BAB 12. Numpang Mandi

1112 Kata
Zara tidak mengira jika Arion masih terus mengikutinya padahal mereka sudah sampai di rumah. Kebetulan sekali saat itu mobil Krishna akan keluar pintu gerbang. Kaca jendela belakang terbuka, Krishna tersenyum melihat putrinya sedang berlari mendekat bersama Arion. Hingga mereka berdua berhenti dan membalas senyuman Krishna. “Papa mau kemana?” “Ada urusan bisnis sebentar, Sayang. Papa pulang agak malam, kamu nanti tidur jangan terlalu malam ya, Nak. Besok kan harus berangkat ke kampus pagi-pagi.” Zara mengangguk. “Iya, Pa.” Krishna menoleh pada Arion. “Terima kasih ya sudah mau temani Zara lari-lari keliling komplek. Maaf kalau merepotkan. Orang sesibuk kamu mau diajak olahraga sore oleh anak kecil ini.” Krishna mengangguk ramah, mempertegas ucapan terima kasihnya. Kening Zara mulai mengernyit, dia mencoba mencerna kalimat sang papa. “Tidak masalah, Pak. Kebetulan jadwal saya hari ini bisa digeser untuk besok. Kasihan kalau saya menolak ajakan Zara. Gadis secantik dia bisa-bisa digoda para p****************g kalau lari sendirian.” Zara mendelik tajam pada Arion yang sedang senyum-senyum di sampingnya. Ya kan situ pria hidung belangnya! Rutuk Zara membatin. Krishna terkekeh. “Benar sekali, Arion. Saya juga suka khawatir kalau Zara sedang jalan sendiri. Dengan ada yang menemani seperti ini, saya jadi menjadi lebih tenang. Sekali lagi terima kasih.” Arion mengangguk sekali dengan aura penuh wibawa. “Sama-sama, Pak Krishna. Oh ya Pak, maaf sekali, jika diizinkan ... apa boleh saya menumpang mandi di sini? Sebelum saya pulang. Lari sore ternyata tidak kalah berkeringat dari lari pagi.” “Ohh boleh boleh, silakan. Tidak masalah.” Krishna beralih pada putrinya. “Zara, nanti tunjukkan kamar tamu utama, ya. Om Arion mandi di sana saja, lebih nyaman. Lalu juga pinjamkan baju, punya Papa atau minta sama mas mu, ya. Berikan pada Om Arion.” Zara menaikkan sudut sebelah bibir atasnya. Menarik napas dalam lalu akhirnya mengangguk. “Iya, Pa,” jawabnya pelan. “Kalau begitu Papa pergi dulu. Sudah ditunggu rekan bisnis Papa. Dan Arion, silakan mandi dengan nyaman, juga makan malam dulu sebelum pulang. Supaya nanti sampai di rumah tinggal istirahat.” Krishna kembali terkekeh lalu menutup kaca jendela mobil. Arion melambaikan tangan sebentar barulah membalas tatapan Zara. Dia tahu, gadis itu sedang menikamnya dengan tatapan setajam pisau dapur. “Kalau bisa bajunya yang tangan panjang, bahan kaos juga nggak masalah. Angin malam kadang membuatku alergi.” Lalu Arion melangkah memasuki pintu gerbang. Meninggalkan Zara yang menghentakkan kaki dengan gemas. “Loh, siapa ini Zara?” Faris yang baru saja keluar ke teras rumah berpapasan dengan Arion. Tadi dia sempat mengedipkan mata sekilas, sebagai tanda untuk Arion bahwa dia sedang bermain drama. Berpura-pura tidak saling kenal. Arion langsung mengerti, dia mengulurkan tangan. “Kenalkan, saya Arion. Pemilik Sekolah Musik Nawasena, tempat Zara les piano.” Faris menerima uluran tangan Arion. Mereka bersalaman sebentar. Zara tidak peduli, dia melewati mereka dan masuk lebih dulu. “Ayo cepat aku tunjukkan kamar tamu utama,” ucapnya sambil terus berjalan. Faris menatap Arion penuh tanda tanya, keningnya mengernyit. “Anda ... mau menginap?” Arion tersenyum seraya menggeleng pelan. “Hanya mau numpang mandi saja. Tapi yaa ... kalau dibolehkan menginap, lebih baik. Rasanya lelah juga setelah lari memutari komplek.” Zara cukup mendengar kalimat itu. Dia menghentikan langkah sebentar, menggenggam kedua tangan kencang lalu melanjutkan berjalan sambil menggerutu tak jelas. Arion kembali berjalan mengikuti Zara. Sedangkan Faris hanya memandangi punggung mereka yang semakin menjauh, sambil menutup mulut menahan tawa. Astrid mendekati suaminya, sebenarnya sejak tadi dia mengintip. “Bagaimana, Mas? Lagi bikin ulah apa tuh si Arion?” Astrid menyilangkan kedua tangan di depan d**a. “Hemm kalau dilihat dari bajunya, sepertinya tadi Arion ikut lari bareng Zara. Dan sekarang katanya mau numpang mandi di kamar utama. Seharusnya dia menginap saja sekalian, supaya si Zara semakin merasa tertekan.” Astrid terkekeh. “Coba saja kamu tawarkan, Mas. Ajak dulu makan malam bersama. Nanti di meja makan baru deh kamu tawarin Arion untuk menginap. Biar si Zara keselek sekalian!” Astrid nyaris tergelak jika Faris tidak segera mengingatkan. Zara membuka pintu kamar tamu utama. Letaknya di lantai bawah, tepat di sebelah ruang kerja Krishna yang tertutup rapat. “Itu kamar mandinya. Nanti aku taruh bajunya di tempat tidur. Handuk bersih ada di rak dekat pintu kamar mandi, ambil saja dari sana. Sudah ya.” Tanpa menunggu jawaban Arion, Zara keluar dari kamar itu, berjalan ke depan kembali mencari Faris, dia mau meminjam baju. Arion mengikuti pergerakan Zara sampai gadis itu keluar kamar, dia tersenyum lalu masuk ke kamar mandi. Menyalakan kran shower dan berdiri di bawahnya sambil menengadah. “Mas Faris!” “Ya?” Faris dan Astrid menoleh bersamaan. Spontan Faris menyikut pinggang Astrid supaya melihat kedatangan Zara. Keduanya langsung memasang raut wajah serius. “Pinjam baju dong untuk Om Arion!” “Ohh oke.” Faris langsung mengangguk. “Kaos tangan panjang ya, Mas.” Faris kembali mengangguk. “Astrid, tolong carikan kaos Mas yang tangan panjang.” “Iya, Mas.” Astrid beranjak dari sana menuju kamarnya di lantai dua. Sementara Zara memilih menunggu . Dia duduk di sofa dengan wajah cemberut. Memang sejak tadi dia sudah cemberut, kesal dengan Arion yang sampai sekarang belum pulang juga. Awas saja kalau dia ikutan makan malam juga di sini! Menyebalkan! Faris sejak tadi memperhatikan wajah Zara yang menekuk. Dia ikut duduk di samping Zara. “Kenapa sih adikku yang cantik ini? Kok dari tadi itu mukanya ditekuk aja? Bibirnya juga sampe maju gitu.” Faris mencubit pelan pipi Zara. “Nggak apa-apa kok, Mas. Aku cuma lagi capek aja.” Jelas Zara tidak akan mengatakan yang sebenarnya. Pikirnya, tentang kejadian malam itu, harus menjadi rahasia! Tidak boleh ada satu orangpun yang mengetahui aib itu! Zara pasti akan sangat malu jika rahasia itu sampai bocor. Dan jika memang sampai bocor, sudah pasti itu adalah ulah Arion, pikirnya. Tidak lama Astrid datang kembali dan memberikan kaos lengan panjang dengan leher tinggi. “Ini, Ra.” “Oke Kak, makasih. Pinjam dulu, ya. Tenang saja Kak, kalau kaos ini nggak dikembalikan bisa kita laporkan ke polisi.” Lalu dia berdiri dan berjalan cepat menuju kamar tamu utama. Tadinya Zara ingin menyuruh pelayan saja yang mengantarkan kaos itu pada Arion. Tapi setelah berpikir lagi, dia takut Arion kumat dan akan membuat masalah. Dengan membocorkan tentang malam itu misalnya. Memikirkannya saja sudah membuat Zara bergidik ngeri. Pintu kamar tamu utama masih tertutup rapat. Zara membukanya lalu berjalan menuju tempat tidur, mau meletakkan kaos itu di sana. Namun tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Zara sontak menoleh. “Ahh!” Cepat Zara menutup wajahnya dengan kedua tangan. Sebab dilihatnya Arion berdiri di sana hanya memakai handuk putih melilit dari bawah pusar hingga ke pertengahan paha. Bahkan nyaris ke pangkal paha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN