“Saga, Om.” Pria yang kuketahui adalah ayah dari Peony menatapku lekat. Erat genggaman beliau di tanganku. Beliau mendengus beberapa saat kemudian. “Kenzo.” Aku mengangguk. Tanpa beliau menyebutkan nama pun sebenarnya aku sudah tau. Dibodohi Areum membuat instingku kini lebih tajam. Aku mencari tau latar belakang semua orang yang banyak berinteraksi denganku, termasuk Peony. Ayahnya seorang pengusaha di bidang otomotif, sementara ibunya seorang desainer fashion. Mungkin karena keduanya bisa dibilang merintis usaha dari nol – walaupun orangtua mereka cukup berada – sifat idealis tersebut turun ke Peony. “Biarpun satu dunia ini bilang inshaaAllah aman pergi dengan kamu, tetap saja saya tidak selegowo itu!” ujar Om Kenzo. “Saya paham, Om,” sahutku. “Pastikan Peony menghubungi saya saat