Bab 20. Keindahan dibalik gaun

1019 Kata
Harran terus mengawasi Gianni. Biasanya ia tidak pernah punya masalah dengan jenis pakaian yang dikenakan perempuan itu. Selain kerap berpenampilan seperti anak kecil, Gianni juga kerap menggunakan kaos atau kemeja oversize. Tubuhnya yang kecil selalu terlihat tenggelam di balik pakaiannya sendiri. Tapi malam ini berbeda. Gianni menggunakan Gaun. Berwarna biru tua, warna yang begitu kontras dengan kulit putihnya. Tidak hanya itu saja, gaun kekurangan bahan itu hanya terdiri dari dua tali tipis di pundaknya. Kalaupun dia memakai bra, itu pasti strapless bra karena Garran bisa melihat punggungnya yang terbuka lebar sampai ke pinggang. Garran tidak tahu Gianni memiliki gaun dengan minum bahan seperti itu. “Gianni!” Langkahnya semakin cepat mendekat. “Dari mana kamu? Kenapa ponselnya?” Kening Garran mengerut, saat jarak kian terkikis ia menyadari satu hal yang membuat level kekesalannya semakin meninggi. “Kamu mabuk?!” Wajah Gianni terlihat memerah dengan kedua matanya sayu, wanita itu pun terlihat sulit menyeimbangkan tubuhnya, beberapa kaki nyaris oleng, namun teman lelaki yang bernama Andre sigap menahan tubuhnya. Tangan Andre melekat di pinggang Gianni, menyentuh bagian tubuh yang tidak terbungkus pakaian. “Lepas!” sengak Garran, sambil menarik tangan Gianni. “Kamu yang bikin dia mabuk?” jelas ia marah melihat Gianni pulang diantara seorang lelaki dalam keadaan mabuk. Bukan hanya penampilannya saja yang membuat level kemarahannya naik, tapi juga Gianni dalam kondisi mabuk. “Nggak, Om!” Andre mengelak, wajahnya terlihat ketakutan. “Om? Gue bukan Om lo! Jangan sok akrab!” Nyali Andre semakin menciut. “Gianni mabuk bukan karena aku, Bang. Tapi karena kalah taruhan, dan Gianni minum sampai mabuk. Tapi nggak banyak, Ko.. Sumpah, cuman satu gelas kecil.” “Satu gelas kecil juga minuman beralkohol, Gianni nggak terbiasa minum!” “Iya, Maaf Bang. Saya sudah melarang, tapi Gianni tetap bersikeras.” “Bohong!!!” Garran seolah tidak mau mendengar penjelasan Andre dan tetap mengalahkannya atas kondisi Gianni saat ini. “Sumpah, Bang. Saya nggak bohong!” “Om jangan marah-marah, Andre baik kok. Kepala aku pusing banget, Om.” Keluh Gianni sambil memegang kepalanya. “Andre, tolong antar aku pulang.” Gianni kembali menghampiri Andre dengan langkah sempoyongan, wanita itu jatuh dalam pelukan Andre. “Ayo, aku mau pulang. Pusing banget.” Keluhnya. Bukan hanya Gianni, tapi Garran pun tiba-tiba pusing melihat kelakuannya. “Ayo, pulang.” Garran sigap kembali menarik Gianni, melepaskan tubuhnya dari pegangan Andra. “Nggak mau, aku mau sama Andre.” “Ini sudah depan rumah Gianni! Ayo masuk!” “Nggak mau! Aku mau sama Andre!” Gianni bersikeras untuk kembali pada lelaki itu, tapi tubuhnya terlalu lemah dan Garran pun tidak akan mengizinkannya. “Bang, biar saya yang.. “ Belum tuntas ia bicara, Andre sudah dihadiahi tatapan tajam Garran hingga ia kembali melangkah mundur. “Oh,, ya sudah saya pulang aja. Tolong jaga Gianni dan kasih dia minum hangat, Om. Besok saya kembali.” Garran tidak menjawab, tapi ia semakin menatap tidak suka ke arah Andre. Lelaki itu pergi, meninggalkan Gianni dan Garran yang masih ada di depan pintu gerbang. Garran memapah Gianni masuk kedalam rumah, sesekali wanita iri berontak dan terus memanggil nama Andre. “Andre! Jangan tinggalin aku sama Om-om! Aku takut.” Garran berusaha mengabaikan ocehan Gianni yang terus memanggil nama Andre. Ia membawa Gianni ke kamarnya, menidurkan tubuhnya di atas kasur. “Andre!” Namun tiba-tiba Gianni kembali beranjak dari tempat tidurnya, “Andre kamu dimana? Aku takut. Ini dimana? Kenapa kayak di kamar aku.” Beberapa kalian Gianni mengucek kedua matanya untuk memastikan sekitar, namun alkohol sudah mengambil sebagian kesadarannya, membuat ia linglung seperti orang mengigau. “Om Gar, lihat Andre nggak. Dia nggak ada.” Gianni menghampiri Garran, menarik satu tangan lelaki itu. “Om Gar, cariin Andre.” “Andre nggak ada, dia udah tenggelam di laut!” “Hah? Tenggelam. Ya ampun kasihan sekali, aku harus menolongnya.” Gianni berjalan sempoyongan menuju pintu, alam bawah sadarnya hendak menolong Andre yang tenggelam di laut. Tapi Garran sudah terlebih dulu menariknya kembali, “Kamu mabuk,” Tubuh Gianni terpental di atas tempat tidur, namun ia tidak melepaskan pegangan tangannya hingga tubu Garran pun ikut terjatuh tepat di atasnya. “Andre, kamu ganteng banget.” Posisinya sangat rawan, dimana Gianni tepat ada di bawahnya. Garran masih bisa mengendalikan diri dengan baik, bisa saja ia beranjak dengan segera untuk menghindari yang tidak diinginkan. Si joni sudah lama puasa, posisi seperti saat ini bisa dengan mudah membuatnya bangkit. Garran bosan jika harus menuntaskannya di kamar mandi. “Jangan sebut nama dia lagi,” Perintah Garran. “Andre, kamu ganteng banget.” Larangan seolah perintah, Gianni mengulang nama itu berulang kali, membuat Garran kesal. “Jangan sebut nama itu lagi, Gianni.” “Kenapa? Atau kamu mau cium aku? Aku juga mau dicium kamu, Andre.” Gianni mengalungkan kedua tangannya di leher Garran, menarik sedikit kepalanya hingga jarak diantara mereka benar-benar terkikis. Harga dirinya tersentil, saat berduaan seperti saat ini namun justru nama lelaki lain yang disebut. Garran tersinggung, tapi ia juga tidak beranjak dari tempatnya, membiarkan Gianni menciumnya. Hanya sebatas ciuman biasa, dimana bibir beradu. Tapi alarm di kepala Garran berbunyi nyaring, ia menginginkan lebih dari sekedar kecupan biasa. “Kamu yang memulai, artinya kamu harus menuntaskannya.” Bisik Garran, sebelum akhirnya ia memperdalam ciuman. Gianni terkesan kaku saat menerima ciuman yang lebih intensitas dan dalam. Terlihat bahwa wanita itu memang belum terbiasa dan sangat jauh dari kata lihai. Garran suka wanita yang sudah berpengalaman, dimana keduanya sama-sama mengejar kenikmatan tanpa terkesan kaku dan Canggung, namun Gianni berhasil memberikan sensasi baru yang membuat Garran terkesan dan ingin lebih jauh lagi. Terdengar mengurangi kecil membuat isi kepala Garran benar-benar berantakan. Tangan yang tadi ada di kedua sisi kepala Gianni, kini salah satunya mulai menginvasi area lain. Tangannya menyusuri lengan Gianni menyentuh kulit lembutnya yang terasa hangat dan lembut. Sampai pada salah satu gunung kembar yang selalu terlihat rata, namun saat dipegang secara langsung justru ada dalam genggaman pas di tangannya. Garran menurunkan satu tali kecil di bahu Gianni, ingin melihat keindahan apa yang tersembunyi di sana. Namun tiba-tiba saja Gianni melepaskan ciuman dan terbatuk. “Aku mau muntah.” Dalam hitungan detik, ia memuntahkan isi perutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN