Satu minggu kemudian. “Assalammu’alaikum.” Salam serentak dari dua orang berlainan jenis menyapa pendengaran kami. “Wa’alaikumsalam,” jawab kami, juga kompak. Di ruang tengah ini, di kediaman Eyang Adlar, ada aku, Tristan, Om Dirga, Om Rasen, Pak Aji, Ares, dan tentu saja Eyang sendiri. Yang baru datang adalah Saga dan Peony. Saga tertahan sedikit tadi karena agak lama berdiskusi dengan Pak Johan di ruangannya. Kami berkumpul di sini untuk membuka hasil hasil temuan audit forensik yang selama ini menyita waktu, tenaga, dan pikiran semua orang di ZH. Saloon doors yang mengantarai ruang tamu dan ruang keluarga rumah ini terbuka saat Saga dan Peony melewatinya untuk bergabung bersama kami. Raut wajah Saga nampak lebih tegang dari biasanya. Aku tau dari gesture tubuhnya bahwa ada hal-hal ya