Bab 24. Ketahuan

824 Kata
Ternyata Gianni sudah menyadari kehadiran Garran. Melihat lelaki itu tersenyum ke arahnya, membuat ia segera mengirim beberapa pesan singkat secara cepat. “Ngapain disini?!” “Kenapa makna disini sih?! Jangan coba-coba mendekat!!” Garran membaca pesan, berhenti sejenak. Namun ia mengabaikan pesan dan larangan Gianni. Baginya larangan adalah perintah. “Om Gar, kamu jangan mendekat ya!! Jangan kesini!!” Semakin Gianni melarang, Garran justru semakin melebarkan langkahnya menuju ke meja dimana Gianni dan Andre berada. Perintah bertubi-tubi itu membuat jiwa usil Garran meronta-ronta. Sedikit menyenangkan setelah beberapa hari mengalami sedikit stress dan banyak pikiran. Gilang yang sejak tadi mengikuti Garran dari belakang hanya tersenyum melihat kelakuan temannya, yang terlihat kekanak-kanakan. Garran mungkin tidak menyadarinya, bahkan sikapnya sudah banyak berubah setelah bersama Gianni. “Dasar labil!” omel Gilang. Kedua mata Gianni melotot sambil menggelengkan kepalanya, memberi isyarat untuk menyingkir saat melihat Garran mendekat ke mejanya. Garran tetap maju. Melanjutkan misinya untuk mengganggu kencan Gianni dan Andre. “Hai, Gi, lagi makan siang?” tanya Garran memamerkan senyum lebar begitu sampai di depan mejanya. Andre menoleh, rautnya langsung berubah gugup dan takut. “Bang,, “ anak itu mengulurkan tangannya. “Maaf, ajak Gianni nggak bilang dulu.” lanjutnya dengan nada takut. “Nggak apa-apa, kalian ngapain? Kencan?” Gianni melotot sempurna ke arah Garran, giginya gemeretak menahan kesal. “Nggak, kami hanya makan siang. Tadi abis nonton, terus makan. Gianni bilang udah izin Bang Garran dulu,,, “ “Oh gitu, tapi aku nggak ngerasa Gianni izin.” “Udah!” sengak Gianni cepat. “Aku udah kasih kabar tadi, jangan pura-pura amnesia deh!” kesalnya dengan wajah cemberut. “Oh Iya, kemarin malam aku anterin kamu pulang sampai ke rumah. Kalau nggak percaya tanya Bang Garran aja.” Andre menunjuk ke arah Garran. “Saya nggak ngapa-ngapain Gianni kan, Bang? Saya bawa pulang dia dengan selamat dan nggak kurang apapun.” Garran menggumam pelan. “Jadi, lelaki yang cium kamu malam tadi bukan aku. Mungkin orang lain, atau lelaki yang ada dalam mimpi kamu. Aku nggak ngapa-ngapain Gi, sumpah!” Andre terlihat bersungguh-sungguh mengucapkannya, disisi lain wajah Gianni bersemi merah menahan malu, tidak menyangka Andre akan mengatakannya di depan Garran. “Aku juga nggak ada kumis, setahu aku semua teman yang hadir di acara ulang tahun kemarin nggak ada yang berkumis tipis. Tapi Bang Garran ada kumis tuh!” Andre menunjuk ke arah wajah Garran. “Bisa aja lelaki malam itu Bang Garran!He,, he, tapi nggak mungkin ya?!” Andre tersenyum canggung, sementara Garrab justru terlihat seperti maling ketahuan. “Gue juga setuju kalau malam itu yang cium Gianni adalah Garran.” Gilang yang sejak tadi diam dan menyimak, akhirnya ikut nimbrung. “Iya kan, Gar?!” sengaja ia mengikut lengan Garran, membuatnya sulit untuk mengelak. “Apa?! Nggak mungkin lah,,, “ Garrab menatap ke arah Gianni dimana wanita itu tengah menatap horor ke arahnya sambil memegangi bibir dan juga dadanya. “Ya ampun!!” ucapnya lirik, tapi masih bisa didengar jelas oleh Garran. “Andre, ayo kita pulang!” ajak Gianni, menarik satu tangan Andre, bergegas pergi dari tempat itu. “Tapi Gi, Bang Gar gimana?” Gianni tidak menghiraukan Andre yang tengah bersusah payah pamit pada Garran, ia benar-benar menyeret Andre keluar dari restoran tersebut dengan cepat. “Luar bisa, Man!!” Gilang menepuk-nepuk pundak Garran, sambil menggelengkan kepalanya. “Makan tuh ludah sendiri. Apapun makanannya, ludah sendiri minumannya. Selamat lo, akan menghadapi perang Dunia ketiga, perang Dingin yang bakal bikin lo merinding ketakutan.” “Apaan! Kenapa harus takut, gue… “ “Lo masih mau nyangkal??! Nyali lo gede juga sih,” Gilang tersenyum mengejek. “Galau jangan ajak-ajak. Gue nggak ikutan.” ia mengangkat kedua tangannya. “Pulang sana! Minta maaf lebih baik.” Gilang benar-benar meninggalkan Garran sendiri, membuatnya semakin bingung bagaimana menghadapi Gianni nanti di rumah. Ia terlalu sering menyangkal, mengelak dan meremehkan perasaan sendiri. Untuk pertama kalinya Garran pulang dengan perasaan takut. Rumah yang ditempatinya selama beberapa tahun terakhir berubah menyeramkan dan aura dingin begitu kentara. Melewati area garasi dan ia menghela lemah setelah melihat mobil Gianni terparkir di sana. Artinya wanita itu sudah pulang dan tidak melarikan diri untuk menghindarinya. “Mas Gar, ngapain?!” Suara Bi Ati benar-benar membuatnya terkejut. “Bi Ati, bikin kaget aja.” Garran tidak menyadarinya, entah sejak kapan Bi Ati ada di belakangnya. “Ngendap-ngendap kayak maling aja, Mas.” Garran berusaha tidak menimbulkan suara, namun suara Bi Ati terlalu kencang. “Takut udah pada tidur aja sih, “ alibi Garran. “Belum. Neng Gia juga baru pulang, katanya lapar mau makan. Mas Gar mau sekalian dibuatkan makan malam nggak?” “Nggak usah, Bi. Saya sudah kenyang.” “Oh, gitu.” Garran segera bergegas masuk kedalam kamar, rencananya ia tidak akan keluar lagi untuk menghindari Gianni. Mungkin besok saja ia akan keluar setelah Gianni berangkat ke kampus, untuk saat ini menghindar adalah solusi yang tepat, Garran belum siap menghadapi Gianni yang pastinya sudah mulai kembali mengingat kejadian semalam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN