Laiqa terdiam dengan mata berkaca-kaca, hatinya sakit tak terkira mendengar kalimat tajam itu dari mulut Revan. “Apa kamu serius mengatakan hal semacam itu padaku, Mas?” ucapnya dengan suara bergetar. Revan yang hendak meminum kopinya, terhenti lalu menoleh pada Laiqa. Dia tertegun sejenak melihat istrinya yang tengah menatapnya dengan mata basah oleh air mata, tapi hanya sekejap lalu dia memalingkan wajahnya lagi seolah sama sekali tak tersentuh oleh tangisan Laiqa. Laiqa merasa udara di sekitarnya mendadak hilang, dia menarik nafas yang terasa berat dan menyesakkan d**a. Revan memang seperti ini bahkan sejak awal pernikahan mereka, seharusnya ini sudah menjadi hal biasa baginya. Hanya saja entah kenapa yang barusan itu terasa lebih menyakitkan puluhan kali lipat menusuk hatinya. “Aku