"Jadi kalian putus?" Tanya Devina padaku. Saat ini kami berada di Mal. Aku memilih tidak masuk kerja sepulang sekolah. Tidak perlu aku jelaskan apa alasannya. Aku merasa terpuruk dan hancur. Aku merasa tidak semangat lagi. "Iya," jawabku pelan dan letih. Devina menautkan kedua alisnya. "Ya udah, lo jangan layu kaya gitu dong. Cowok bukan cuma Daren kan?" Dia menggenggam tanganku. Devina benar, cowok itu bukan hanya Daren. Tapi cowok yang aku sukai cuma dia. Juga satu satunya cowok yang sudah tahu diriku luar dalam adalah dia. "Hey! Gue enggak suka Adena yang kaya gini." Devina mengusap pipiku yang basah. Aku bukannya menghentikan tangis ini, tapi malah sesenggukan tidak berdaya. Aku memang tidak berdaya. "Adena ...," Devina merangkup kedua sisi wajahku. "Enggak kaya gini, sayang. Dar