Gadis itu mengerjap pelan. Mendapati seseorang berada didepannya. Seluas senyuman tipis pemuda itu layangkan. Membuat Vanna mau tak mau membalas senyuman itu.
"Mau kemana?"
"Balik ke kelas doang. Kan udah bel masuk." Jawab Vanna menatap pemuda itu. Lalu ia melirik apa yang dibawa cowok itu. "Lo suka baca novel?"
Arka ikut memandang apa yang dilihat Vanna lalu terkekeh kemudian. Arka mengangguk, "Ya. Tapi cuman bergenre fantasi."
Vanna mengangguk-angguk mengerti. Arka menatap wajah gadis didepannya ini. Lalu senyumannya sedikit melebar kemudian. "Lo rasa gak sih kalo lo dan gue sering ketemu tanpa sengaja?"
Kening Vanna mengerut samar. "Masa sih?"
Mendengar gumaman Vanna dan terlihat gadis itu yang sedamg berusaha berpikir membuat Arka terkekeh. Dalam hati gemas dengan tingkah gadis itu.
"Gak usah dipikirin. Katanya mau masuk kelas. Masuk gih. Sorry udah nahan lo dari tadi."
Mendengar itu Vanna terserentak. Ia tersenyum sambil mengibaskan tangannya. "Gak papa kok. Yaudah, gue deluan ya."
Vanna melangkah pergi menuju kelasnya. Pikirannya kembali teringat pertanyaan Arka tadi. Ia tersenyum samar.
"Iya juga sih." Gumamnya saat memasuki kelas.
*
Raffa mengeraskan rahangnya. Saat mendengar perkataan Dirga tadi membuatnya mengumpat beberapa kali.
Kali ini pemuda itu kembali bolos dari pelajaran. Berada diparkiran sambil menunggu bel pulang dan semua orang berhamburan keluar dari kelas-kelas. Menunggu sosok yang sedari tadi membuatnya seperti ini.
Ya. Raffa mengetahui semuanya sekarang dari Dirga. Berkat cowok itu dia tahu apa yang terjadi belakangan ini tentang gadis itu.
Tentang gadis itu yang dekat dengan seseorang. Jika seseorang itu adalah cewek, mungkin Raffa tak akan sekesal ini. Tetapi yang ada malah kebalikkannya. Seseorang itu adalah cowok.
Sebagai cowok pun Raffa tahu jika cowok yang belakangan ini dekat dengan Vanna menyukai gadis itu. Dia tahu.
Mendengar dari Dirga yang mengatakan bahwa yang mengantar pulang Vanna saat dia menunggu gadis itu beberapa hari lalu adalah cowok itu. Saat cowok itu mendekati Vanna saat berada diperpustakaan. Dan hari ini pun Raffa kembali mendengar jika cowok itu tak sengaja berpapasan dengan Vanna dan mengajak berbincang yang dirinya pun tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Raffa berdesis lalu mengacak rambutnya. Ia menyimpan ponselnya kedalam saku celana. Bersedekap d**a sambil bersandar pada motor besarnya.
Parkiran tampak karena masih jam pelajaran berlangsung. Pemuda itu sedikitpun tak takut akan ketahuan bolos dan tertangkap di sini. Lagipula ia sudah kebal.
Sesekali ia melirik jam hitam yang melingkar keren ditangan kirinya. Mencoba bersabar menunggu beberapa puluh menit lagi sebelum bel pulang sekolah berbunyi.
Tadi sebelum bolos dari kelas, Raffa sudah mengirim pesan kepada gadis itu untuk langsung menemuinya di parkiran.
Rencananya ia akan berjalan-jalan dulu bersama gadis itu. Raffa tersenyum miring. Dengan sebuah rencana lain yang sudah ia buat dengan matang.
Beberapa orang mulai keluar. Membuat perhatian Raffa pun teralih menatap koridor utama sekolah sekaligus jalan untuk keluar.
Tatapannya kini terhenti pada sosok seorang gadis berambut lurus sepunggung yang digerai, dengan tubuh mungilnya berjalan mendekatinya.
