Mobil mewah itu melaju seperti peluru yang terlepas dari laras. Sirine darurat menyala, membelah jalanan malam Surabaya yang mulai lengang. Bara menggenggam setir erat-erat, nyaris membengkokkannya, sementara kakinya menginjak pedal gas tanpa ragu. Di sampingnya, Maven terus memandangi Bhaskara yang terbaring lemah di kursi belakang, napasnya mulai tidak beraturan, tapi matanya terbuka, menahan rasa sakit yang semakin menggigit. “Gue cinta banget sama Diajeng, Ven…” suara Bhaskara terdengar lirih, tapi jelas. Masih sempat tersenyum tipis, seakan tengah memikirkan wajah istrinya. Maven menoleh cepat, “b******k… lo diem, Bhaskara. Lo diem tapi tetep sadar, lo denger!? Gue mohon, jangan tidur! Jangan main-main kayak gini, sialan!” Bhaskara tertawa lirih, suara tawanya seperti retakan yang

