10

1283 Kata
Kring kring Mendengar suara bel pulang sekolah, Vanna dengan cepat merapikan buku yang di keluarkannya dan memasukan kembali kedalam tas. Tanpa berbicara sedikitpun kepada sahabatnya, ia langsung melenggang pergi dari kelas. Sesampainya didepan sekolah, ia melihat Dirga yang tengah bersandar pada mobilnya. Gadis itu melangkah mendekat kearah Dirga yang notabenenya sahabat Raffa. "Gue anter lo ke rumahnya Raffa." Ujarnya to the poin. Vanna mengangguk lalu langsung masuk ke mobil Dirga. Vanna berpikir tentang Raffa. Bagaimana dengan pemuda itu sekarang? Apakah ia sudah membaik? Apakah demamnya sudah turun? Atau ia bertambah parah sakitnya? Gadis itu menggenggam tangannya erat. Siapa yang melihatnya pasti tau jika ia sangat panik saat ini. "Kak, bisa lebih cepat?" °°° Perlahan mata Raffa terbuka. Ia merasakan ada sesuatu yang dingin menempel dikeningnya. Dan pandangannya langsubg tertuju pada seseorang yang sedang membelakanginya. Dengan segenap tenaga, pemuda itu mencoba untuk duduk lalu langsung memegang kepalanya yang sangat sakit. Vanna yang mendengar suara erangan langsung berbalik dan mendapati Raffa yang terduduk sambil memegang kepalanya. Dengan cepat ia langsung duduk ditepi ranjang dan menatap Raffa khawatir. "Masih pusing?" Raffa melepaskan tangannya dari kepalanya dan menatap Vanna. Senyuman langsung terukir dibibirnya yang pucat, walaupun tak selebar seperti biasanya. "Gak papa kok, gak usah khawatir berlebihan gitu. Kayak gue mau mati aja sakit kek gini." Pletak "Kalo ngomong itu dipikir dulu. Ngapain lo bawa-bawa mati segala." "Orang sakit malah dijitak. Lembut dikit dong." Vanna mendengus lalu bangun dan langsung dicekal Raffa. "Mau kemana?" "Ngambil obat dulu. Sama makanan." Setelah mengatakan itu, Vanna langsung pergi keluar kamar Raffa. Vanna datang sambil membawa nampan yang diatasnya berisi semangkuk bubur. Gadis itu menaruh nampan beserta bubur tersebut di atas nakas. "Makan." "Suapin." "Punya tangankan?" Raffa mengangguk. "Nah, kalo ada ya pake makan sendiri." Raffa mengerucutkan bibirnya. "Gue gak akan makan kalo gak disuapin." Tegas Raffa masih dengan memayunkan bibirnya. Sejak kapan nih anak sok imut gitu. Pikir Vanna. "Kalo gitu gue panggil Bi Ijah dulu." "Buat apa?" "Biar Bi Ijah yang nyuapin lo. Kan lo mau disuapin." Kata Vanna dengan wajah yang dibuat polos. Raffa mendengus. "Gue gak mau makan kalo bukan lo yang suapin." Katanya sambil melipat kedua tangannya didada dan memalingkan wajahnya kesamping. Vanna yang melihat itu menahan tawa. Ia hanya mengerjai Raffa. Dan hal yang tak ia duga, Raffa kalo ngambek itu lucu. Gadis itu mendekat, duduk ditepi kasur lalu mengambil bubur itu. "Cie ngambek. Nih gue suapin." Raffa langsung menatap Vanna senang. Gadis itu menyendok bubur itu dan memasukan kemulut Raffa. Dan seterusnya sampai mangkuk yang penuh berisi bubur tersebut habis dimakan Raffa. Setelah selesai menyuapi Raffa, Vanna menyimpan mangkuk itu dan mengambil obat dan segelas air. "Minum nih obatnya. Biar gak sakit lagi." Dengan patuh, Raffa meminum obatnya. °°° Raffa menatap gadis yang berada didepannya. Senyuman terus tercetak dibibirnya yang pucat. Melihat gadis itu yang sedang mengupas kulit apel lalu memotong-motongnya kecil. Vanna menusuk potongan apel itu dengan garpu lalu menyodorkannya kearah Raffa. Dan dengan senang hati diterima Raffa. Masih dengan kegiatannya, Vanna terus memberi Raffa buah-buahan seperti sekarang. Ia sedang mengupas jeruk untuk Raffa. Melihat itu, pemuda itu berdecak sebal. "Gue udah kenyang Natasya. Dari tadi lo ngasih gue buah mulu." Vanna melihat Raffa sekilas lalu kembali mengupas kulit jeruk. "Biar lo cepet sembuh." "Gak gini juga kali Nat. Bego kok dipelihara." Raffa langsung membungkam karena ditatap tajam oleh Vanna. "Kalo lo gak makan, gue pulang sekarang." Raffa langsung menggeleng dan merampas jeruk yang dikupas Vanna dan memakannya. Melihat itu, Vanna tersenyum. Ia menaruh telapak tangannya dikening Raffa dan telapak tangan yang lain memegang keningnya sendiri. Memeriksa suhu tubuh Raffa dengannya. "Panas lo udah turun." Katanya lalu melepaskan tangannya dari kening Raffa. "Raf." "Hm." "Em, gue boleh nanya gak?" "Nanya apa? Atau lo mau nanya kenapa jantung lo berdetak cepat kalo dekat gue? Atau lo mau nanya kalo mungkin lo udah jatuh cinta dengan gue? Atauㅡ" "Kebanyakan atau lo. Gue gak nanya begituan. Dasar. Mau denger gak?" Raffa mengangguk. "Itu, yang dimeja. Foto cewek itu pacar lo yang lo bilang ninggalin lo?" "Lo lihat?" Dengan cepat Vanna mengibaskan tangannya. "Gak sengaja kok. Tadi gue ngelihat-liat kamar lo, eh gak taunya ada foto itu." "Iya. Dia pacar gue dulu. Dia perhatian banget sama gue. Walau kadang dia rewel, gue gak pernah bosen sama dia." Ada perasaan tak terima didalam diri Vanna. Ia merasa seperti salah telah memilih topik ini. "Kalo dia kembali, lo akan nerima dia kembali?" Tanya Vanna hati-hati. Vanna meringis dalam hati. Bego! Pastilah Raffa nerima kembali. Dia kan sayang banget sama pacarnya itu. "Tergantung sih. Kalo dia dateng disaat gue udah jatuh cinta sama yang lain, jawabannya tidak." Hati Vanna terasa terdorong mendengarkan perkataan Raffa. Ada apa dengannya? Tidak mungkinkan ia mulai menyukai Raffa? Mana mungkin seperti itu. Tapi perasaan apa yang sekarang ia rasakan jikalau itu bukan rasa cemburu? Merasa dirinya sekarang serba salah, Vanna tersenyum kikuk. "Gue kayaknya harus pulang sekarang deh. Udah sore nih. Lagian gue masih pake seragam sekolah." "Mau gue anterin gak?" Tawar Raffa. "Gak usah, gue bisa sendiri. Btw, lo bentar malem minum obat, terus tidurnya jangan kemaleman. Nanti gak sembuh-sembuh. Yaudah, gue pulang dulu." Cerca Vanna lalu bergegas keluar dari kamar Raffa secepat mungkin. Vanna berjalan kearah ruang tamu untuk mengambil tasnya yang ia tinggalkan disana. "Udah mau pulang Non?" Tanya Bi Ijah yang datang dari arah dapur. "Iya nih Bi. Udah sore. Vanna pulang dulu ya." "Iya Non." Vanna tersenyum simpul lalu keluar dari rumah Raffa. Ia menyetop taksi lalu menaikinya. Matanya menatap lurus jalanan dari jendela mobil. Ia memegang dadanya. Apa yang ia rasakan sekarang? Sepertinya perasaannya mulai berubah ketika dekat dengan Raffa. Terlebih ketika Raffa sedang bercerita tentang pacarnya dulu. Apakah ini perasaan saat menyukai seseorang? Apakah Vanna harus mengakui jika ia sudah jatuh dalam pesona Raffa? Si bad boy sekolah yang ia kenal karena kejadian di UKS. "Non." Vanna tersadar dari lamunannya. "Udah sampai Non." "Oh iya. Nih Pak uangnya." Kata Vanna lalu membayar dan keluar dari taksi. Vanna memasuki rumahnya dan langsung ke kamarnya setelah mengucapkan salam. °°° Raffa menatap foto-foto yang berada dialbum foto. Sesekali ia tersenyum melihat bahagianya ia dulu bersama Karina. Ingin rasanya ia bertanya 'apa kabar?' atau 'lagi apa?'. Tapi ia tak bisa melontarkan kata-kata tersebut seperti didalam pikirannya dengan mudah. Tangannya secara perlahan menutup album yang penuh kenangan itu. Melihat itu, rasa nyeri dihatinya kembali terasa. Ia ingin sekali memeluk gadis kesayangannya. Meluapkan semua rasa rindu yang selama ini ia pendam. Menyimpan kembali album itu dilaci meja, ia melihat sebuah note yang menempel di sana. Sakitnya jangan kelamaan ya! Ingat makan. Abis itu minum obat terus langsung tidur. By the way, gws yahh... Cepet sembuhh. Gue kangen lo disekolah. Rasanya kayak ada yang kurang gitu kalo gak ada si Raffa pembuat onar... Wkwkwk Si imut ♡Vanna Raffa terbahak membaca note dari Vanna. Seketika bebannya menghilang ketika mengingat gadis itu. Gadis yang ceria, mood yang susah diprediksi. Kadang baik, kadang jutek, kadang dingin, kadang lemot. Tapi ini yang membuat Raffa tertarik dengannya Ia mengambil ponselnya dan dengan telatennya ia menekan layar benda pipih tersebut. Tak butuh menunggu lama, panggilan langsung tersambung. "Halo." Senyuman merekah diwajah Raffa. Saat ia mendengar suara Vanna, hatinya menjadi tenang. "Hai Nat." "Raffa?" "Yap. Btw besok gue jemput lo ya." "Emangnya lo udah sembuh apa?" "Wah... lo ngeremehin daya tahan tubuh Raffa ya," Didengarnya Vanna mendengus dari sana. "Iyain aja deh. Cepet tidur. Biar lebih sehat," "Hooh. Eh, thanks ya Natasya yang imut. Gue suka note dari lo." Raffa melihat ponselnya lalu kembali menempelkan ponselnya ditelingannya. "Halo Nat? Lo masih disana?" "Em, yah. Oke deh. Gue mau tidur. Udah malem. Bye." Panggilan tersebut langsung terputus. Padahal Raffa belum mengucapkan selamat malam. Dengan senyuman tipis, Raffa kembali ke kasurnya dan berniat tidur. Agar bisa secepatnya melihat wajah Vanna besok.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN