Giselle menoleh ke arah nenek Nancy yang duduk di samping kanannya meskipun ia tak bisa melihatnya saat biacara dengan wanita itu.
“Nenek mengenal pria bernama Keenan, itu ?"tanya Giselle malah penasaran."Siapa dia nek ?"
Giselle berharap neneknya itu mengetahui sosok tersebut dan mau menjelaskannya pada dirinya.
"Sebaiknya Giselle tak perlu mengetahui siapa Keenan. Dan lagi anak itu mungkin akan segera kembali ke Milan atau ke negara lainnya dan hanya sebentar saja berada di sini." Nenek Nancy berpikir ulang apakah akan memberitahunya atau tidak.
"Tidak, maksud nenek dia bukan siapa-siapa." jelasnya tak mau memberitahu identitas Keenan. "Jangan dekat-dekat lagi dengan pria itu." tambahnya.
Setelah bicara demikian, nenek Nancy segera berdiri dari tempat duduknya dan masuk ke dalam rumah.
"Aneh sekali, kenapa nenek tak mau menjelaskannya siapa pria itu padaku. Terlebih sekarang dia buru-buru masuk rumah. Siapa sebenarnya Keenan itu ?" gumam Giselle semakin bertambahlah rasa penasarannya.
"Semoga saja aku bisa bertemu dengannya lagi lain waktu dan aku akan mencari tahunya sendiri." gumam Giselle yang keras kepala dan teguh pada pendiriannya.
Di dalam rumah, nenek Nancy mencari Rosie dan menemukannya ada di ruang belakang.
"Rosie Ada yang ingin kau bicarakan dengan mu." ucap wanita itu.
"Ya, nyonya." Rosie yang sedang membersihkan karpet hijau dengan vacuum cleaner, mematikan alat tersebut lalu menghampirinya.
"Apa kemarin Giselle bertemu dengan Keenan ?"
Rosie mengerutkan keningnya karena sebelumnya nona muda tak menceritakan pada dirinya siapa pria yang telah menyelamatkannya.
"Maaf nyonya, aku kurang tahu siapa nama pria tersebut karena nona tidak memberitahu ku." bahkan Rosie baru mengetahui jika pria menyelamatkan nona nya ternyata adalah tuan Keenan.
Siapa yang tak tahu pada nama itu di komplek perumahan mewah tersebut.
Semua orang mengetahuinya. Sosok pria tampan dengan penampilan fisik nyaris sempurna yang membuat banyak wanita jatuh hati padanya hanya pada pandangan pertama.
Namun karena hal itu pulalah, seorang Keenan yang menjadi pujaan setiap wanita membuatnya mempermainkan banyak wanita karena mudahnya mendapatkan wanita dan tak perlu mencari, mereka semua akan datang padanya.
"Rosie jangan sampai Giselle bertemu lagi dengan pria itu terlebih sampai dekat dengannya." Nenek Nancy mengingatkan pelayannya itu karena ia tak mau cucunya sampai menjadi korban seorang Keenan.
"Baik, nyonya."
Malam hari di sebuah rumah mewah yang berukuran besar dua kali lipat luasnya dari kebanyakan rumah yang ada di sekitarnya.
Sebuah mobil mewah masuk ke rumah.
"Selamat malam tuan Keenan." sapa seorang pelayan pria yang membukakan pintu rumah saat tuan mudanya itu akan masuk.
"Ya." balas Keenan sembari tersenyum lebar kemudian bergegas masuk ke rumah.
Atmosfer cat dinding berwarna coklat muda menambah kesan mewah rumah itu ditambah dengan sinar lampu dari beberapa lampu gantung mahal.
tac-tac
Terdengar suara seseorang menuruni anak tangga yang berada 3 meter di depan Keenan berada saat ini.
"Ibu..." ucap Keenan melihat seorang wanita yang menatap ke arahnya dan dengan cepat wanita itu kini sudah berdiri di depannya.
"Jam berapa ini ?! Dari mana saja kau baru pulang ?" ucap wanita itu sembari menatapnya dengan tajam.
"Ibu aku hanya berjalan-jalan saja." jawab Keenan dengan santai dan tenang, khas pria itu. Meski ada gunung mau meletus di depannya dia pun tetap tenang.
"Gadis mana lagi yang kau ajak jalan kali ini ?" tanyanya masih dengan nada tinggi juga menyudutkan.
Mylea, wanita berambut panjang hitam dengan mata hitam gelap sempurna yang terlihat cantik di usianya yang sudah tak muda lagi, atau tepatnya versi wanita Keenan untuk menggambarkan seperti apa kecantikan wanita itu.
Wanita itu tahu betul seperti apa putranya itu. Dan jujur saja dia geram juga lama-lama pada tingkah putranya yang selalu membawa banyak gadis dan berganti-ganti. Bukan karena takut akan digosipkan menjadi seorang playboy, tapi lebih khawatir pada kesehatannya juga masa depannya.
“Keenan kau ini sudah dewasa. Usia mu sudah 28 tahun dan bukan saatnya bagimu untuk bermain-main dengan banyak gadis seperti itu. Kau harus berhenti main-main seperti itu dan seriuslah hanya pada satu wanita saja. Menikahlah segera. Kakak mu sudah menikah se usiamu." ceramahnya panjang lebar.
Dan Keenan hanya tersenyum lebar saja mendengar ceramah ibunya yang sudah dihafalnya karena selalu diulang-ulang intinya seperti itu.
"Kau malah tertawa mendengar nasehat ibu." ucap Mylea makin kesal dengan putranya yang tak bisa serius dan malah meremehkan dirinya.
"Ibu jika saatnya nanti aku bertemu dengan gadis yang tepat, maka aku akan berhenti main-main dan menikah dengannya." jawab Keenan asal saja dan ia segera beranjak dari sana lalu pergi naik ke lantai dua, masuk ke kamarnya karena malas mendengar omelan dari ibunya yang tiada habisnya.
"Dasar anak itu !" Mylea hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putra keduanya itu.
Keesokan harinya Giselle kembali berjalan-jalan di sekitar rumah.
Seperti biasa, semua warga sekitar mengetahui keberadaannya juga kondisinya.
Ia berjalan menggunakan tongkat di temani oleh Rosie. Mereka mengambil rute lain, rute baru yang Giselle belum pernah ke sana dan itu atas permintaan Giselle.
"Nona kita sudah berjalan jauh dan sebaiknya kita segera kembali." ucap Rosie yang sudah menemani nona mudanya itu berjalan selama 2 jam lamanya.
Sebenarnya Rosie bukannya tidak mau menemani nona mudanya berkeliling, namun sejujurnya dia masih banyak pekerjaan di rumah yang belum dia selesaikan.
"Apa kau lelah ?" tanya Giselle berhenti berjalan. "Apa kau tahu cafe kecil yang ada di sekitar sini dan kita bisa istirahat sebentar di sana."
Giselle lama tidak pernah menginjakkan kakinya ke bar ataupun ke cafe semenjak dia buta. Ada sedikit rasa rindu ingin menginjakkan kembali kakinya ke tempat itu meskipun hanya duduk ataupun memesan sebuah minuman ringan saja.
"Di depan sana ada cafe nona." jelas Rosie sembari menatap cafe yang ada di depannya hanya berjarak 3 meter saja dari tempat mereka berada sekarang.
"Tolong antarkan aku ke sana."
Rosie kemudian menuruti permintaan nona mudanya. Ia menuntun gadis itu berjalan menuju ke cafe.
"Kita sudah sampai nona." ujar Rosie.
Giselle mengangguk tersenyum kemudian kembali berjalan mengikuti langkah kaki pelayannya itu.
Di cafe kecil itu lumayan ramai. Banyak pengunjung dan separuh kursi sudah terisi penuh.
Giselle dan Rosie duduk di dekat pintu masuk dan duduk berhadapan.
"Apa saja menunya di sini ?" tanya gadis itu dan Rosie membacakan semua menu yang di tawarkan cafe itu.
Rosie kemudian memesankan apa yang diminta oleh nona mudanya, pizza dan soft drink.
"Rosie kenapa kau tak memamakannya ?" tanyanya karena ia tak mendengar wanita itu mengunyah makanan ataupun meminum sesuatu.
"Nona.. sebenarnya di rumah masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Tapi nona sepertinya masih betah berada di sini." jawab pelayan itu dengan jujur.
"Rosie kau bisa pulang dan tinggalkan aku di sini."
"Lalu bagaimana nanti nona pulang ?"
"Kau jemput saja aku setelah pekerjaan mu selesai atau dua jam dari sekarang atau kau bisa berpesan pada security yang ada di sini untuk mengantarku pulang ke rumah nanti." Giselle memberikan banyak opsi yang harus dipilih oleh pelayan itu.
Karena Giselle terus meyakinkan dan mendesaknya, maka Rosie pun dengan berat hati meninggalkan cafe tersebut.
Di luar cafe, wanita itu menemui petugas security dan berpesan padanya untuk menjaga nona mudanya juga memberitahunya jika ada apa-apa.
Selepas kepergian Rosie, tinggallah Giselle duduk sendiri di sana menikmati makanan yang sudah dia pesan tadi.
Dari luar cafe terlihat Keenan sedang jogging seorang diri. Pria itu berlari kecil melewati cafe.
"Gadis itu, bukankah dia gadis yang kemarin aku selamatkan ?" pekiknya terkejut saat menoleh ke samping kiri.