"Sayang, ini aku," cicit Kai. "Pergi! Aku tidak mau melihatmu lagi!" tegas Nadira. Hancur. Satu kata yang dapat mewakili perasaan Kai saat ini. Tubuh pria itu terpaku di tempatnya. Bulir bening terus berjatuhan seiring dengan penolakan Nadira padanya. 'Apa sudah tidak ada kesempatan lagi?' jeritnya dalam hati. "Izinkan aku tetap di sini, aku mohon," pinta Kai memelas. Nadira menggeleng, masih dalam dekapan ibunya gadis itu menjawab. "Kau, atau aku yang pergi dari sini?" tanyanya dengan suara yang nyaris tenggelam. Butiran kristal itu bak manik-manik putus talinya, pun ketika Kai memejamkan mata. Cukuplah air asin itu menjadi bukti betapa hatinya terluka, dan sialnya lagi cairan itu terus berdesakan untuk keluar. Rasa sakit hatinya sungguh sulit dia definisikan. Penolakan Nadira aka