Libur.
Mendengar satu kata itu siapa yang tak akan senang. Dan itulah pengumuman yang didengar oleh semua pelajar SMA Pelita kemarin.
Tak mau menyia-nyiakan liburan tersebut, Raffa berencana untuk berjalan-jalan bersama teman-temannya. Termasuk Vanna, Nadya dan Lena. Sebenarnya Raffa hanya ingin mengajak Vanna, tapi ia tak mungkin membiarkan Vanna satu-satunya cewek disana, maka dari itu ia juga mengajak sahabatnya Vanna untuk ikut serta dalam perjalanan ini.
Sebenarnya perjalanan ini tak terlalu istimewa karena mereka hanya akan pergi ke puncak.
Mereka semua sudah menentukan akan berkumpul di kafe dekat sekolah. Dan saat ini semua sudah berkumpul disana. Terkecuali satu orang. Randi.
"Lama bat njir." Kata Dirga sambil melirik arlojinya.
Dari tempat mereka, terlihatlah Randi yang baru memasuki kafe tersebut. Ia berjalan mendekati meja mereka sambil menunjukan senyuman khas-nya.
"Hello guys. What's up?" Katanya santai lalu duduk disamping Dirga. Merasakan hawa yang tak menyenangkan, ia melirik semua orang yang berada dimeja tersebut. Randi menelan salivanya kasar lalu cengengesan, "Lo semua napa dah?"
"Lo yang kenapa?" Ujar Dirga ketus.
Masih dengan cengirannya Randi menjawab. "Jakarta macet pak."
Raffa bangkit. "Karna semua udah ada, kita berangkat sekarang."
Semua mengangguk lalu mengikuti Raffa yang menuju parkiran. "Gue sama Vanna. Dirga lo sama siapa namanya... gue lupa..." Kata Raffa sambil menunjuk Nadya.
"Gue? Sama dia? Gak mau!" Nadya melirik Dirga sinis sambil melipat kedua tangannya. Dirga yang mendengar itu hanya menghela napas "Ya kali gue juga mau. Gue sama dia aja..." Dirga menunjuk Lena "...males sama cewek baperan." Sambungnya.
Vanna yang tersinggung karena dirinya juga cewek baperan mengangkat suara. "Gue juga baperan. Sama aja dong lu nyindir gue, Kak." Vanna menatap Dirga sedikit sinis.
Dirga yang ditatap dua cewek dengan tatapan membunuh mendekati Lena. "Raf, gue sama dia." Katanya yang hampir saja merangkul Lena tetapi dengan cepat ditepis Randi. "Sorry bro. Lena dengan gue."
Raffa mengangkat satu alisnya. "So, lo gak ada pilihan lain lagi Dir. Udah, sekarang jalan." Katanya lalu masuk kedalam mobilnya diikuti Vanna.
Randi juga masuk kedalam mobilnya diikuti Lena. Dirga dan Nadya menghela napas lalu menatap satu sama lain tajam dan berjalan menuju mobil mereka.
Nadya masuk kebangku penumpang dibelakang. Melihat itu, Dirga berdecak kesal. "Cewek receh. Lo kira gue supir elo apa?"
"Yang pertama. Nama gue Nadya. Yang kedua, suka-suka gue mau duduk dimana. Gue gak sudi ya duduk disamping lo." Nadya membuang muka sambil melipat kedua tangannya.
"Duduk didepan atau gak gue gendong paksa lo."
Gadis itu menatap Dirga jengkel dan keluar mobil lalu duduk disamping kursi pengemudi. "Puaskan lo."
"Good girl."
Dirga menjalankan mobilnya mengikuti mobil Raffa dan Randi yang sudah berjalan didepan mereka.
Pemuda itu sibuk dengan jalanan, sedangkan Nadya sibuk menatap jalanan melalui jendela. Awkward.
Sesekali Dirga melirik Nadya lalu berdeham. Entah kenapa, jika ia bersama Nadya, ia ingin sekali berbicara. Berbeda dengan perempuan lainnya, ia merasa tak ingin berbicara. Menurutnya sangat menyenangkan bisa membuat gadis itu marah kepadanya. Menurutnya cewek itu lucu saat marah.
"Sejak kapan lo sahabatan sama Vanna?" Dirga membuka pembicaraan.
Nadya meliriknya sekilas. "Baru kemaren kok. Kalo sama Lena udah lumayan lama. Sekitar 4 tahunlah." Dirga menggangguk-anggukan kepala. "Berarti dari SMP, right?"
"Yup. Terus lo?" Tanya Nadya balik.
"Gue dengan mereka sahabatan dari kecil." Nadya mengangguk.
"Mau buat perjanjian?"
"Perjanjian apa?"
"Hari ini kita damai. Gue gak mau liburan gue ancur gegara ribut doang sama lu."
"Ya kali. Lo yang deluan kok."
Dirga berdeham. "Oke oke. Jadi intinya hari ini damai. Oke?"
"Hm. Oke."
°°°
Didalam mobil Randi hening. Tak ada yang membuka percakapan. Randi dan Lena sibuk dengan dunianya sendiri. Randi fokus dengan jalanan dan Lena sibuk dengan pikirannya. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. Randi yang notabenenya tidak bisa diam akhirnya membuka suara "Nama lo Lena kan?"
Lena menatap Randi yang sedang mengemudi "Iya kak." Lena memang tak dekat dengan Randi. Berbeda dengan Vanna dan Nadya yang sudah tak peduli dengan embel-embel 'kak'. Walaupun dekat, Lena akan terus memanggil kakak kelas dengan embelan 'kak' karena ia menghormatinya.
Randi mengangguk "Berarti gue gak salah dong ya." Cowok itu menyengir. "Gue Randi. Btw lo anak keberapa?"
"Dua kak. Emangnya kenapa?" Tanya Lena balik.
"Wah sama dong. Jangan-jangan kita jo-"
"Mblo." Potong Lena.
"Nah, itu maksud gue."
"Basi ngomong gitu. Beneran kak Randi anak kedua? Kakak kak Randi siapa?" Tanya Lena antusias
"Duh dipanggil kak berasa tua gue. Ilangin napa. Kakak gue perempuan sih. Udah kerja. Lo?"
"Kakak gue masih kuliah. Cowok."
"Wah Cakapar dong."
Lena mengernyit bingung. "Cakapar? Apaan tuh?"
"Calon kakak ipar." Kata Randi sambil menunjukan cengiran riangnya.
Lena tertawa "Apaan sih kak."
°°°
"Nat."
Raffa melirik Vanna yang sedang asik mendengarkan lagu menggunakan headset.
"Astaga. Ternyata nih orang pake headset. Dipanggil juga." Dumel Raffa dan langsung menarik headset tersebut hingga lepas dari telinga Vanna. Vanna menatap Raffa tajam karena seenak-enaknya mengganggu dunia imajinasi yang sedari tadi dibangunnya. "Napa sih." Kesal Vanna.
Raffa menatap Vanna sebentar dan kembali fokus kejalanan. "Ajak gue ngobrol kek. Ini malah dikacangi." Raffa mengerucutkan bibirnya kesal.
Melihat itu, Vanna menahan tawanya. "Lo aneh banget monyong-monyongin mulut kek gitu. Didepan semua orang lo keliatan serem, disini kek anak kecil. Ck, dasar." Ucap gadis itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tapi imutkan?"
"Imut muka lo."
"Napa muka gue? Tampan gitu?"
"Muka lo mirip mimi peri." Vanna langsung ngakak dan Raffa langsung kembali cemberut mendengarkan tuturan Vanna.
Tak terima dengan perkataan Vanna, Raffa langsung mencubit pipi Vanna "Dasar ya. Awas aja nanti suka." Vanna memukul-mukul tangan Raffa untuk melepaskannya. "Sakit tau!" Serunya ketika cubitan Raffa terlepas. Ia mengusap-ngusap pipinya.
Tanpa lo bilang juga gue udah suka.
"Nat."
"Hm."
"Nat."
"Hm."
"Natasya."
"Apa sih!"
"Gak kok. Gue suka manggil nama lo. Kek ada manis-manisnya gitu."
Vanna terkekeh. "Garing lo."
"Biarin." Kata Raffa sambil ikut terkekeh. Melihat itu Vanna langsung mencubit pipi Raffa. "Ihh uculnya." Ucapnya gemas.
"Eh eh Nat. Lo mau kecelakaan. Gue lagi nyetir nih." Vanna langsung melepas cubitannya saat mendengar perkataan Raffa.
"Nat."
"Jangan mulai deh Raf."
"Dih geer. Gue mau bilang minuman yang dari kelapa itu lho. Nata de koko kali ya."
Vanna hanya mendengus.
Mobil Raffa berhenti. Melihat itu Vanna bertanya "Udah sampe?"
Raffa melepaskan seatbeltnya dan memandang Vanna. "Yoi."
Vanna ikut melepaskan seatbelt dan turun lalu. Ia mengedarkan pandangannya tetapi yang ia dapatkan hanyalah hamparan hutan dan satu-satunya jalanan ini. Vanna langsung menatap Raffa horror, "Kok berhenti disini sih? Jangan bilang bensinnya abis?"
"Kagak lah. Emang udah sampe. Kita nunggu yang lain dulu."
Tak lama kemudian, mobil Randi dan Dirga sampai dan mereka turun lalu mendekati Raffa dan Vanna. Sama seperti Vanna tadi, Lena dan Nadya menatap sekitarnya heran. "Kok kita berhenti disini sih?" Tanya Nadya.
"Itu dia yang dari tadi gue nanyain." Sahut Vanna.
"Oke. Karena kita semua udah disini, sekarang kita jalan menuju lokasi sebenarnya." Ucap Raffa lalu menggengam tangan Vanna memasuki hutan dan diikuti yang lain.
Didalam hutan ini memiliki jalan yang mungkin sudah dibuat untuk camping. Sebenarnya mereka masih bisa masuk menggunakan mobil, tapi jalan tersebut semakin jauh semakin mengecil, dan tak bisa dilalui oleh kendaraan kecuali motor.
Sekitar 35 menit mereka berjalan kaki, sampailah mereka ditempat yang Raffa maksud. Mata para gadis tersebut langsung berbinar,
"Indah,"