Revan menyentuh tangan Airin, berharap ada sedikit saja pesan hatinya yang tersampaikan pada wanita itu. Jika memang Airin adalah Feeya, maka dia berharap sentuhannya mampu menggugah hatinya Airin. Tapi kemudian Airin menarik tangannya dan mundur membuat jarak dari Revan, sambil menautkan kedua tangannya di depan perut dengan gelisah. “Se-sepertinya aku pergi saja, biar nanti aku tanya temanku dulu!” katanya seraya mengangguk pamit pada Revan lalu berbalik hendak pergi. “Tunggu, Feeya!” Airin membeku di tempatnya, dia gemetar dan seketika kakinya terasa lemas karena Revan memanggil namanya. Jantungnya seolah berhenti dan dia tak sanggup jika harus menatap Revan yang bergerak ke hadapannya. Revan memegang tangan Airin selagi dia berdiri di hadapannya, sedikit menunduk demi melihat