Eps. 20 Pertemuan Kedua

1271 Kata
Keenan berhenti dan menoleh ke samping kiri untuk memastikannya kembali. "Benar, dia gadis yang ku selamatkan kemarin." gumamnya setelah melihat memang Giselle yang duduk di sana. "Apa dia tidak takut berada di tempat keramaian seorang diri ?" Keenan melihat gadis itu duduk sendiri. Refleks saja pria itu menghampirinya. Bukan karena ingin bicara dengannya, tapi karena khawatir padanya. "Mungkin singgah di sana sebentar saja tak masalah." gumamnya. Keenan lalu masuk ke Cafe Fantastic tersebut. Giselle duduk seorang diri di dekat pintu masuk yang juga merupakan pintu keluar. "Dia benar-benar sendiri di sini." gumamnya berdiri tepat di depan Giselle dan tak ada pelayan seperti yang pernah disebutkan gadis itu sebelumnya. "Siapa ?" ucap Giselle segera menatap ke depan. Dia merasa ada seseorang yang berjalan kemudian berhenti tetap di depannya. "Aneh sekali dia bisa mengetahui keberadaanku padahal aku sudah berjalan sepelan mungkin." batin Keenan sembari menautkan kedua alisnya. "Tak ada jawaban. Apakah itu orang jahat lagi ?" batin Giselle menjadi waspada karena kejadian sebelumnya. Ia pun yang cepat mengambil tongkat yang ia letakkan di sampingnya lalu menudingkan ke depan. "Argh." tongkat besi itu menyodok perut Keenan hingga membuatnya merintih. "Dia benar orang jahat." Giselle kembali menyodokkan tongkatnya, namun Keenan kali ini menahannya serta merebut tongkat itu. "Tongkat ku." pekik Giselle seketika panik saat tongkat itu terlepas dari tangannya. Ia juga ketakutan. "Tenang nona, aku bukan orang jahat." ucap Keenan kemudian menyerahkan tongkat itu pada Giselle. "Aku sedang mencari tempat duduk dan kau salah mengira." ucapnya beralasan agar terdengar masuk akal. Giselle menurunkan kewaspadaannya setelah mendengar penuturan pria itu. Selain itu ia juga merasa familiar dengan suara pria tersebut. "Jadi, apakah kursi di cafe ini penuh ?" tanya Giselle masih berdiri menatap Keenan. "Ya, nona kursinya penuh." jawabnya bohong padahal masih banyak kursi kosong di sana. "Jika begitu kau boleh duduk di sini." ucap Giselle yang gampang merasa kasihan pada orang lalu segera duduk. Keenan sebenarnya tak ingin duduk di sana dan ia ingin duduk di tempat yang agak jauh tapi karena kebohongannya tadi terpaksa ia duduk di sana. "Terimakasih, nona." Ia menarik kursi berwarna orange lalu duduk di depan Giselle. Karena tak saling kenal maka Giselle pun diam. Dia menikmati pizza nya sambil mengingat kembali suara pria di depannya. "Tuan apa kau mau ku bagi pizza ?" tanya Giselle sebenarnya hanya ingin mendengar suara pria itu lagi. "Ah, tidak. Terimakasih nona. Aku akan memesan minuman setelah ini." Keenan pun memanggil pelayan yang ada di sana dan terpaksa memesan minuman hangat meskipun sebenarnya dia tak haus. Karena satu kebohongan pasti akan ada kebohongan lain untuk menutupi kebohongan sebelumnya. "Tuan, apa sebelumnya kita pernah bertemu ?" tanya Giselle tiba-tiba karena yakin suara pria yang ada di depannya itu mirip sekali dengan suara pria yang menyelamatkan dirinya kemarin. Tentu saja Keenan terkejut mendengarnya, “Tidak, nona. Aku baru pertama kali ini bertemu denganmu." Pria itu merasa aneh sekali bagaimana bisa gadis itu mengenalinya hanya dengan sekali bertemu saja tanpa melihat wajahnya. "Apa tuan sebelumnya pernah pergi ke taman Green Arbey dalam waktu dekat ini di akhir pekan ?" tanya Giselle kan ini yakin sekali lihat depannya adalah pria yang sama dengan pria yang menyelamatkan dirinya. "Oh, tidak-tidak. Nona aku baru datang kemari hari ini dan aku belum keluar ke mana-mana apalagi pergi ke taman tersebut." Keenan kembali menyangkal tegas. Bukan karena tak ingin gadis itu mengetahui identitasnya, tapi ia tak ingin gadis itu merasa berhutang budi padanya. "Tapi karakter suaranya mirip sekali dengan pria itu, sedikit nge-bass tapi lembut." batin Giselle tetap yakin pada pendapatnya. "Apakah tuan bernama Keenan ?" Keenan sampai bingung harus bagaimana lagi mengelak karena gadis di depannya itu terus menyudutkannya. "Jika saja dia tidak buta mungkin saja dia akan mengikutiku kemanapun aku pergi." batinnya berasumsi sendiri. "Maaf, kau salah orang nona. Namaku Colton." ucapnya lagi. Giselle pun tak ingin mendesak terus karena tak ada gunanya juga jika terus berdebat. Ia pun sengaja menjatuhkan kotak tisu di depannya, yang jatuh di dekat tangan Keenan. "Maaf, aku tak sengaja." Giselle mengambil kembali kotak tisu itu sambil meraba tangan pria itu. "Dia benar-benar pria yang menyelamatkan diriku kemarin." batinnya saat merasakan otot Keenan. Giselle tak tahu sebabnya Kenapa pria itu harus sampai berbohong padanya dan ia pun tak mencari tahu hal itu lagi lebih dalam lagi. Pesanan Keenan datang dan dia pun segera meminumnya. Keenan menatap Giselle yang makan dengan tenang. "Apa tuan Colton mau pizza ?" ucap Giselle lagi karena ia hanya mendengar pria itu minum saja. Giselle menyodorkan pizzanya pada pria itu. "Terimakasih, nona." Keenan yang sebenarnya tak ingin makan terpaksa menerimanya karena tak enak hati. "Apa nona sudah lama tinggal di sini ?" tanya Keenan sembari mengunyah sepotong pizza. Karena jujur sebelumnya ia tak pernah melihatnya. "Tidak, aku sedang liburan Kemari ke rumah nenekku." "Pantas saja." batin Keenan sambil menganggukkan kepala. "Jika boleh tahu siapa nama nona ? Karena sedari tadi kita mengobrol aku tidak mengetahui namamu." ucap Keenan. "Giselle, tuan." Keenan kembali mengangguk lalu mereka berdua mengobrol ringan. Hingga dua jam kemudian sampai pizza itu habis, Rosie masih belum juga datang menjemput Giselle. "Kemana ya Rosie ?" ucapnya lirih sambil menoleh ke samping kanan dan ke samping kiri meskipun tak bisa melihat dan hanya karena kebiasaan saja. "Apa nona menunggu seseorang di sini ?" tanya Keenan melihat Giselle itu gelisah. "Ya, sebenarnya aku menunggu pelayanku datang menjemputku. Tapi sepertinya dia masih sibuk." Giselle merasa sudah terlalu lama berada di sana dan sekarang waktunya untuk kembali. "Tuan Colton senang berkenalan denganmu. Tapi maaf aku tak bisa lama-lama berada di sini dan aku harus segera pulang." ucapnya berpamitan dan segera berdiri dari tempat duduk. Giselle pun segera berjalan keluar tanpa menunggu jawaban dari Keenan. "Pintu keluarnya 5 langkah dari tempatku duduk, pasti ini pintu keluarnya." ia berhasil menuju ke pintu keluar dengan menghitung langkah kakinya. "Oh, gadis itu bisa menemukan pintu keluar sendiri ? Apa dia sudah sering kemari ?" gumam Keenan sampai memutar badan menatap Giselle. Di luar cafe, Giselle berhenti sejenak dan mencoba mencari arah sambil mengingat berapa langkah kaki yang ia tempuh tadi untuk sampai ke rumah. "Aku yakin tadi jalan pulangnya ke arah sini." gumamnya kemudian melangkahkan kakinya tanpa ragu sembari menghitung kembali langkah kakinya. Keenan yang masih berada di cafe akhirnya keluar dari sana karena khawatir pada gadis itu mengingat apa yang terjadi sebelumnya pada Giselle. "Nona Giselle, tunggu !" panggil Keenan dengan berteriak. Giselle menghentikan langkahnya karena mendengar suara panggilan. Nathan berlari keluar dan menghampiri Giselle. "Nona, biar aku menemani mu sampai ke rumah. Jika saja aku tidak jogging maka aku akan mengantarkanmu dengan mobilku." ucap Keenan. Giselle diam dan tak langsung menjawabnya. Ia mempertimbangkan tawaran pria itu. "Apa tuan Colton tahu rumah nenek Nancy ?" tanya Giselle sebagai bahan pertimbangannya. "Apa yang kau maksud nyonya Nancy dari keluarga Hose ?" Keenan menegaskan kembali karena setahunya hanya ada satu nama Nancy di sana. "Ya, benar dia nenek ku." "Aku tahu rumahnya. Biar aku mengantarmu sampai ke sana. Aku khawatir ada seseorang yang mengganggu mu di jalan." "Baiklah, tuan Colton." jawab Giselle pada akhirnya dengan segala pertimbangan karena ia baru pertama kali ini keluar jauh dan takut nyasar karena hitungan langkahnya tak tepat. Keenan kemudian menemani Giselle berjalan dan mengantarnya sampai ke rumah nenek Nancy. "Nona kau sudah sampai di rumah nenek mu." ucap Keenan berhenti tepat di depan rumah nenek Nancy. "Terimakasih, tuan. Apa kau mau mampir sebentar? Aku akan meminta pelayan di rumah membuatkan mu minuman." tawar Giselle dan langsung masuk. Keenan menunggu lima menit berdiri di luar rumah nenek Nancy, namun dia segera pergi setelahnya. "Tuan, ini minum untuk anda." Rosie keluar dengan membawa minuman setelah Giselle memintanya membuatkan. "Tak ada siapapun disini." Karena tak ada siapa-siapa di sana maka pelayan itu kembali masuk ke rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN