Viana mengulurkan tangan perlahan. Dengan sedikit ragu, jemarinya menyusuri lembut rambut Evan. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun Viana bisa merasakan betapa lelahnya Evan saat ini. Evan memeluknya cukup lama, dan selama itu Viana hanya diam, tak berani bertanya apa pun. Baru setelah beberapa saat, pria itu perlahan melepaskan pelukannya. Kini wajah Evan begitu dekat, hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya. Viana menelan ludah dengan berat, tak dapat ia pungkiri bahwa jantungnya berdentum tak karuan di dalam sana. Tatapan mata Evan menahannya di tempat, begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas hangat pria itu menyapu kulit wajahnya. ‘Kenapa dia menatapku sedekat ini?’ batin Viana bergetar, tubuhnya nyaris membeku di bawah sorotan mata kelam suaminya itu. Viana bel