BAB 11. Lari Sampai GBK

1063 Kata
Album terbaru BTS menemani Zara mengitari komplek perumahan elite tempatnya tinggal. Gadis itu memilih berlari santai sambil menikmati pemandangan sekitar. Rasanya bisa mengurangi sedikit rasa galaunya. “Eh!” Zara berhenti mendadak. Dia kaget karena tiba-tiba headphonenya dilepas seseorang dan diturunkan ke leher. Zara membalik badan dan sontak melotot. “Om Arion?!” “Saya panggil-panggil kamu nggak dengar.” Zara memindai Arion dari ujung kepala hingga ujung kaki. Apa-apaan dia?! Pakai baju olahraga lengkap, pakai sepatu lari, bisa-bisanya dia ngikutin aku sampai segininya! “Om Arion, ngapain di sini?” Tatapan galak dari Zara nyatanya tidak merubah sedikitpun ekspresi dingin Arion. “Lagi olahraga. Lari sore.” Kedua bola mata Zara memicing. “Om Arion! Bisa nggak sih nggak ngikutin aku terus! Aku muak lihat muka Om Arion! Karena kamu sudah—“ Zara tidak mampu melanjutkan kalimatnya. Kejadian malam itu kembali terulang di kepalanya. Rasanya kepala mau pecah. “Ah! Terserah deh! TERSERAH! BODO AMAT!” Teriakan Zara sampai mengundang perhatian orang-orang yang kebetulan sedang lari sore juga. Termasuk mengundang perhatian seorang satpam sebuah rumah mewah yang mendengar teriakannya. Satpam itu tampak keluar dari pos jaga di depan gerbang pagar. Arion mendekati Zara. “Kalau berani kamu adukan saya pada satpam itu, maka saya akan adukan pada papamu tentang kejadian kita waktu itu,” bisik Arion tepat di telinga Zara. Membuat gadis itu bergidik ketakutan. Dia menatap frustasi pada satpam yang berjalan mendekat. “Sore, Mbak, Mas. Maaf, apa ada masalah? Tadi saya dengar Mbaknya berteriak.” Satpam menatap bergantian Zara dan Arion, penuh selidik. Arion tersenyum. “Ohh ini Pak, pacar saya, kalau kemauannya nggak diturutin memang suka teriak-teriak.” Arion meletakkan sebelah tangannya di bahu Zara. Zara mendelik tajam sebentar tapi langsung tersenyum begitu tatapan Pak Satpam kembali padanya. “Apa benar begitu, Mbak?” tanyanya lagi karena kurang percaya pada penjelasan Arion. Zara segera mengangguk dan tetap tersenyum. “Hemm iya betul, Pak. Saya mau lari sampai GBK, tapi nggak dibolehin sama dia nih!” Zara menyikut ke samping dengan cukup kencang, tepat mengenai pinggang bawah Arion. Sontak Arion mengernyit. Dia ingin berteriak tapi ditahannya, cukup terasa nyeri. Zara tersenyum, dia tahu sikutannya tepat sasaran. Ada rasa puas di dalam d**a. Pak satpam geleng-geleng kepala. “Mbak, lari ke GBK jam segini, bisa-bisa sampai sana sudah Manghrib. Lumayan loh Mbak bisa delapan kilo, bahkan lebih jaraknya dari sini.” Satpam itu tampak berpikir sejenak. “Nah! Kalau ke monas lebih dekat, Mbak. Yahh meskipun lumayan juga lewat Jalan Proklamasi.” Zara mendengkus malas. Dia menghela napas dalam. “Huft! Iya Pak iya, makasih sarannya. Sudah ya Pak, saya mau lari lagi, nanti keburu Isya!” Zara berlalu begitu saja, melanjutkan larinya. Arion mengangguk dan tersenyum tipis pada Pak Satpam, lalu juga melanjutkan lari mengikuti Zara. Dengan mudah dia mensejajarkan langkah di samping Zara. Zara langsung memakai kembali headphonenya, dia sungguh tidak ingin diajak ngobrol oleh Arion. Lalu sengaja membesarkan volume musik. Arion hanya mengedikkan bahu dan terus mengikuti kemanapun Zara berlari. Hingga Zara berhenti di satu taman komplek yang cukup ramai sore hari ini. Zara mencoba mengatur napas yang memburu karena dia berlari cukup jauh juga. Gadis itu memilih duduk di satu kursi taman panjang yang kosong. Satu tangan menghapus peluh di kening. Lalu mengusap leher, tenggorokannya terasa kering. Zara memang tidak membawa botol minum, dia tidak mau repot-repot. Gadis itu mengedarkan pandangan. Banyak anak-anak sedang bermain di taman, di sana ada beberapa ayunan dan juga jungkat-jungkit. Juga banyak yang sedang berjalan santai memutari taman yang cukup luas berbentuk oval ini. Kedua bola mata indah Zara berbinar ketika pandangannya terarah pada satu titik menggiurkan di sana. Sederet kios kecil yang menjajakan aneka macam jajanan, dan tentu saja ... minuman dingin. Terbit senyuman di bibir Zara. Dia sudah akan berdiri ketika tiba-tiba sebuah tangan terulur tepat di depan hidungnya. “Astaga!” Sontak Zara terduduk kembali. “Kamu cari ini, kan? Minuman dingin.” Arion menyodorkan sebuah botol air mineral dingin. Dengan memicing, Zara menatap Arion tajam. Dia heran sekaligus tidak suka pria itu tahu isi pikirannya. Zara melengos, membuang pandangan ke arah lain. Pikirnya, daripada menerima minuman dari pria ini, lebih baik dia tidak minum sekalian! Karena tidak diambil juga, dan tangan Arion mulaia pegal. Akhirnya dia letakkan begitu saja botol itu di pangkuan Zara. Membuat gadis itu kembali kaget dengan kelakuannya yang sulit ditebak. “Minumlah, Zara. Kalau kamu dehidrasi nanti bisa pingsan. Kalau kamu pingsan akan aku angkat dan kubawa pulang ... ke rumahku.” Zara langsung menoleh pada Arion. Kilatan marah jelas terlihat di kedua bola matanya. Sedangkan si pelaku yang membuat Zara selalu emosi jiwa malah terlihat tenang-tenang saja. Pria berpenampilan sporty itu dengan santainya membuka tutup botol. Lalu meneguk air mineral dengan tanpa mempedulikan Zara yang masih menatap dari samping. Detik kemudian, kedua rahang Zara tak lagi mengatup rapat dan tegang. Bahkan kedua bola matanya tidak lagi mengilat penuh amarah. Berubah menjadi sorot mata terpesona yang sedang menatap Arion tanpa berkedip. Sungguh, bagi Zara pemandangan saat ini lebih indah daripada pemandangan deretan pohon pinus dan bougenville di sepanjang perkomplekan. Pahatan wajah Arion ternyata setegas dan setampan ini saat dilihat dari samping. Sungguh sedap dipandang mata. Tanpa terasa, mulut Zara sampai sedikit menganga. Arion menghela napas dalam sambil menutup kembali botol di tangannya. Dia menoleh pada Zara. “Sudah lihatinnya? Yaa memang aku setampan ini, mau bagaimana lagi. Kadang ada saatnya aku lelah menjadi pria paling tampan se-Indonesia, tapi ... terpaksa aku tetap harus menerima takdir ini.” Arion tersenyum tipis sambil memiringkan sedikit kepalanya. Sedangkan wajah Zara sudah kembali memberengut. Muak sekali dia setiap mendengar ucapan Arion, apapun itu. Pikirnya, om-om ini memang tampan, asalkan dia tidak membuka mulutnya. Zara geleng-geleng kepala. “Ck ck, yaelahhh Om, kepedean banget sih jadi orang. Dan .. eh! Sejak kapan ya Om Arion ngomong sama aku pakai ‘aku’? Biasanya kan pakai ‘saya’. Jangan pikir kita sudah semakin akrab hanya karena bisa lari bareng! Nggak akan!” “Sejak tadi pas aku bilang mau gendong kamu ke rumah. Jadi, kamu baru sadar sekarang? Sayang ya cantik tapi lemot.” Jleb! Emosi Zara dengan cepat naik lagi ke ubun-ubun. Dia mengangkat jari tengahnya ke arah Arion. Kemudian membuka tutup botol dengan cepat, minum dengan cepat juga hingga habis setengah botol. Lalu mengembalikan botol itu pada Arion dengan hanya meletakkan di pangkuannya tanpa bilang apa-apa. Lalu Zara berdiri, kembali berlari dari sana tanpa bilang apapun pada Arion.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN