Rokok ketiga Bhaskara sudah mati di asbak. Jari-jari tangannya menggenggam rambutnya yang kusut, sementara langkahnya terus mondar-mandir di ruang tamu mansionnya. Penampilannya berantakan, jaket yang dia kenakan sudah dia tanggalkan menyisakan kaos hitamnya. Wajahnya penuh penyesalan dan frustasi. Tapi Bagaskara tak mengatakan apa pun. Hanya menatap dari balik kursinya, memperhatikan kegelisahan putranya. Bagaskara akhirnya berdiri, menghampiri putranya yang mulai kehabisan arah. “Pergilah,” ucapnya tenang, tapi dalam. “Lihat kondisi istrimu.” Bhaskara menoleh cepat, seolah tak percaya dengan izin itu. “Pa…” “Kalau kamu masih punya sedikit harga diri sebagai suami—pergilah sebelum aku berubah pikiran.” Tanpa menunggu aba-aba lain, Bhaskara bangkit dari duduknya. Langkahnya panjang,

