BAB 20. Lampu Hijau Dari Donna

1061 Kata
Donna mematung, kedua netranya membola sempurna menatap Faris tak berkedip. Bagai terhipnotis dan tak bisa berbicara apapun. Faris tersenyum tipis. Senyum yang dipaksakan. Dibuatnya raut wajah memelas sekaligus tersiksa. Dia tersenyum tapi terlihat sedih sekali. Faris menunduk menatap meja. “Yahh kalau memang kamu nggak bersedia—“ “Aku bersedia.” Sontak Faris mendongak. Yes! Ada kalanya wanita mudah ditebak. Senyum bulan sabit dengan ekspresi penuh harus mewarnai wajah tampan Faris. Membuat Donna tersentuh kembali hatinya. Perlahan Faris kenbali meraih kedua tangan Donna di atas meja. Menggenggamnya hangat dan tidak melepaskan pandangan dari wajah cantik di depannya. “Tahukah Donna, hari ini adalah hari paling membahagiakan bagiku. Sekian tahun aku menunggu, akhirnya penantianku tidak sia-sia. Akhirnya wanita yang paling aku cintai menjadi kekasihku.” “Ohh Faris. Andaikan aku tahu begitu dalam perasaanmu padaku.” Kedua netra Donna berkilau karena sudah mulai berair. Dia benar-benar percaya pada semua ucapan sang buaya darat. Faris menggeleng pelan. “Jangan bicara begitu, Donna. Jangan pernah kamu sesalkan masa lalu. Yang terpenting, kita jalani saat ini. Oke?” Donna mengangguk. Dia tersenyum dan semakin terpesona pada Faris, sahabat lamanya sejak di London. Faris melihat ke arah piring di depannya juga di depan Donna. “Ah, ya ampun! Kenapa jadi mellow begini sih, lihatlah makanannya mulai dingin. Aku nggak mau kamu sakit karena terlambat makan. Ayo Donna, dimakan dulu.” Faris menukar piringnya dan piring Donna. Sehingga Donna memiliki daging steak yang sudah terpotong dengan begitu rapi. Sekali lagi Donna terpesona dengan perlakuan manis Faris padanya. Dia tersenyum sumringah. “Terima kasih, Faris.” “Sama-sama, Sayang.” Donna tersentak, kedua alisnya naik. Faris terlihat tersenyum canggung.”Ah maaf, Donna. Kalau membuatmu tersinggung atau mungkin kamu belum terbiasa. Hanya saja, sudah sejak lama aku ingin memanggilmu ... Sayang.” Raut wajah Faris menyiratkan tanda tanya, apakah dia akan mendapat izin dari Donna? Donna tersenyum malu-malu. Rona merah muda menghias wajah cantiknya. Kemudian dia mengangguk. “Boleh kok.” “Ah! Terima kasih, Sayang!” Detik kemudian keduanya menikmati menu spesial restoran tersebut sambil sesekali bersenda gurau. Dan tak lupa Faris selalu bersikap melayani Donna untuk hal-hal kecil tapi begitu manis. “Oh ya Donna, dari sini kamu mau kemana? Apa mau ke kantor agencymu atau mungkin sedang ada proyek pemotretan? Biar kuantar ke lokasi kerjamu, ya?” Mereka sudah selesai makan dan sedang bersiap beranjak dari sana. “Ohh kebetulan hari ini aku sedang libur. Makanya juga aku langsung bisa memenuhi undanganmu ini, Faris. Kemarin aku sudah pemotretan seharian, sampai jam sebelas malam baru pulang dari lokasi. Uhh rasanya lelah sekali.” “Astaga Donna, kalau memang kamu sedang capek dam butuh istirahat, kenapa nggak bilang saja? Kan kita bisa atur jadwal lagi di lain hari. Aku jadi merasa bersalah.” Donna langsung terkekeh. “Tapi aku justru merasa senang kok. Kamu tuh kayak hiburan untuk aku di saat aku lagi suntuk dengan dunia kerja. Mungkin kalau aku nggak keluar denganmu hari ini, aku hanya berbaring seharian saja di kamar.” Faris ikut tergelak. “Oke, oke, aku sungguh merasa tersanjung. Kalau begitu, mau kuantar pulang sekarang? Supaya kamu masih punya banyak waktu istirahat. Bagaimana?” Akhirnya Donna mengangguk. Lagipula tadi dia berangkat dengan naik taksi. Mobilnya sedang di bengkel. “Oke kalau begitu.” “Ayo!” Faris bangkit dari duduknya. Mereka bergandengan tangan saat keluar dari restoran tersebut. Dan Donna cukup mengangumi mobil mewah Faris. Setahu dia, Faris memang putra dari seorang milyader, pebisnis sukses di bidang retail produk dan juga jasa. Satu yang tidak Donna tahu, bahwa sebenarnya Faris bukan putra kandung Krishna. Melainkan keponakannya yang telah sejak kecil diurus dan dibiayain hidupnya oleh Krishna, om-nya. “Sekarang kamu tinggal di mana, Don?” Faris menoleh sebentar lalu kembali fokus melihat ke depan. “Di Breeze Apartement, Tower A. Kamu tahu?” “Ah, tentu saja! Aku sendiri punya satu unit di sana, untuk investasi saja. Punya juga di tower A loh.” “Oh ya? Wahh kebetulan banget!” Faris tersenyum penuh arti. Ini benar-benar suatu kebetulan yang bagus! Aku jadi punya alasan tiap mau ke apartement Donna. Aku tinggal bilang pada Astrid, ada orang mau lihat unit untuk disewakan. Apalagi Astrid tipe rumahan, dia tidak akan mau repot-repot mengecek. Ini bagus sekali! Faris masih senyum-senyum sendiri membayangkan dia akan berpacaran lalu bermesraan dengan seorang model profesional. Sungguh dia tidak sabar untuk itu. Mobil memasuki kawasan apartement yang cukup luas. Breeze Apartement tergolong mewah di pertengahan kota, dan Tower A adalah unit yang paling besar dan mahal. “Selamat siang, Nona Donna,” sapa seorang receptionist ketika Donna dan Faris berjalan di lobi utama menuju lift. “Selamat siang,” balas Donna. Dia menoleh sebentar ke samping, Faris masih terus berjalan di sebelahnya. Donna jadi agak waspada, dia mulai celingukan. Berjaga jika ada seorang wartawan di sekitar mereka. Atau ada seseorang yang mengenalnya lalu mengambil video dengan diam-diam. Tidak sedikit artis yang tinggal di apartement ini, jadi tak jarang ada saja wartaawan yang ditemui oleh Donna. Dan diapun sudah cukup terkenal sebagai model yang sering menghiasi layar kaca. “Ah, Faris, sepertinya cukup mengantarku sampai di sini, ya. Aku akan naik sendiri. Lagipula kamu harus kembali ke kantor, kan?” ucap Donna hati-hati ketika mereka sudah berdiri di depan lift. Faris menaikkan kedua alis dan tersenyum tipis. Padahal dia berharap sekali bisa mengantarnya setidaknya sampai ke depan kamar. Selain dia ingin tahu kamar Donna, dia juga ingin sekali mengecup kening atau pipi Donna sebagai salam perpisahan. Namun Faris menahan diri, dia tidak ingin mangsanya justru akan lepas karena tidak percaya padanya. “Baiklah, Donna. Tapi, kamu berani sendiri ke atas?” Donna terkikik kecil. “Ya beranilah! Setiap hari aku juga mondar-mandir sendirian di sini. Oh ya, terima kasih ya sudah antar aku pulang.” “Sama-sama. Besok kamu kerja?” Donna mengangguk. “Iya, besok aku ada pemotretan di Puncak.” Memang benar Donna sedang ada proyek dengan tema pemotretan outdoor, bersama dengan beberap model lainnya. “Wah! Boleh aku jemput besok dan kuantarkan pulang?” Donna tampak berpikir sebentar, tapi kemudia dia mengangguk seraya tersenyum. “Boleh. Aku senang ada yang perhatian sama aku.” Faris mengedipkan sebelah mata. “Mulai sekarang kamu nggak akan kekurangan perhatian dan kasih sayang. Sampai jumpa besok, Sayang.” Faris melambaikan tangan sambil berjalan menjauh. Donna memilih tidak masuk ke lift selama punggung Faris masih terlihat olehnya. Dia benar-benar sedang jatuh cinta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN