Bab 23. Jahil

824 Kata
Garran mengajak Gilang makan di mall karena ada beberapa barang yang harus dibelinya, slaah satunya cukur jenggot. Ia kehabisan barang kecil yang selalu tersedia di kamar mandi, namun sudah satu minggu Garran tidak menggunakannya, alhasil bulu-bulu halus itu sudah tumbuh di sekitar hidung dan dagu. Garran menyukai penampilan yang bersih, membiarkan bulu kumis dan jenggot tumbuh di wajahnya membuat ia sedikit risih dan tidak nyaman. “Sibuk banget ya Pak, sampai lupa cukur jenggot segala.” sindir Gilang, saat mengantar Garran membeli keperluannya di salah satu supermarket. . Garran hanya menggumam pelan, walaupun Bi Ati yang bertanggung jawab untuk semua kebutuhan rumah, tapi untuk hal-hal kecil yang bersifat pribadi ia tidak mengandalkan Bi Ati. Setelah membeli beberapa keperluan pribadi, Garran dan Gilang masuk ke sebuah restoran Jepang yang ada di Mall itu. “Bukannya itu Gianni ya?” Gilang menunjuk ke meja lain, dimana Gianni bersama seorang lelaki. Garran berbalik untuk melihat siapa yang sedang dilihat Gilang, yang tadinya dipunggungi Garran. Sangat mudah mengenalinya di tempat umum, tubuh kurus dengan pakaian oversize kesukaannya menjadi salah satu ciri khas Gianni, tapi siapa sangka di balik pakaiannya yang nyaris menenggelamkan tubuh kecilnya itu menyimpan lekuk tubuh yang begitu pas. Hampir saja Garran kehilangan akal, menjadikannya pelampiasan hasrat yang selama ini tertahan. Jika bukan karena muntah, mungkin malam itu Garran akan melakukannya dalam keadaan sadar. Ia akan menjadi p*****l sesungguhnya dan manusia yang menjilat ludahnya sendiri. Gianni bersama seorang lelaki yang tidak asing lagi bagi Garran, yakin Andre. Laki-laki itu lagi. “Nggak lo samperin?” tanya Gilang. “Kayaknya nggak mungkin temen doang, dilihat dari cara lelaki itu menahan, gue yakin dia naksir.” Garran menggeleng lemah, “Nggak, biarin aja. Dia lagi sama gebetannya.” Jujur Garran. Tidak seperti Garran yang tidak menyembunyikan status, meski tidak pernah menggembar-gemborkan nya tanpa di tanya, Gianni lebih memilih untuk menutupi statusnya dari semua orang luar kecuali Siska, Satu-satunya sahabat yang tahu pernikahan itu. Garran bisa mengerti. Sama seperti dirinya, pernikahan yang terjadi bukan atas dasar keinginan mereka berdua, juga tanpa rasa cinta. Pernikahan yang dijadikan solusi untuk dua keinginan, Garran ingin bebas berkelana tanpa hubungan yang mengikat dan Gianni ingin mengejar idolanya tanpa diceramahi ayahnya. Tapi hubungan itu kini sedikit melenceng dari kesepakatan awal, Garran merasa ada banyak perubahan yang terjadi dalam dirinya, salah satunya perubahan emosi. “Lo nggak berubah soal kesepakatan itu?” tanya Gilang lagi. “Nggak ada rencana untuk menjalani rumah tangga sungguhan? Kayaknya Gianni nggak jelek-jelek banget, walaupun bukan tipe lo banget. Kurangnya dia apa?” Menyebutkan kurangnya Gianni jauh lebih mudah dibanding menyebutkan kelebihannya. “Penampilannya.” Tanpa ragu, Garran menyebutkan salah satunya, yang dianggap menjadi kekurangan Gianni padahal di lubuk hatinya yang paling dalam ia tengah kembali mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat tangannya berhasil memegang satu p******a Gianni, yang memang pas di genggamannya. Terlanjur menjadi manusia munafik, Garran akan tetap melanjutkannya. “Menurut gue sesuai umur kok. Nggak ada yang salah dengan penampilan Gianni.” “Cerewet.” Garran menambah kembali kekurangan Gianni. “Suaranya cempreng, bikin sakit kepala.” “Itu saat kalian bicara, tapi suaranya akan berubah merdu saat ada dalam puncak kenikmatan.” Gilang tersenyum jahil, dimana Garran langsung tersedak seketika. Gilang tidak berbohong, lelaki itu mengungkap fakta yang sengaja disembunyikan dalam isi kepalanya dan tidak akan pernah Garran ungkapkan pada siapapun. Lenguh kecil yang lolos dari bibir Gianni membuat pertahanan Garran runtuh suaranya benar-benar merdu dan membangkitkan hasrat yang selama ini mati suri. Garran masih ingat suaranya, melenguh, menikmati sentuhannya. “Lo kan tau gue. Nggak ada komitmen dalam hidup gue.” Garran akhirnya memilih jawaban normatif, yang selama ini dijadikan tameng atas keputusannya. “Nggak mungkin seorang ABG tiba-tiba mengubah keputusan gue.” “Selalu ada kesempatan untuk berubah, Gar. Jatuh cinta sekali lagi nggak akan bikin lo mati.” Tapi tidak ada yang tahu, patah hatilah yang membuat Garran mati rasa hingga memutuskan untuk hidup bebas tanpa ikatan apapun. “Rinjani memang membawa seluruh hati lo, gapi Gianni bisa memberikan hati yang baru untuk hidup lo. Jangan pesimis, kesempatan kedua itu selalu ada. Dulu lo gila kerja sampai melupakan hal-hal kecil yang membuat Rinjani merasa nggak dicintai, padahal lo bekerja keras untuk dia dan untuk masa depan kalian, tapi Rinjani salah paham dan memilih pergi. Tapi sekarang beda lagi, lo bukan perintis dan lo bisa kompromi dengan keadaan lo, agar tidak kembali salah paham.” “Gue udah denger ceramah itu dari orang tua dan dari dua teman yang lain,” ujar Garran bosan.. “Nggak usah lo ulang lagi.” “Mengulang ceramah positif itu nggak pernah sia-sia.” Gilang nyengir lebar, tidak terpengaruh dengan tatapan jengah Garran. “Kalau nasehat Sebelum-sebelumnya nggak nyangkut di otak lo, mungkin nasehat gue bisa nempel di otak lo yang dangkal itu.” “Bosen, gimana kalau ngerjain Gianni aja. Gue sedikit bosan, nyamperin dia mungkin menyenangkan. Gangguin orang pacaran.” Tiba-tiba ide untuk mengganggu Gianni muncul begitu saja, membuat Garran segera beranjak menghampiri Gianni dan Andre.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN