Bhaskara berdiri di depan cermin, hanya mengenakan handuk putih yang melilit rendah di pinggangnya. Tubuhnya masih basah, rambut acak-acakan setelah mandi. Sorot matanya mengernyit melihat tangan kanannya yang dibalut perban—lembap dan mulai perlu diganti. Ia mendesah, bingung. Dengan satu tangan, semuanya terasa kikuk. Pintu kamar terbuka, dan suara langkah ringan terdengar. Diajeng kembali masuk, tangan kirinya memegang map kerja. Begitu melihat suaminya dalam keadaan setengah telanjang, Diajeng spontan memutar bola mata. “Ck. Gini yang repot siapa, sih?” gumamnya, setengah kesal. Ia mendekat, meletakkan map di meja rias, lalu menarik lengan Bhaskara perlahan. “Duduk. Sini.” Bhaskara yang menyadari istrinya akan mengganti perban itu, tak banyak protes. Ia duduk di pinggiran ranjang

