Bab 9: Menemukan Keberadaan Ex-WIFE

1280 Kata
*** “Tuan, saya sudah berusaha melacak keberadaan Nona Sexyana di Paris—maksud saya, tempat tinggalnya—tapi saya gagal,” kata Donathan dengan nada penuh penyesalan. Ia berdiri tegap di depan meja kerja Michele, mencoba menahan rasa gugup di bawah tatapan tajam pria itu. Michele tidak langsung menjawab. Ia menatap Donathan dalam diam, lalu mengalihkan pandangannya ke sebuah berkas yang baru saja diletakkan oleh asistennya di atas meja. Tanpa berkata apa-apa, ia meraih dokumen itu dan mulai membukanya perlahan. Donathan berdiri di tempatnya, menunggu dengan cemas saat Michele mulai membaca isinya. Di dalam dokumen itu, terdapat biodata singkat tentang seorang anak kecil. Nama lengkapnya tertulis di bagian atas: Savana Lyoraa Blaxton. Michele mengerutkan dahi, hatinya bergetar hebat ketika membaca nama belakang itu. Blaxton, bukan Addison ataupun DeVille. Michele membaca lebih lanjut. Savana lahir pada tanggal 11 November di Paris, dan kini berusia empat tahun. Anak itu tercatat bersekolah di École Montessori des Èlites, sebuah sekolah elit yang terletak di kawasan mewah Rue de la Faisanderie. Semakin Michele membaca, semakin sesak dadanya. Setiap kata dalam dokumen itu seperti menghantamnya tanpa ampun. Nama Blaxton yang melekat pada putrinya seolah-olah menjadi pengingat bahwa ia tidak lagi memiliki tempat dalam hidup anak itu. Bahkan, fakta bahwa Savana tinggal di bawah asuhan keluarga Blaxton—keluarga yang selama ini ia anggap sebagai pemisah antara dirinya dengan Sexyana—membuat semuanya terasa lebih menyakitkan. Michele menutup dokumen itu perlahan, memijit pelipisnya dengan tangan kanan. “Jadi, nama belakangnya adalah Blaxton?” gumamnya pelan. “Iya, Tuan,” jawab Donathan hati-hati. “Dokumen itu memuat semua informasi yang berhasil saya kumpulkan sejauh ini.” ‘Jadi, nama belakangnya adalah Blaxton? Bukan Addison?’ Michele mengulang pertanyaan itu dalam hatinya, seperti gema yang tak henti-hentinya memukul kesadarannya. Mata tajamnya masih terpaku pada dokumen di atas meja. Nama itu, Savana Lyoraa Blaxton, terasa seperti tamparan keras yang menghantam egonya. Blaxton—nama keluarga yang menjadi penghalang antara dirinya dengan Sexyana, nama yang kini tersemat pada anak yang seharusnya menjadi bagian dari hidupnya. Seharusnya anak itu bernama; Savana Lyoraa DeVille, bukan? Ya, begitu seharusnya. Pikiran Michele mulai berkelana. Wajah Sexyana dan Nicolas muncul dalam benaknya, menggali kembali kenangan yang telah lama ia kubur. Sexyana dan Nicolas—dua orang yang begitu sulit ia abaikan dalam hidupnya. Berulang kali Sexyana meminta cerai darinya karena ingin wanita itu ingin kembali bersama Nicolas. Sejak kecil, Michele menyadari betapa dekatnya hubungan Sexyana dengan Nicolas. Bahkan ketika mereka masih berusia belia, Sexyana tak pernah mau jauh dari kakak sepupunya itu. Dimanapun Nicolas berada, di situlah Sexyana akan mengikutinya, seperti bayangan yang tak terpisahkan. Mereka tumbuh bersama di bawah asuhan Morgan Blaxton, kakek mereka—pemimpin utama klan TDB-13. Nicolas dibawa ke mansion keluarga Blaxton sejak usia lima tahun. Sejak itu, ia menjadi cucu kesayangan Morgan. Kini, Nicolas sudah berusia 30 tahun, seorang pria dewasa yang memancarkan pesona dan karisma khas keluarga Blaxton. Michele tak bisa menyangkal, Sexyana selalu memiliki ruang khusus untuk Nicolas dalam hatinya—ruang yang tampaknya tak pernah bisa ia singgahi. Michele mengepalkan tangannya, memendam kemarahan yang membara. Bayangan tentang masa kecil mereka, saat Sexyana dan Nicolas saling melindungi dan tertawa bersama, kembali memenuhi benaknya. Setiap tawa, setiap senyum, setiap keakraban yang mereka tunjukkan, selalu terasa seperti ancaman bagi Michele. Selang beberapa saat, Michele menghela napas berat, berusaha menenangkan pikirannya yang terus bergejolak. Ia mengalihkan pandangan dari dokumen di depannya, lalu menatap Donathan dengan tajam. “Biar aku saja yang melanjutkan. Aku pasti bisa menemukannya,” ucapnya penuh keyakinan. Donathan mengangguk pelan—sebagai respon, menerima keputusan tuannya. Namun, Michele belum selesai berbicara. “Sekarang, tugasmu adalah menyelidiki Nicolas. Aku ingin tahu semuanya—dia bepergian ke mana saja, bertemu siapa, dan apakah dia dekat dengan seorang wanita atau masih sendiri.” Donathan menundukkan kepala sebagai tanda hormat. “Baik, Tuan. Saya akan segera mengumpulkan informasi yang Anda butuhkan. Jika tidak ada hal lain, saya mohon izin.” Michele hanya mengangguk singkat sebagai respon. Melihat itu, Donathan membungkukkan tubuh sekali lagi sebelum berbalik, melangkah keluar dari ruangan dengan gerakan cepat namun tenang. Pintu tertutup perlahan di belakangnya, meninggalkan Michele dalam keheningan. Michele menatap laptop yang tertutup rapi di atas meja kerjanya. Perlahan, ia meraih perangkat itu dan membuka penutupnya. Jemarinya yang panjang dan kokoh bergerak cepat, menekan tombol power untuk menghidupkannya. Layar laptop menyala, memperlihatkan logo awal sebelum masuk ke halaman utama. Setelah berhasil masuk, ia membuka sebuah program khusus yang jarang diketahui publik—sebuah perangkat lunak canggih yang dirancang untuk melacak keberadaan seseorang secara detail. Program itu bukan sekadar perangkat biasa; Michele telah menginvestasikan sejumlah besar uang untuk mendapat akses ke teknologi ini. Michele menatap layar laptop yang kosong, hasil pencarian tidak menunjukkan apa pun. Tidak ada data yang keluar atas nama "Sexyana Blaxton." Sejenak, ia terpaku. Wajahnya mengeras, kebingungan mulai menyerangnya. Ia mengusap dagu sambil menghela napas panjang. ‘Datanya tidak keluar. Apakah Sexyana mengubah identitasnya?’ batinnya penuh kecurigaan. Matanya menyipit tajam, ekspresinya menggelap. Tangan kanannya perlahan naik ke pelipis, memijat lembut untuk meredakan pening yang mulai menyerang pikirannya. Tanpa menyerah, Michele mengetikkan variasi lain di kolom pencarian: "Sexy Blaxton." Namun, lagi-lagi layar tetap kosong. Tidak ada hasil. “f**k!” Michele mengumpat keras, frustrasi menguasai dirinya. Ia mengepalkan tangan di atas meja, menahan marah. Dengan rahang yang mengeras, ia bersandar pada kursi. Kepalanya menengadah ke langit-langit, matanya terpejam rapat. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan amarah yang membakar dadanya. "Pasti ini ulah Oscar! Hanya dia yang mampu membuat sesuatu seperti ini! Bocah itu sungguh k*****t!" geramnya dengan rahang semakin ketat. Dalam keheningan, sekelebat memori dari masa kecil tiba-tiba melintas di benaknya. Ia ingat Christian, adiknya, pernah mengejek Sexyana. "Tidak cocok kau dipanggil Sexyana, karena kau tidak seksi. Cocoknya dipanggil Nuella saja!" Michele mendengar suara Christian yang mengejek dengan tawa lepas. Michele membuka matanya lebar-lebar, tubuhnya yang semula bersandar tiba-tiba tegak di atas kursi. Ia menatap layar laptop dengan pandangan penuh arti. "Nuella," gumamnya pelan namun yakin. Tanpa buang waktu, jemarinya kembali menari di atas keyboard. Ia mengetikkan dua kata: "Nuella Blaxton." Program canggih itu segera bekerja. Algoritma mulai mengakses berbagai database internasional: catatan perjalanan, rekam medis, aktivitas finansial, hingga lokasi elektronik terbaru. Dalam hitungan detik, hasil pencarian muncul. Michele tersenyum puas. Wajahnya penuh kemenangan. Layar laptop menampilkan berbagai grafik, tabel, dan peta interaktif. Di sana, sebuah titik merah menunjukkan keberadaan terbaru seseorang bernama Nuella Blaxton. Lokasi itu terdeteksi di Paris, Prancis. “Akhirnya…” gumamnya rendah, namun penuh makna. Michele memperbesar tampilan peta, menganalisis dengan saksama. Di layar terlihat sebuah bangunan besar di kawasan elit, dikelilingi taman luas. Nama jalan di bawah peta membuatnya mengernyit—ia mengenal area itu. Kawasan tersebut merupakan salah satu tempat paling prestisius di Paris. Jemarinya bergerak cepat lagi, membuka daftar aktivitas yang berkaitan dengan lokasi itu. Sebuah nama sekolah elit muncul, cocok dengan informasi dalam dokumen yang diberikan Donathan. Michele menyipitkan mata, membaca setiap detail informasi. Ia menyusun strategi dalam pikirannya. Setelah mendapatkan semua yang ia butuhkan, ia menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi. Pandangannya tetap tertuju pada layar laptop, namun kali ini penuh dengan ketenangan yang licik. Senyumnya melengkung tipis, menyiratkan kombinasi kepuasan dan ambisi. “Paris, hmm?” gumamnya pelan, namun ada nada ancaman dalam suaranya. “Baiklah. Kita akan lihat, Sexyana… or Nuella… seberapa lama kau bisa terus bersembunyi dariku.” Dengan gerakan perlahan namun pasti, Michele menutup laptopnya. Ia berdiri, menatap jauh ke arah jendela besar di belakang meja kerjanya. Matanya yang dingin bersinar penuh ambisi. Baginya, ini bukan sekadar pengejaran biasa. Ini adalah perjuangan untuk mengambil kembali apa yang ia yakini sebagai miliknya—sebuah keadilan yang ingin ia tegakkan, meskipun harus melalui jalan gelap. Satu fakta yang tidak akan bisa diubah oleh siapapun—ya, siapapun termasuk Blaxton. Sexyana adalah miliknya. Hanya akan menjadi miliknya! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN