“Aku sudah selesai. Kau bisa mandi sekarang,” ucap Hani setelah kembali dari kamar mandi. “Ah, ya … baiklah,” sahut Vei kemudian mengambil handuk dari dalam tas yang ia bawa. “Um, maaf, kamar mandinya di mana?” “Sebah dapur.” Mendengar itu Vei berjalan keluar dengan handuk di tangan. Meski sikap Hani begitu ketus, tapi ia tak ingin memasukkannya dalam hati. Hani mengarah pandangan pada tas Vei setelah Vei pergi meninggalkan kamarnya. Entah apa yang ia pikirkan tapi setelahnya, ia memilih mematut wajahnya di depan cermin. Sementara itu, Vei telah berdiri di depan pintu yang ia yakini kamar mandi. Belum sempat meraih gagang pintu, suara ayah Hani membuatnya menoleh. “Vei, mau mandi?” tanya ayah Hani dan mendapat jawaban anggukan dari Vei. “Oh, ya, apa tadi Hani bicara yang tidak-