Gadis itu terhenti tepat didepan Raffa lalu melirik jam tangan berwarna putih di pergelangan tangan kirinya. "Cepet banget sampenya? Padahal baru bel gue langsung bergegas kesini lho. Kok lo bisa sampe deluan?" Tanya Gadis itu sambil menatap Raffa penuh selidik.
Alih-alih menjawab pertanyaan yang dilayangkan gadis itu, Raffa menyerahkan helm berwarna hitam kearahnya. "Pake."
Gadis itu merenggut kecil sambil menerima helm itu. Ia menatap sebal Raffa yang sudah naik ke motor besarnya sambil memakai helmnya.
Melihat gadis itu yang masih bergeming ditempatnya membuat Raffa melirik kebelakangnya, seolah menyuruh gadis itu segera naik.
Kali ini Vanna mendengus lalu memakai helmnya. Ia memegang pundak Raffa lalu naik ke jok belakang. "Kenapa sih? Lagi gak mood? Mukanya datar tuh."
Motor itu mulai melaju, tetapi Vanna kembali merenggut sebal ketika tak mendapat balasan dari Raffa. Ini sangat aneh baginya. Pemuda itu tak pernah mendiaminya seperti ini. Bahkan menunjukkan wajah datarnya pun tak pernah. Ah Vanna lupa. Saat pertama kali bertemu dengan cowok itu dan mengobatinya di UKS 'kan memang wajahnya sangat datar.
Vanna memilih membungkam sekarang. Mungkin memang pemuda itu sedang tak mood sekarang.
Beberapa lama berada dijalanan dengan terik matahari yang menyengat, Raffa membawa motornya memasuki parkiran sebuah restoran yang berada sedikit jauh dari pusat kota.
Lebih banyak pepohonan rindang disini. Restoran yang cukup besar. Vanna turun dari motor sambil melepas helmnya. Ia melirik kesegala arah karena memang ini pertama kalinya ia menginjakkan kaki disini.
Raffa mengajaknya mendekati restoran tersebut karena sedari tadi mereka berada di parkiran. Vanna masih memandang sekeliling. Lalu terhenti ketika Raffa menyuruhnya untuk duduk.
Kini mereka duduk di luar restoran. Raffa sempat menjelaskan kalau lebih nyaman duduk diluar karena bisa menyejukkan mata dengan memandang alam sekitar. Tak jauh dari tempat mereka ada bunga-bunga yang tertata rapi dengan berbagai warna dan jenisnya.
Kicauan burung pun terdengar karena memang restoran ini dikelilingi oleh pepohonan. Tak terlalu banyak pengunjung, dan matahari yang tak begitu menyengat ditempat ini.
Raffa kembali setelah memesan makanan. Duduk dihadapan Vanna yang masih memandang sekitarnya. Pemuda itu berdeham, membuat perhatian Vanna tertuju padanya.
"Tempat yang bagus kan?" Tanya Raffa membuat Vanna tersenyum lalu mengangguk kemudian. Melihat itu Raffa tersenyum tipis. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil mengamati wajah Vanna yang tampak berbinar.
"Nat, bisa fokus sama gue bentar gak?"
Vanna langsung menoleh kearah Raffa lalu mengerutkan keningnya bingung. Apa yang sedang pemuda itu katakan?
Raffa lagi-lagi berdeham. "Gue mau ngomong." Vanna mengangguk, membuat Raffa menatap gadis itu intens.
"Hari ini dan seterusnya, lo jadi pacar gue."
"Hah?" Gumam Vanna secara tak langsung mendengarkan kalimat yang diutarakan Raffa tadi. Otaknya masih mencerna kata-kata yang sangat sulit untuk dimengerti secara cepat.
Sedangkan Raffa kini tersenyum miring melihat wajah cengo Vanna. Kali ini ia bertindak lebih cepat. Memutuskan mengikat gadis itu sebagai miliknya lebih cepat sebelum orang lain yang mendahuluinya.
Karena Vanna adalah miliknya sejak awal pertemuan mereka. Dan ia tidak akan membiarkan seorangpun mengambil hal itu darinya.