Bagaskara berdiri di hadapan dua orang yang kini tampak seperti bangkai hidup—Mulia dan Surya. Di sudut ruang bawah tanah gedung tua yang dipakai keluarga mereka sebagai tempat menyimpan ‘urusan kotor’, lelaki tua itu terkekeh pelan. Tawa getir seorang ayah yang tengah menahan amarahnya, bukan untuk dirinya sendiri… tapi untuk putra sulungnya, Bhaskara, yang saat ini terbaring di rumah sakit sedang berjuang antara hidup dan mati. Dan untuk Diajeng, menantunya, yang harus kehilangan calon cucunya. "Dulu… kalian saya terima seperti keluarga sendiri," suara Bagaskara lirih namun dingin. Matanya menatap tajam, bukan sekadar marah, tapi kecewa. "Surya, kau pernah saya anggap tangan kananku dan kau bermain api denganku. Ku pikir setelah apa yang terjadi denganmu kau akan berhenti tapi ternyata,

