Sebuah restoran di Ponsonby-Auckland menjadi tempat tujuanku. Di sampingku, Tristan fokus mengemudi dengan tangan kanannya bergenggaman denganku. Aku sudah bilang agar Abang menemaniku, dan ia mengiyakan, meski nantinya akan berpisah meja. Oh, Saga juga sudah tau, aku bahkan memintanya mengajak Lulu, khawatir menjadi salah paham jika kami hanya dinner berdua. Namun, Saga menolak usulan itu. “Abang beneran ngga apa-apa?” tanyaku. “Apa-apalah. Cenat-cenut nih jantung aku,” ujarnya dengan lirikan tajam yang membuatku tergelak. “Semeja aja kalau gitu, Abang. Ngapain sih sok strong pakai bilang minta booking-in satu meja lain.” “Biar bisa mengintimidasi!” Aku makin tergelak. “Kalau satu meja ya, baby … yang ada Saga merasa nyaman. Oh tidak bisa! Kalau aku ngelirik dari meja lain, kan rasa