Di ruang tamu yang dipenuhi keanggunan antik dan aroma melati yang memabukkan, Keysa berdiri di depan ayahnya, Sugih. Cahaya matahari sore menembus jendela, memantulkan sinar lembut pada wajahnya yang tampak tegas dan penuh tekad. Bibirnya yang merah merekah mengucapkan kata-kata yang menciptakan getaran di udara. "Aku tahu, kalau Ayah menyayangi Adena," ucap Keysa dengan nada yang tenang namun tegas, seakan-akan setiap kata adalah batu bata yang menambah tinggi dinding keinginannya. "Aku cuma mau bilang, segera resmikan pertunangan ku dengan Altar. Maka Ayah boleh membawa Adena ke rumah ini." Di sudut ruangan, adenium merah muda yang hampir layu menambah keheningan yang aneh. Keysa memandangi bunga itu sejenak, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke wajah Sugih yang kini tampak berusa