Jantung Aria rasanya tak berhenti mencelos setiap detiknya saat menatap pantulan dirinya di depan cermin kamar mandi. Kakinya yang berdiri menopang berat tubuhnya seakan layu, seakan jika kedua tangannya tak berpegang pinggiran wastafel, ia akan merosot dan terkulai letih di lantai. Semua itu bukan tanpa sebab, melainkan terjadi karena kegiatannya dengan Arsa semalam. Bahkan jejak-jejaknya masih tampak jelas di area leher hingga dadanya. Arsa menciptakan ruam-ruam kemerahan itu seperti seorang yang telah handal, meninggalkan jejak kepemilikan di leher hingga dua asetnya yang masih kencang. Bukan hanya di sana, ruam-ruam kemerahan samar juga tampak di pahanya. Meski Arsa tak bisa melihat, pria itu berhasil membuat Aria terus ingin berteriak setiap detiknya. Setiap suaminya itu memberinya se