104. Mati karena kesepian

1897 Kata

"Mamah lihat Aldo pria yang baik, Pah." Arif meletakkan kembali cangkirnya, menatap wanita yang telah menemani hidupnya selama puluhan tahun itu dengan seksama. Dia tahu ke mana Mutia menggiringnya melalui pertanyaan itu. "Ehm. Kita sudah sering membahas soal ini Mah. Perlu Mamah ingat! Selama Kai belum menanda tangani surat perceraian itu, Dira masih berstatus sebagai istrinya, dan coba Mamah pikir. Apa kira-kira Kai akan mau menanda tangani surat itu?" Mutia mendesah panjang. Ia lantas mengurungkan niatnya pergi menyusul Nadira di kebun, dan memilih duduk berdekatan dengan suaminya. "Apa Papah tahu bagaimana perasaan Mamah saat tahu hidup anaknya hancur? Berapa banyak air mata yang sudah Dira keluarkan untuk lelaki itu?" "Lalu apa Mamah tahu penyebab dibalik tangisan di setiap malam

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN