Suasana pagi hari yang sedikit mencekam, tidak seperti biasanya. Gianni duduk di meja makan bersama Harran, sayangnya sejak beberapa menit lalu, sosok lelaki itu tetap diam, mengabaikan keberadaannya. Gianni tidak ingat kejadian semalam, hanya beberapa potongan memori saja yang mampu diingatnya. Karena minuman beralkohol yang tenggaknya semalam, ia benar-benar kehilangan kesadaran.
“Semalam, ponselku mati.” berusaha mencairkan suasana, walau dengan perasaan takut. Dalam kondisi diam tanpa ekspresi seperti saat ini, Harran terlihat menakutkan.
“Nggak sempat kasih kabar Om Gar, tapi aku udah izin Bi Ati dan Ayah ko.” Masih mencari pembelaan, agar kemarahan Garran tidak terlalu besar.
“Oh,,” balasnya singkat.
“Temanku ulang tahun, kami merayakannya bersama. Nggak hanya aku dan Andre, kebetulan aja pulangnya diantar Andre.”
“Oh,,” Jawabannya tetap sama, singkat dan Oh.
Gianni tahu, reaksi itu merupakan ekspresi marah dari Garran, namun ia terlalu takut untuk bicara lebih banyak lagi.
Selama ini Gianni belum pernah melihat Garran marah atau kesal padanya, hubungan mereka benar-benar terjalin dengan baik sebelum menikah hanya saja setelah tinggal satu rumah dan status mereka berubah, Gianni menyadari banyak hal yang tidak diketahuinya selama ini tentang sosok Garran. Lelaki itu mudah marah.
“Lain kali aku bakal kasih kabar kok, nggak akan lupa lagi. Janji!” Gianni memasang senyum manis.
“Terserah kamu aja sih,” Garran mengusap bibirnya dengan menggunakan tisu, “Mau kemanapun terserah kamu, yang penting jangan bohong apalagi menggunakan ku sebagai alasan.”
Gianni menatap bingung.
“Apapun yang kamu lakukan terserah sih! Kamu bebas melakukannya, aku nggak ada urusan ikut campur apalagi sampai melarang ini itu sama kamu.”
Gianni mengerjap, “Om Gar marah?”
“Nggak! Kenapa harus marah?”
“Aneh banget,,, “
“Nggak aneh, aku pernah muda sepertimu. Mabuk dan kumpul bareng teman itu udah jadi makanan aku sehari-hari, kamu berhak merasakannya.
Aku nggak akan larang.”
Garran beranjak dari tempat duduknya.
“Kayaknya aku nggak pulang nanti malam,”
“Mau kemana?”
“Apa aku harus bilang kemana aku pergi?”
Garran balik bertanya.
“Nggak sih. Ya sudah terserah aja deh,, “ Gianni pun menyudahi sarapannya.
“Jangan bilang sekalian mau kemana, mau ngapain, tersenyum Om aja. Lagian aku bukan istri Om Gar, aku cuman sepupu doang! Tiri lagi! Nggak ada hak nanya-nanya!” Gianni memasak wajah kesal, lantas pergi terlebih dulu meninggalkan Garran.
Garran terheran-heran, skenarionya nggak seperti ini
Dia sudah merencanakan untuk mengabaikan Gianni, menunjukkan sikap acuh dan tidak peduli. Garran kesal karena Gianni tidak memberinya kabar, bahkan pulang dalam keadaan mabuk. Bukan hanya itu saja, pakaian yang dikenakannya malam tadi benar-benar bahaya, lelaki dewasa seperti dirinya pun sempat tergoda apalagi Andre yang masih usia muda
Kekesalan Garran tidak cukup hanya disitu saja, setelah menemanu Gianni semalaman karena mabuk bahkan ia terkena muntah beberapa kali, hingga harus ganti baju dan mandi, rupanya wanita itu tidak mengingat sedikitpun kejadian semalam. Kejadian yang nyaris membuat Garran mendapatkan predikat fedofil.
Hasrat yang sudah lama tidak tersalurkan benar-benar membuat Garran kewalahan, ia nyaris menelanjangi Gianni dan melampiaskannya malam tadi. Beruntung Garran masih sanggup menahan diri, walaupun pada akhirnya ia kembali berteman dengan shower dan sabun.
Nelangsa sekali nasibnya, padahal ia sudah memiliki seorang istri halal dimana negara dan hukum, sayangnya Garran tidak bisa menuntaskan hasrat dengan istrinya yang dianggap masih di bawah umur.
Gianni berangkat ke kampus tanpa diantar Garran, keduanya memilih berangkat sendiri-sendiri
“Gi, lo nggak apa-apa?” Siska yang menyadari kehadiran Gianni langsung menhampiri.
“Lo baik-baik aja, kan? Gue khawatir banget, apalagi semalam lo mabuk untuk yang pertama kalinya.” Siska menatap khawatir Gianni.
“Gue masih sedikit pusing.” Gianni memegang kepalanya. “Perut gue juga perih, kayaknya asam lambung naik deh!”
“Lagian, ngapain sih coba-coba minuman alkohol. Lo nggak cocok minum kayak gitu! Pantesnya minum soda atau jus.”
Gianni berdecak. “Gue udah dewasa, legal minum kayak gituan. Lagian nggak terlalu buruk kok, selain pusing dan mual, kayak minuman biasa aja sih!”
“Yakin?” Siska menatap tidak percaya.
“Lo mabok parah! Nyaris pingsan, lo nggak ingat apapun, Gi?”
“Nggak. Yang gue inget, Andre cium gua.”
“Hah!!!”
Gianni menutup bibir Siska dengan tangannya. “Pelan-pelan,, suara lo kenceng banget.”
“Oke… oke. Tapi serius, Andre cium lo?!”
“Yakin sih,,, gue inget kok.” Gianni menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Yakin mengingatnya tapi ia pun tidak yakin dengan sosok yang menciumnya semalam.
“Yakin andre? Bukan orang lain?” Siska meyakinkan.
“Yakin!” Gianni berusaha meyakinkan dirinya sendiri. “Tapi, bukannya Andre nggak punya kumis?”
“Sejak kapan si Andre punya kumis? Kumis tipis aja nggak!”
Gianni memegangi bibirnya, “Tapi kaya nusuk-nusuk, mirip kumis tipis yang baru di cukur.”
Ucapnya pelan, kembali berusaha mengingat kejadian semalam.