Bab 9: Permintaan dan Perjalanan

1230 Kata
Pikiran Mr. Green sedang dipenuhi adegan di kamar sang anak beberapa malam yang lalu. Anaknya itu sedang mengadakan misi perayuan. Ia mendesak sang ayah untuk menikahi Sekar. Gadis kecil itu bersikukuh Sekar sangat cocok menjadi ibunya. Tentu ayahnya tidak sependapat. Tidak ada hal spesial. Tidak ada yang menarik. Sekar, gadis biasa, apalagi statusnya hanya seorang pengasuh. Bukan Emily namanya jika keinginannya bisa dialihkan begitu saja. Segala alasan ia lontarkan demi keinginannya terwujud. Persis ibunya. Emily memang banyak membawa sifat Ellea. "Pokoknya Daddy harus menikah dengan Mbok Sekar. Mily tidak mau tahu, Dad. Ini permintaan." Emily meninggalkan Mr. Green yang terbengong. "Mana mungkin aku menikahi wanita pengasuh anakku? Ini tidak masuk akal. Emily pasti terlalu banyak makan keju." Mr. Green garuk-garuk kepala. Mana mungkin ia menikahi seorang pengasuh anak? Sepertinya ia belum sefrustrasi itu. "Permisi, Mister, saya harus pergi sekarang." Lamunan Mr. Green tentang desakan sang anak hilang seketika. Ia sudah beberapa kali mendapatkan cecaran serupa dari Emily. Entah jawaban apa lagi yang akan diberikannya. Ia bahkan pernah menjanjikan akan menikahi Sekar nanti, ketika Emily lulus SD. "Kamu marah pada saya?" "Marah untuk apa?" Sekar memberanikan diri menatap sang majikan tepat di matanya. Ia mencari sinar penuh ejekan yang muncul semalam, tetapi kali ini Sekar tidak menemukannya. Justru sorot mata teduh dan memesona yang hadir di sana. Sekar yang merasa terancam perasaannya, segera memalingkan wajah. Gadis itu membuang pandangan ke arah sudut ruangan. "Untuk kejadian tadi malam... saya benar-benar minta maaf. Saya paham jika kamu ingin pergi dari sini gara-gara kejadian itu. But, please, stay here with us!" Mr. Green memohon dengan tulus. Mata itu seolah-olah berkata bahwa apa yang dilisankan sang majikan adalah benar. Laki-laki itu kembali meminta maaf. "Saya hanya merasa tidak pantas di sini." "Emily begitu sayang padamu." Jika sudah menyinggung nama Emily, maka kesalahan sebesar apa pun, rasanya Sekar ingin sekali mengampuninya. Anak kecil itu daya pikatnya melebihi magnet terkuat mana pun di bumi ini. Mungkin malah lebih kuat dari gravitasi bumi. Namum, Sekar merasa sedikit perubahan di tubuhnya. Permukaan kulitnya meremang. Hawa dingin yang tadi dirasakannya, kini berkali-kali lipat rasanya. Sontak, ia sekeliling yang dapat dijangkau matanya. Dan, sosok itu muncul tak jauh dari pintu ruang kerja Mr. Green. "Kenapa Nyonya terus-menerus mengikuti saya?" tanya Sekar dalam hati. "Kamu pergi sekarang atau mati?" ancam makhluk itu. Di gaun putih tulangnya yang bernoda darah di beberapa bagian, terdapat juga belatung-belatung berukuran sedang. Mereka seperti berlomba mengoyak kain yang warna putihnya sudah memudar. Dan, aroma busuk seperti bangkai tikus, tetapi berkali-kali lipat busuknya itu, tercium dari tempat Sekar duduk saat ini. Tak ayal, perempuan itu menutup hidungnya. Melihat itu, Mr. Green yang menunggu tanggapan Sekar menjadi heran. Ia menautkan kedua alis demi mengamati perubahan wajah gadis itu. Heran, Mr. Green bermaksud menyentuh wajah Sekar yang sedikit memucat. "Jangan sentuh saya!" "Sekar?" "Mohon maaf saya tidak bisa lebih lama di sini." Sekar berkata demikian seraya melirik mahkluk berbau busuk itu. Ia masih di sana dengan tatapan marah, belatung berjatuhan dari baju dan luka di pergelangan tangannya. Sekar tidak tahan dan berlari ke arah dapur. Mr. Green mengejar Sekar. Akan tetapi laki-laki itu kehilangan jejak. Gadis berusia seperempat abad itu melesat sangat cepat, hingga Mr. tidak dapat mengejarnya. Lelah dan bingung, Mr. Green menyandar di salah satu sisi dinding. "Mister cari siapa?" Suhita yang memang datang pagi-pagi terheran-heran melihat bosnya sedang tengak-tengok di lorong yang menghubungkan dapur dan kamar Sekar, serta teras belakang rumah. Terlihat sekali laki-laki itu sedang mencari seseorang. Sepagi itu kira-kira siapa yang dicari sang bos? Akan tetapi Suhita bisa menebak, pasti di antara Sekar atau Emily yang menjadi target pencarian. Ia yakin. Bukannya menjawab, Mr. Green hanya mengibaskan tangan kanannya. Melihat itu Suhita melengos dan menuju dapur untuk membuat kopi pagi. "Mbok, aku pamit, ya," kata Sekar tiba-tiba. "Pamit?" Suhita terkejut karena kehadiran Sekar yang tiba-tiba, makin kaget mendengar ucapan gadis itu. Sekar bilang kepada Suhita bahwa dirinya mulai tidak kerasan di rumah itu. "Mbok, jadi pergi?" "Eh, Em—" "Biarkan Mbok Sekar libur. Dad sendiri yang akan mengantarnya pulang." Mr. Green memotong ucapan Sekar. Kemudian, ia mengusap-usap rambut cokelat sang anak. Hal itu membuat Emily girang. "Horeee, thank you, Dad!" "Ta-tapi, Mister—" "Sudah, yuk, berangkat!" "Saya belum sembahyang." Sekar meringis. Sedangkan sang majikan malah menepuk jidat. Ia juga baru ingat bahwa pagi ini belum sempat sembahyang. Sekar memohon diri untuk sembahyang. Selepas Sekar pamit, Mr. Green juga bersiap menuju balai bengong di halaman tengah area rumah. Sebuah tempat yang digunakan untuk mempersiapakan berbagai kebutuhan upacara. Di sana juga sangat enak dijadikan tempat merumpi sambil makan tipat cantok atau rujak bulung. "Di lihat dari posisi ini, kamu begitu mirip dengan Ellea. Ah, Sekar, harusnya saya tidak membawa kamu masuk dalam hidup saya yang rumit," gumam Mr. Green sambil duduk di samping canang sari. "Dad, Mbok Sekar cantik, ya?" "Em?" *** "Mister, saya tidak enak." Sekar menatap takut-takut pada pria di sampingnya. Ada perasaan canggung yang makin menjadi. Apalagi jika ia teringat ciuman mereka. Mobil telah berjalan mulus di jalanan beraspal menuju sebuah desa di kawasan Kintamani. Di dalam perjalanan menuju desa asal Sekar itu, Mr. Green tidak henti-hentinya tersenyum. Entah untuk yang ke berapa kalinya laki-laki itu menoleh pada Sekar dan tersenyum. Begitu terus sedari keluar dari halaman luas miliknya. Kini, mobil itu mulai memasuki kawasan Bedugul. Daerah itu terkenal dengan udaranya yang sejuk. Di sana pula terdapat tempat wisata horor yang sering dikunjungi para yutuber untuk membuat konten. Sekar mendadak dikejutkan oleh wujud makhluk berparas oriental, berambut sepundak yang tiba-tiba duduk di jok tengah mobil. Tubuh Sekar tersentak saking kagetnya, membuat Mr. Green otomatis menoleh. Laki-laki itu menatap Sekar lekat. Alisnya saling bertautan, menerka-nerka apa yang terjadi dengan gadis di sebelahnya. "Kamu tidak apa-apa?" Sekar tentu saja tidak ingin membuat bosnya takut. Padahal, makluk itu duduk tepat di belakang si pria berambut cokelat yang kini mengenakan kacamata hitam. Ia tersenyum ke arah Sekar. Di dalam hati, Sekar meminta agar tidak diganggu. Sedangkan, Mr. Green menunggu jawaban gadis itu. Tangan kanan Sekar disentuh lembut oleh sang duda. Refleks gadis itu menarik tangannya dengan panik. Ia meminta maaf atas reaksi yang mungkin dianggap berlebih oleh Mr. Green. "Maaf, saya cuma lelah saja, Mister." "Ambil waktumu untuk istirahat! Seminggu cukup?" Melihat Sekar mengangguk, Mr. Green tersenyum. Detik berikutnya, Mr. Green justru menyalakan radio mobil, mencari saluran yang sesuai keinginannya. "Itu saja, Mister." "Kamu suka lagu ini?" Ku rasa getaran cinta Di setiap tatapan matanya Andai kucoba tuk berpaling Akankah sanggup kuhadapi kenyataan ini Oh Tuhan tolonglah aku Janganlah kau biarkan diriku Jatuh cinta kepadanya Sebab andai itu terjadi Akan ada hati yang terluka Tuhan tolong diriku Walaupun terasa indah Andaikan kudapat juga dirinya Namun ku harus tetap bertahan Menjaga cinta yang t'lah lebih dulu  kujalani Oh Tuhan tolonglah aku Janganlah kau biarkan diriku Jatuh cinta kepadanya Sebab andai itu terjadi Akan ada hati yang terluka Tuhan tolong diriku  Lagu milik Derby Romero itu mengalun. Mr. Green mendengarkan lirik yang dinyanyikan sang penyanyi dengan saksama. Alisnya berkerut, kemudian menoleh ke wajah Sekar. Ia seperti sedang menganalisis korelasi lagu tersebut dengan hati Sekar. Setelah itu, Mr. Green manggut-manggut. Ia tersenyum lebar. Sekar kali ini yang mendapat giliran bingung. "Mister baik-baik saja, 'kan?" "Kamu yang harusnya saya tanya, kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu sedang jatuh cinta. Pada saya?" Sekar terbatuk. Wajahnya memerah. Tuduhan macam apa yang sampai membuat Sekar segugup itu? Benar-benar keterlaluan. Sekar meraih air mineral dalam botol yang disimpan dalam tas selempang kecil miliknya. Ia segera meneguk isinya. Perlahan-lahan.  *** Catatan kaki: Rujak bulung: rujak rumput laut khas Bali 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN