berhak penasaran, ia lebih mendekatkan diri pada Safir namun tetap berhati-hati agar tidak ketahuan.
Dari sini Aruna bisa melihat dengan jelas senyum yang terpancar dari bibir Safir dan juga suara lembut yang tak bisa terdengar disemua telinga orang.
"Gimana sekarang, sakitnya sudah sembuh? nggak lupa terapi kan meski nggak aku temenin?"
Dia siapa, dan sakit apa dia? sampai Safir begitu perhatian pada orang itu.
"Bagus, kamu nggak boleh bolos terapi. Katanya mau main ke Bali jadi harus cepat sembuh, ya."
Aruna tidak tahu siapa orang yang telfon dengan Safir. Tapi mendengar lembutnya suara itu dan besarnya perhatian yang ia beri membuat d**a-nya terasa sesak. Meski belum tentu orang yang Safir telfon adalah perempuan.
"Jadi sekarang kamu berhenti diet terus badan kamu melar?" Safir terlihat tertawa sangat bahagia. "Nggak apa-apa dong, kan wajah bulat jadi menggemaskan."
Aruna cemberut dan meremas-remas dedaunan yang berada di hadapannya. Dari pembicaraan barusan sepertinya Safir tengah telfon dengan seorang wanita.
"Enggak gombal, Eliza."
Nah, dugaan Aruna benar. Safir tengah menelfon seorang wanita.
"Yasudah, kamu cepat sembuh ya, El. Semangat terapinya, aku tunggu di Bali nanti."
Setelah Safir menyelesaikan telfonnya dan akan kembali ke tempat pemotretan, Aruna langsung menghadang dengan wajah bengisnya.
"A-A-Aruna?" Safir terlihat sangat teekejut melihat kedatangan Aruna yang tiba-tiba.
"Eliza?" ucap Aruna sambil tersenyum miring.
"Kamu ikutin aku?"
"Siapa Eliza? Pujaan hati kamu atau ibu kandung Cila?!" Tuduh Aruna tanpa basa-basi lagi karena dari percakapan mesra mereka tadi sudah bisa membuktikan kalau Safir memiliki hubungan spesial dengan si "Eliza"
"Aruna, kamu jangan salah faham dulu." Safir berusaha menggenggam tangan Aruna. Tapi, Aruna terus mengelak.
"Tenyata selama ini aku bodoh banget sudah percaya sama semua bualan kamu," ucap Aruna dengan nada suara menyedihkan karena kedok Safir baru terbongkar saat persiapan pernikahan sudah hampir seratus persen.
"Benar kata kamu dulu, kamu hanya butuh aku sebagai baby sitter Cila aja. Lebih baik kita akhiri sekarang, nggak ada gunanya di teruskan kalau kenyaataannya kita tak saling cinta." Satu tetes air mata Aruna jatuh dan diikuti tetesan yang lalin.
Safir menggeleng dan berusaha menyangkal ucapan Aruna. "Kamu salah paham sayang. Aku nggak seperti yang kamu pikirkan saat ini."
"Plak!!"
Aruna menampar pipi kiri Safir dengan kekuatan penuh dan segera berlari meninggalkan Safir sendiri. Hatinya benar-benar sangat sakit mendengar langsung percakapan Safir yang lebih mesra dengan wanita itu di banding dengannya.
"Aruna hati-hati, jangan lari!!"
Aruna tak peduli dengan teriakan Safir, ia terus berlari melewati jalan bebatuan dan kembali ke tempat pemotretan.
"Aruna hati-hati nanti kamu jat --- tuh ..." belum selesai Safir memperingati, tubuh Aruna sudah terlebih dahulu terjatuh diantara bebatuan dengan kaki yang terkilir.
"Astaga! kamu nggak apa-apa?" Safir mendekati Aruna dan membantu wanitanya untuk duduk.
Aruna tak menggubris ucapan Safir dan terus memijat pelan pergelangan kakinya yang terasa sangat sakit dan tak bisa digerakkan.
"Kaki kamu kesleo?" Safir melepas sepatu hak tinggi yang Aruna kenakan dan ikut memjiat pelan.
"Aduhh, sakit ...." Aruna merintih tak tertahan.
"Tahan sebentar." Safir meluruskan kaki Aruna dan mulai menarik kuat pergelangan kaki Aruna yang terkirlir.
"Gimana udah mendingan?"
Aruna tak menjawab dan terus memijat pergelangan kakinya yang sudah tak separah tadi. Namun masih terasa sangat sakit dan susah di gerakkan.
Aruna memekik saat Safir tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan membawanya pergi ke tempat pemotretan.
"Guys, pemotretannya selesai sampai disini dulu, Aruna lagi cidera dan nggak mungkin bisa lanjut," ucap Safir pada tim.
"Aruna kenapa?"
"Kakinya terkilir, saya dan Aruna balik ke vila dulu. Terimakasih buat hari ini." Safir buru-buru ke mobil dan membawa Aruna ke vila.
Untung saja jarak vila dengan lokasi pemotretan cukup dekat, jadi mereka tak membutuhkan waktu lama.
Sesampainya mereka di vila, Safir langsung memanggil dokter karena ia takut Aruna patah tulang atau semacamnya.
"Nggak usah sok peduli kamu!" Sentak Aruna.
Safir memandang Aruna tak percaya. Selama bertahun-tahun dirinya bersama Aruna baru kali ini Aruna berani membentaknya bahkan mengeluarkan emosinya dengan lepas.
"Aku memang peduli sama kamu."
"Bohong! kamu itu pembohong! udah, nggak usah di lanjutin aku nggak mau menikah dengan orang yang tidak mencintai aku!" ucap Aruna dengan nada frustasi. Kakinya sakit, hatinya terasa lebih sakit.
"ARUNA!" sentak Safir dengan nada tinggi.
"Aku emang bodoh banget!" Aruna malu dengan dirinya sendiri. Ia sudah sangat kegeeran karena menyangka Safir juga menginginkannya.
"Kamu salah paham, Aruna." Safir duduk di samping ranjang dan mengusap tangan Aruna.
"Aku tau, Mas kamu itu orangnya bagaimana. Kalau itu bukan wanita penting kamu nggak mungkin seperhatian itu. Udah lah mumpung masih ada waktu kita batalkan aja semuanya."
Safir melepaskan genggaman tangannya dan menyerbu bibir Aruna dengan brutal. Tak ada yang bisa menghentikan ocehan Aruna selain ciuman panasnya.
Safir terus berusaha menekan tengkuk Aruna dan mencoba membuka bibir Aruna yang tertutup rapat.
Aruna berusaha mendorong d**a Safir agar menjauh dari bibirnya karena ciuman Safir kali ini sangat menuntut, dan ia takut Safir berbuat macam-macam padanya.
Setelah beberapa saat beradu, akhirnya Safur mengakhiri ciuman panasnya dan mengusap bibir Aruna yang tampak berantakan. "Aku tidak sebrengsek yang kamu pikirkan. Aku tidak pernah bermain-main dengan pernikahan!"
Aruna terdiam dan menunduk, ia tak bisa menatap wajah Safir yang menatap intens wajahnya.
"Lihat aku, Aruna!" Safir mengangkat dagu Aruna dan mengarahkan ke wajahnya.
"Aku serius ingin membangun rumah tangga dengan kamu, dan aku cinta sama kamu!"
Aruna menyentak tangan Safir yang berada di dagunya. "Kalau kamu benar serius dengan aku, siapa wanita itu?!"
"Oke aku akan jujur, tapi tolong kamu percaya sama aku."
Aruna hanya mengangguk pelan.
"Dia Eliza, mantan pacar aku."
Selama ini ternyata dirinya sudah salah sangka. Safir pernah berpacaran dengan wanita lain.
"Kamu pasti bingung kenapa aku bisa sehalus itu dengan dia padahal dia sudah jadi mantan aku."
Nah, itu yang menjadi pertanyaan Aruna.
"Dia nggak bisa dikasarin, dan sampai sekarang dia masih suka bergantung sama aku meski kita sudah berpisah sangat lama."
"Kenapa kamu nggak nikah aja sama dia?!"
"Aruna, sabar kamu jangan teriak-teriak gini." Safir tetap berusaha menenangkan emosi Aruna yang terus bergejolak.
"Diam, aku bakal jelasin semuanya. Eliza mantan pacar aku tujuh tahun lalu waktu aku dan dia masih sama-sama kuliah. Dia anak teman Bunda, dan kita sempat akan dijodohkan. Tapi, dia mengkhianati aku, diam-diam dia selingkuh dan sering having s*x sama teman aku sendiri. Setelah itu aku mengakhiri hubungan karena aku bukan pria bodoh."
Aruna terus menyimak penjelasan Safir dan tak memotong pembicaraannya.
"Setelah kita putus dia berubah, dia sempat depresi, suka menyakiti dirinya sendiri, bahkan dia pernah melakukan percobaan bunuh diri dan berujung kaki sebelah kiri dia cidera parah sampai harus bolak balik ke rumah sakit untuk terapi agar kaki dia bisa kembali sehat." Jelas Safir panjang lebar.
"Pasti dia cinta mati sama kamu," ucap Aruna.
Safir menggeleng. "Bagi aku setia itu harga mati, sekali kesetiaan aku dikhianati aku nggak bakal sudi mau balik lagi."
"Kalau dia sampai tahu kita menikah gimana? aku nggak mau dia gantung diri terus mati!"
"Dia lagi di Kanada dan nggak akan kembali ke Indonesia."
"Bisa aja dia kesini, kamu janjiin dia ke Bali kan?!" Aruna masih terus bertahan dengan nada sinisnya. Meski ia sudah paham kenapa Safir bisa lembut dengan wanita itu, tapi tetap saja ia kesal karena ia sudah akan menikah tapi tidak mampu menjauh dari mantannya.
"Itu sudah lama sebelum kita dekat. Aku hanya basa basi janjiin itu biar dia semangat terapi."
"Apa selamanya kamu tetap seperti itu sama dia? selalu menuruti maunya, dan seakan kamu masih cinta sama dia?"
"Enggak Aruna. Aku sendiri sebenaenya juga sudah muak terus akting seperti ini."
"Terus kenapa kamu nggak coba melepaskan diri kalau kamu memang sudah nggak mau?"
Safir berdecak. Kalau ia tiba-tiba berhenti dan dingin pada Eliza, sudah pasti wanita itu akan mengamuk dan mencoba mencari-cari perhatiannya lagi dengan cara mencoba menyakiti dirinya sendiri.
Safir memeluk tubuh Aruna dan berusaha meyakinkan kalau hanya ada nama Aruna di hatinya. "Kamu jangan berfikir macam-macam, pelan-pelan aku akan berusaha membuat Eliza lepas dari aku."
"Janji?"
Safir melepaskan pelukannya dan mengangguk. "Hanya Aruna."
Rasa marah yang luar biasa dihatinya tiba-tiba lenyap begitu saja. Tergantikan senyuman tipis yang menghiasi bibirnya.
"I love you." Safir meraih tengkuk Aruna dan kembali terlibat ciuman lembut penuh perasaan. Tangannya juga sepertinya tak bisa berhenti, ia membelai pipi sampai leher jenjang Aruna yang tak tertutupi apapun karena ia menggunakan gaun tanpa lengan.
"Mas ...." Aruna berusaha menahan lengan Safir saat pria itu mulai melepas resleting gaun yang berada dibelakang.
Namun, tampaknya Safir tak peduli. Dia tetap menggigit-gigit kecil leher putih Aruna dan kedua tangannya menyerang dua bukit kembar yang saat ini hanya terbalut bra karena bagian atas gaun yang Aruna gunakan sudah melorot.
Aruna mendesah tertahan. Ini kali pertamanya Safir sampai sejauh ini. Biasanya Safir berhenti di ciuman panjangnya saja.
"Mashh ... jangan dulu, ahhh!"
Aruna berusaha menghentikan Safir dan menahan kuat tangan Safir saat pria itu akan melepas bra yang menjadi penutup bukit kembarnya.
Safir langsung tersadar dan menjauhkan tubuhnya dari atas tubuh Aruna yang sudah hampir ia telajangi.
"Maaf." Safir menutup tubuh Aruna yang sudah hampir telanjang dengan badcover.
Aruna dan Safir tampak salah tingkah karena hampir melakukan hal yang belum waktunya mereka lakukan.
"Aku ke kamar mandi dulu." Pamit Safir setelah itu ia berlalu menuju kamar mandi
****
Haloo gaiss udah update nihh ...
Jangan lupa buat pencet love biar kalian nggak ketinggalan cerita ini ya ...
Terus komen-komen terbaiknya juga di tunggu selalu, jadi jangan lupa tulis di kolom komentar ya gaisss♥️♥️♥️♥️
Follow akun author juga disarankan karena akan banyak cerita-ceeita bsru yang akan datang setiap bulannya. Insyaallah ....