“Res, gue balik.” Suaraku tercekat, isakku telah sampai di ambang tenggorokan. “Ayo balik. Tunggu di lobi, ini gue sudah di parkiran. Jangan pergi sendiri lo.” “Hmm.” Ares memutus panggilan, sementara aku baru saja tiba di lobi. Langkah masih kulanjutkan, melewati pintu otomatis, lalu berdiri di tengah teras. Ku atur napasku, mengendalikan sesak. Tidak, aku tidak boleh kolaps, besok giliranku menggendong Farah. Aku tidak boleh melewatinya. Lalu … ada yang merangkulku. Otomatis aku menoleh, beliau meremas lenganku, tak tersenyum namun menatapku teduh. “Eyang? Baru datang?” “Ngga juga. Kebetulan tadi nyimak mantan pasangan ngobrol di taman,” jawab beliau. Aku tersenyum, lalu mengangguk. “Ga?” tegur beliau kemudian. “Iya, Eyang?” “Saya yang ngerjain kiriman Tāmaki Treats.” Gue ter