11

1460 Kata
Vanna menatap pemuda dihadapannya yang dengan santainya memakan roti sambil bercanda gurau dengan kedua orang tuanya. Gadis itu heran dengan sifat Raffa yang dengan cepatnya akrab dengan orang tuanya. Mungkin Raffa tipe orang yang SKSD. Jadi semua orang tak canggung ketika bersamanya. Mungkin sifat Raffa inilah yang membuat mereka lebih akrab. Sesekali ia memperhatikan pembicaraan Raffa dengan kedua orang tuanya. Ia merasa seperti perasaan senang ketika melihatnya. Tapi perasaan apa ini? Dirinya dan Raffa saja tak ada hubungan yang pasti. Bukan saja hubungan, Raffa saja belum move on dari masa lalunya. Bagaimana ia bisa berpikir hubungannya dengan Raffa? Pasti dirinya sudah gila. Semalam ia sudah berpikir, apakah ia akan mulai membuka hatinya untuk pemuda dihadapannya ini? Tapi bagaimana jika suatu saat nanti ia akan sakit hati? Tapi ia kemudian kembali berpikir. Setidaknya ia pernah merasakan apa arti dari menyukai seseorang. Baiklah, Vanna mengakui jika ia sudah mulai menyukai Raffa. Pemikirannya ini tidak salah bukan?  Menyukai seseorang tidak ada yang melarang. Semua orang berhak menyukai. Termaksud dirinya. "Tante, Om. Saya dengan Natasya berangkat sekarang." Kata Raffa sopan. "Jagain Tasya disekolah ya Nak Raffa. Soalnya Tasya ini orangnnya manja. Jadi maklum kalo dia kadang rewel." Kata Vino -papa Vanna- Mendengar itu, Vanna cemberut. "Ih papa apaan sih." Vino hanya tertawa mendengarkan perkataan putrinya. Dengan senyuman, Raffa mengangguk. "Pasti Om. Saya akan selalu jaga Natasya. Kalo begitu kami jalan dulu." Ucap Raffa dan tak lupa menyalim tangan Vino dan Dila diikuti Vanna. Setelah keluar dari rumah Vanna, Raffa masuk kedalam mobilnya diikuti Vanna. Tanpa ada pembicaraan, Raffa melajukan mobilnya menuju sekolah. Raffa sesekali melirik Vanna yang hanya diam menatap kedepan. Pemuda itu lantas berdeham untuk mencairkan suasana. "Lo cantik hari ini." Ucapan Raffa ini fakta. Entah suasana hatinya yang sangat baik atau memang hari ini Vanna terlihat berbeda. "Dih, sejak kapan lo ngegombal receh gini?" "Gue ngomong sesuai fakta dibilang gombal. Emang cowok selalu salah dimata cewek-cewek." Kata Raffa dengan nada dibuat-buat. "Nah itu tau." Raffa mendengus. Sifat jutek Vanna mulai keluar. Mungkin ia harus lebih banyak belajar tentang perubahan suasana hati Vanna yang tak diduga-duga. Sesampainya di sekolah, Vanna langsung keluar dari mobil tanpa berbicara sekata pun dengannya. Melihat itu, Raffa tak ambil pusing dengan sikap Vanna. Pemuda itu berjalan dikoridor sekolah menuju kelasnya. Mungkin hari ini ia berniat untuk mengikuti pelajaran karena moodnya sangat baik. Kelas yang gaduh pun menyambut Raffa. Semua orang yang berada didalam kelas heboh karena Raffa masuk kelas pagi ini. Biasanya Raffa akan mengikuti pelajaran ketiga atau keempat. Teman sekelasnya jarang sekali melihat Raffa yang mau menginjakkan kakinya seperti saat ini. Tanpa menghiraukan kelas yang gaduh itu, Raffa berjalan menuju tempatnya yang berada paling pojok, dekat jendela. Randi dan Dirga yang melihat itu heran dengan sikap Raffa hari ini. Dengan langkah yang lebar, mereka mendekati Raffa yang sedang asyik duduk ditempatnya dengan tangan yang terlipat di depan d**a sambil mengunyah permen karet. "Tumben lo masuk kelas jam segini." Kata Randi heran. "Gue kan anak baik. Jadi wajarkan kalo gue ikut belajar." Jawab Raffa Dirga meletakkan telapak tangannya dikening Raffa. "Gak panas." Raffa menepis tangan Dirga. "Lo kira gue sakit?" "Kan emang kemaren lo sakit." Tiba-tiba Randi berteriak heboh, "Jangan-jangan ada makhluk halus yang masuk ketubuh Raffa! Dirga cepat panggil mbah dukun! Raffa sedang dalam bahaya!" Raffa memutar bola matanya malas. "Lo berdua bisa diam gak sih? Gue capek tau gak. Sudah sana! hus pergi!" "Dikira kita binatang apa pake hus segala." Raffa terkekeh. "Dah nyadar?" "Kayaknya Raffa emang udah kesambet Ga," Bisik Randi. Raffa menatap mereka jengkel. "Gue denger tai. Gini deh. Lebih baik, lo berdua kembali ketempat duduk kalian, duduk manis disana. Noh bu Nani udah dateng." Dengan malas, Dirga dan Randi duduk ketempat mereka. Bu Nani masuk ke kelas, meletakkan bukunya di atas meja guru lalu memandang isi kelas. Bu Nani yang melihat Raffa memperbaiki letak kacamatanya, "Kamu Raffa Farellino?" "Iya dong bu. Masa setan sih?" Jawab Raffa santai. "Setan baik apa yang masuk kedalam tubuh kamu. Tumben-tumbenan kamu tidak bolos jam pertama," Kata Bu Nani heran. "Yaelah Bu. Anak didiknya mau rajin belajar malah dikatain. Saya bolos, ibu marah. Saya masuk, dikata-katain. Aku mah apa atuh buk. Hanyalah seorang pemuda tampan yang selalu dinistakan." Kata Raffa dengan nada dibuat-buat. Seluruh kelas menahan tawa mereka mendengar perkataan Raffa. Bu Nani hanya mengelus d**a sabar. Menyerah dengan sifat siswa yang satu ini. Tak ingin naik darah dengan jawaban Raffa, bu Nani memulai mengajar. °°° "Wah parah lu bro. Gue ngakak liat mukanya tuh guru tadi." Kata Randi yang sedari tadi tak berhenti tertawa. "Membosankan." Celetuk Dirga. "Sesekali gak papa kali ya. Kesian mereka udah bau tanah kita buat naik darah mulu. Tambah dosa noh." "Wah lo ngatain guru bau tanah. Lebih dosa." "Gue ngomongnya kenyataan Dir. Mana sih makanannya, lama banget." Kata Raffa sambil melihat sekitar. Setelah menunggu beberapa menit, seorang laki-laki datang membawa pesanan mereka. "Ini kak." Dirga menatapnya malas. "Lo kelamaan. Kan gue tadi udah bilang, gak pake lama. Telinga lo udah di bersihin belum. Tuli amat." "M-maaf kak." Kata adik kelas mereka itu takut. "Maaf gak bisa buat gue kenyang." Ketus Dirga. "Kasih pelajaran aja bro." Tambah Randi mengompori. Dirga berpikir. "Gini aja. Lo liat cewek disana kan?" Adik kelas itu mengikuti arah pandang Dirga lalu mengangguk kaku. "Lo ambil sepatu tuh cewek yang duduk dipojok yang rambutnya dikuncir, terus buang ditempat sampah." Adik kelas itu menatap Dirga tak percaya. "T-tapi kak..." "Gak ada tapi-tapian. Cepet." Dengan langkah berat, anak itu mendekati cewek yang ditunjuk. Sesampainnya disana, ia menunduk takut. "Maaf." Katanya lalu menunduk dan langsung mencabut sepatu perempuan itu. "Lo ngapain hah!" Teriaknya nyaring membuat seisi kantin langsung memandangnya dengan tatapan yang beragam. Disisi lain, Dirga sudah tertawa terbahak-bahak melihat itu. Randi dan Raffa yang melihat itu hanya menggeleng-gelengkan kepala. Nadya yang mendengar tawaan itu, menatap empunya tajam. Nadya mendekat kearah Dirga dan langsung menggebrak meja didepannya. "Pasti lo yang nyuruh kan?" Dirga berhenti tertawa. "Hooh. Emang kenapa?" Muka Nadya memerah menahan marah. Lalu "DASAR COWOK m***m! GAK TAU ETIKA! JAHAT! GAK KEPERIMANUSIAAN BANGET LO!" Semua yang berada dikantin menutup telinga mereka mendengar teriakan itu. Termasuk Dirga, Randi dan Raffa yang berada didekatnya. "Gak usah teriak juga kali. Dasar cewek receh lo." Balas Dirga acuh. Ketika Nadya bersiap untuk menjawab kembali, ia ditarik menjauh dari meja cowok-cowok itu. "Gak usah diladenin Nad." Kata Vanna. "Udah. Lebih baik lo lanjutin makannya." Ujar Lena. Nadya menenangi dirinya lalu memakan makanannya kembali dengan kasar. Melihat itu Vanna dan Lena saling bertatapan. Ngeri melihat Nadya yang sedang marah seperti saat ini. °°° Vanna yang baru saja keluar dari kelasnya langsung dikejutkan dengan kehadiran Raffa yang sedang menunggunya. Pemuda itu langsung tersenyum melihat orang yang sedari tadi ditunggunya akhirnya menampakkan batang hidungnya sekarang. Vanna yang melihat senyuman Raffa langsung memalingkan wajahnya karena detak jantungnya kembali marathon. Tanpa mengucapkan sekata pun, Raffa menarik pergelangan tangan Vanna menuju parkiran. Vanna terus melihat tangannya yang dipegang Raffa dengan wajah memerah. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat. Raffa membukakan pintu mobil untuk Vanna dan tanpa basa basi langsung dimasukinya. Melihat itu, Raffa tersenyum manis lalu masuk ke bangku pengemudi. Setelah masuk, Raffa langsung meninggalkan parkiran dan tak lupa menghidupkan radio dimobilnya. Mendengar lagu yang diketahuinnya, Vanna mulai ikut bersenandung sambil menggoyangkan jari telunjuknya kekanan dan kekiri. Raffa yang melihat Vanna begitu langsung tersenyum. "Lo tau lagunya?" Gadis itu menatap Raffa lalu mengangguk semangat. "Tau banget malah." Lagu yang diputar sekarang adalah I'm with you- Avril Lavigne. Setelah lagu itu berakhir, suara penyiar radio terdengar di-keheningan mereka. "Hello guys. Masih di 91,6fm  attention radio dengan gue Sila penyiar yang tak henti-hentinya akan membuat anda enjoy dan operator kita Chika. Oh ya, disini apakah ada yang baru putus dengan pacarnya? Atau menyukai seseorang dalam diam? Gue tunggu curhat-curhatan kalian ya. Sambil menunggu, operator Chika akan memutar lagu yang mungkin akan membuat kalian yang baru putus cinta atau menyukai seseorang tapi tak ditanggapi. Selamat mendengarkan~" Suara penyiar sekarang digantikan dengan alunan musik dari lagu The man who can't be moved - The Script. Entah kenapa, air mata Vanna langsung keluar mendengar alunan lagu tersebut. Melihat itu, Raffa langsung panik. "Lo kenapa menangis?" Vanna menghapus air matanya lalu tersenyum kikuk. "Baper." Katanya sambil cengengesan. Raffa menghela napas. "Kirain apaan. Masa lagu hanya gini aja lo nangis." "Yeee. Makanya lo dengernya pake hati supaya dapet makna dari lirik lagu itu. Emang ya, cowok itu emang susah peka. Cewek yang suka sama dia aja gak peka, apa lagi lagu." Vanna menggeleng prihatin. Raffa mengernyit bingung. "Emangnya hati bisa mendengar ya? Bukannya telinga yang berfungsi mendengar?" "Ih, capek ngomong sama lo. Ini sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Vanna. "Mampir dulu. Gue laper mau makan." Kata Raffa dan langsung memarkirkan mobilnya disalah satu restoran. Tak lupa, ia menggenggam tangan Vanna sebelum memasuki restoran. Vanna hanya berusaha mengontrol detak jantungnya dan meredakan rasa panas diwajahnya. Ia tau pasti sekarang wajahnya memerah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN