“Selamat atas kehamilannya, Nyonya Diajeng.” Suara lembut dokter Pras—dokter kandungan muda dengan kacamata bulat yang bertengger manis di wajahnya—menggema di ruang periksa. Kalimat itu seakan menggantung di udara, membuat wlaktu melambat sesaat. Diajeng terdiam. Kedua matanya berkedip beberapa kali, mencoba mencerna ucapan barusan. Hamil? Aku hamil? Tangannya perlahan turun ke perutnya yang masih rata. Masih tak percaya. Tapi dalam diamnya, ada riak lembut di d**a. Ada getar asing yang perlahan tumbuh menjadi keharuan. Di sisi lain ruangan, Bu Ana menutup mulutnya sembari menahan isak, lalu cepat-cepat memeluk putrinya dari belakang. “Alhamdulillah, Nduk… kamu hamil?” bisiknya terharu. Pak Sasmito ikut mendekat dengan mata yang berkaca. “Alhamdulillah, Gusti… Ayah sama Ibu seneng

