Evan terdiam. Rahangnya perlahan mengeras, urat halus di pelipisnya ikut menegang. Beberapa detik kemudian, sebuah senyum tipis terbentuk di bibirnya, lalu tawa pendek lolos begitu saja dari tenggorokannya. Sebuah tawa dengan nada olok yang membuat perut Viana mengerut. Matanya yang sudah panas nyaris berair. “Curiga, hm?” suaranya datar, namun tajam. “Kalau itu yang kau rasakan, biarlah. Kau bisa mencurigai apa pun tentangku. Tapi aku tidak berniat memberimu jawaban yang kau inginkan.” Viana menarik napas panjang, namun gemuruh di dadanya tak juga mereda, seperti badai yang siap meledak. Evander Collins benar-benar membuat darahnya mendidih! Ia sudah terang-terangan menyatakan kecurigaannya, tapi pria itu sama sekali tidak terguncang. Tatapan tenang pria itu justru terasa seperti pen