Mitha tak tahu apa ada hubungan antara Prayoga dengan Sandrina? Karena dia yang mengatakan bahwa wanita itu izin pulang karena sakit. Ya setelah makan siang dan pergulatan Sandrina dengan pemegang saham itu, dia tidak kembali ke kantornya.
Hingga Mitha menghampiri Marsha dan mengajaknya naik ke rooftop, mereka membawa kopi masing-masing. Marsha membeli kopi sendiri agar tidak keduluan oleh Keilana. Dia tak mau pegawai kopi curiga karena pria itu selalu membelikan kopi untuknya.
Sore hari ini mereka berdua menikmati angin yang membelai rambut, meski udara cukup panas namun mereka terlindung dari balik bangunan gedung.
“Sandrina aneh,” ujar Mitha. Marsha menyeruput kopinya dan menoleh ke arahnya tanpa berbicara.
“Apa dia saudaranya pak Prayoga ya?” imbuh Mitha karena Marsha tak menanggapinya.
“Kamu pikir ada anggota keluarga yang membiarkan saudaranya memakai pakaian sependek dan seksi seperti itu?”
“Ya enggak juga sih, atau dia simpanan pak Prayoga?” tebak Mitha.
“Entahlah, malas bergosip juga,” ujar Marsha sambil menatap jauh ke depan.
“Ih kamu nih mbak, enggak asik,” cebik Mitha.
Tampak dua orang pria dari divisi lain yang juga naik ke rooftop sambil menghisap batang rokok berwarna putih di tangannya itu, mereka menghampiri Mitha dan Marsha yang duduk berdua tanpa obrolan.
“Misi Mbak, boleh gabung?” tanya salah satu pria itu sepertinya usianya sebaya dengan Marsha.
“Enggak,” jawab Marsha ketus.
“Mbak,” ujar Mitha tak enak hati.
“Kalau kamu mau mereka ikut duduk, ya kamu aja sendiri. Aku mau turun,” tukas Marsha sambil berdiri. Mitha tampak serba salah pada dua pria itu lalu dia mengekor Marsha yang berjalan meninggalkan tempat tersebut.
“Maaf ya, teman saya lagi datang bulan,” ujar Mitha yang kemudian berlari mengejar Marsha. Dua orang pria itu hanya terlihat terpaku, lalu salah satu dari pria itu menepuk pelan bahu temannya.
“Sabar, Bro. Kan sudah dibilang dia judes, maksa sih pengen dekat,” kekehnya.
“Ya namanya usaha, Bro.”
“Cari yang lain aja,” ujar temannya. Sementara pria itu hanya mengangguk pelan sambil mengembuskan asap dari rokok mildnya ke udara seolah menghilangkan gusar.
Mitha tak mengerti mengapa cara Masha berjalan sangat cepat, hingga dia terengah dan tiba ke ruang kerjanya.
“Mbak kenapa sih? Kesambet ya?” tanya Mitha. Marsha meletakkan gelas es kopinya di meja dan duduk di atas kursinya. Tampak Keilana memperhatikan mereka berdua dengan seksama.
“Kesambet? Kamu mau dekat-dekat dengan perokok?” geram Marsha.
“Lho memang kenapa?”
“Ya sudah sana dekatin aja, kenapa ikutin aku ke ruangan?”
“Ya ... itu, enggak enak lah,” tukas Mitha. Marsha hanya mengangkat bahunya acuh. Lalu Mitha mengerucutkan bibirnya dan kembali ke meja kerjanya. Darel yang ada di sana menoleh ke arah Marsha.
“Mbak enggak suka cowok perokok?” tanya Darel.
“Enggak,” jawab Marsha singkat.
“Alasannya?”
“Sama paru-parunya sendiri aja enggak sayang, lagi pula aroma mulutnya enggak enak,” ucap Marsha.
“Memangnya kalau berteman harus berciuman?” tanya Darel polos hingga Marsha tampak tersedak dan meneguk es kopinya. Memangnya salah berciuman dengan teman sendiri?
“Ya enggak juga, tapi kan tetap ngobrol dekat,” ucap Marsha, “kamu merokok?”
“Enggak kok, enggak suka juga sama asapnya,” tutur Darel.
“Good, pertahankan,” ujar Marsha.
Keilana yang menyimak pembicaraan itu hanya tersenyum tipis, syukurlah dia tidak merokok. Tak berapa lama Prayoga masuk ke dalam ruangan kerja itu dan meminta semuanya melihat ke arahnya.
“Attention, hello, permisi,” ujar Prayoga mengetuk salah satu meja hingga semua karyawan menoleh ke arahnya.
“Hari ini mall ada sedikit masalah jadi saya minta kalian bekerja lembur untuk membantu penyelesaian masalah tersebut,” ujar Prayoga, semua orang mendesah kecewa.
“Mentang-mentang habis dapat bonus, kita langsung disuruh kerja rodi!” gerutu Mitha.
“Ya, kenapa Mitha?” tanya Prayoga membuat Mitha terhenyak, tak menyangka bahwa pria tua itu mendengar ucapannya.
“Enggak Pak, hanya mau tanya kita dapat makan malam apa untuk lembur? Mau Mitha pesankan?” tanya Mitha menutupi rasa groginya.
“Pizza saja yang satu meter, beli beberapa ya,” ucap Prayoga.
“Baik, Pak,” ucap Mitha. Marsha kemudian melirik ke arah Keilana yang tampak murung, dia menahan senyumnya. Padahal seharian Keilana terlihat ceria ketika Marsha memakai bando merahnya sebagai tanda bahwa mereka akan melakukan hal romantis lagi seperti sebelumnya. Namun karena masalah lembur dia pun tampak kecewa.
Marsha membuka ponselnya dan mengirim pesan pada Keilana, “kita lakukan setelah lembur,” tulis Marsha. Keilana melihat notifikasi pesan dari Marsha, dia langsung tersenyum lebar dan membalas pesan itu dengan emoticon wajah senyum lebar.
Pukul sembilan malam mereka semua baru bisa pulang ke rumah masing-masing, untungnya besok hari libur sehingga mereka memiliki waktu istirahat.
Marsha dan Keilana berjalan bersama menuju parkiran di basement.
“Kita bawa mobil masing-masing saja,” ucap Marsha.
“Kenapa?” tanya Keilana karena tadinya dia mau mengajak Marsha di mobilnya, dia melihat Marsha yang bekerja cukup keras tadi, dia khawatir Marsha kelelahan.
“Aku mau service rutin besok,” ujar Marsha.
“Oh ya sudah,” ucap Keilana, “aku ikutin kamu ya,” ucap Keilana. Marsha hanya mengangguk hingga dia melihat seorang pria di dekat mobilnya.
“Lho Darel?” ujar Marsha memastikan pria yang berdiri di dekat mobilnya itu adalah anak buahnya.
“Mbak, boleh nebeng enggak sampai halte depan?”ucap Darel.
“Oh, ayo naik,” ucap Marsha. Keilana yang melihat itu pun menghampiri mereka berdua.
“Nebeng sama saya aja Darel,” ajak Keilana.
“Mas Kei kan enggak lewat halte,” ucap Darel. Marsha melirik ke arah Keilana dan memberinya kode kecil.
“Ya sih, ya sudah hati-hati,” ucap Keilana dengan raut tidak suka.
Darel kemudian masuk ke mobil Marsha, duduk di samping kemudi. Marsha melajukan mobil itu dan meninggalkan mobil Keilana. Toh pria itu tahu di mana apartmennya berada.
“Mas Kei, kelihatan enggak suka,” tukas Darel.
“Dia cuma kelalahan aja,” ujar Marsha.
“Kamu enggak bawa kendaraan sendiri?” tanya Marsha.
“Aku enggak bisa mengemudi mbak, naik motor pun enggak bisa,” ujar Darel.
“Lho kenapa?” tanya Marsha.
“Trauma, orang tuaku pernah kecelakaan waktu naik kendaraan,” ujar Darel.
“Ya ampun, maaf ya,” ucap Marsha. Darel mengangguk dan tersenyum lebar.
“Sudah berlalu lama kok, sekarang aku tinggal sama tanteku yang memang enggak memutuskan menikah, yah sudah seperti ibuku sendiri aja,” ucap Darel.
“Syukurlah,” ujar Marsha tampak tak terlalu tertarik mendengar kisah hidup orang lain. Hidupnya saja sudah menyedihkan. Dia tak memiliki energi untuk bersimpati pada kisah yang lainnya.
Sampai depan halte, Marsha menghentikan mobilnya dan mempersilakan Darel keluar. Pria itu tersenyum lebar dan mengucap terima kasih.
Sepeninggal Marsha, Darel melihat mobil yang mirip dengan mobil Keilana tampak mengikutinya, dia menelengkan kepalanya pelan, lalu berasumsi bahwa itu hanya mobil yang sama dengan mobil atasannya.
***
Di apartmen Marsha, Keilana langsung mengempaskan bokongnya ke sofa.
“Kalau mau minum ambil sendiri di kulkas, aku mau mandi,” ucap Marsha.
“Yah jangan mandi,” ujar Keilana.
“Enggak mau ah lengket, kamu juga mandi aja nanti kusiapkan baju ganti.”
“Kamu punya baju laki-laki?” tanya Keilana.
“Aku punya kaos kebesaran satu, dan celana pendek, kurasa kamu bisa gunakan itu, aku enggak suka bau keringat laki-laki,” tukas Marsha acuh sambil meninggalkan Keilana. Padahal aroma keringat itu kan mengandung feromon yang bisa menarik gairah seksual pasangan, tentunya feromon yang tak tercampur bakteri ya, sehingga aromanya tidak bau.
Keilana tak mau berdebat, dia hanya ingin memberikan kesan baik pada Marsha saat ini. Dia membiarkan wanita itu mandi saja, dia menuju kulkas dan melihat minuman kemasan, di dalam kulkas Marsha terdapat banyak sekali makanan, namun makanan yang sehat seperti buah dan sayuran hijau yang sepertinya untuk dibuat jus. Minuman pun dia menyetok air dengan PH tinggi. Tampak sekali dia menjaga kesehatannya.
Saat Keilana menikmati minuman PH tinggi dan juga anggur hijau, Marsha pun keluar dari kamarnya hanya memakai kimono handuk.
“Baju ganti sudah ada di toilet, sikat giginya pakai yang baru warna hitam ya,” tukas Marsha kembali masuk ke dalam kamarnya. Keilana tersenyum singkat, dia akan mandi dengan cepat karena tak mau melewatkan moment penting yang sudah dinantinya ini.
Marsha masih menyisir rambutnya ketika Keilana sudah keluar dari toilet dengan baju yang dimilikinya, Keilana menatap celananya sendiri. Celana bahan, motif garis-garis berwarna biru muda.
“Sha, ini enggak kependekan?” ujar Keilana, Marsha menoleh dan memperhatikan Keilana, baju cukup pas dikenakannya namun celananya memang sangat pendek hingga Keilana menurunkan celana itu.
“Kan dipakai sebentar juga, nanti juga dilepas,” tukas Marsha seraya mengikat tinggi rambutnya, dia saja sengaja tak mengenakan baju di balik kimono handuk itu.
Keilana kemudian memandang ke sekitar kamar Marsha, kamar itu tampak rapih nyaris tak ada barang-barang yang tak penting. Warna putih yang mendominasi seolah menegaskan bahwa Marsha menyukai kebersihan.
“Kita di sini atau di luar?” tanya Keilana.
“Di sini saja,” jawab Marsha sambil bangkit dari duduknya, diletakkan sisir pada tempatnya di meja rias. Keilana duduk di ranjang sementara Marsha duduk bersandar dengan posisi setengah berbaring.
“Ayo,” ajak Marsha.
“Ayo apa?” gurau Keilana. Marsha mendengus.
“Ya sudah kalau enggak jadi,” ujarnya.
“Gemes banget ngambek terus,” ucap Keilana tersenyum lembut, dia duduk di samping Marsha dan menghirup aroma harum dari tubuh wanita itu, sepertinya Marsha mengenakan cologne. Lalu Keilana mengecup bibirnya.
Marsha membalas kecupannya hingga pria itu mengubah posisi berada di atas tubuh Marsha, dilepas tali kimononya dan dibuka lebar pakaiannya.
Dia menurunkan ciuman ke leher Marsha, kaki Marsha terbuka, dibuka oleh paha Keilana. Dia mengecupi setiap inci kulit Marsha hingga wanita itu melenguh karena kecupan Keilana yang lembut namun cukup menggairahkan.
Keilana tak mau melewatkan gunung kembar itu, dihisap keduanya bergantian. Marsha meremas rambut Keilana dengan mata terpejam, dia menggigit bibir bawahnya karena desakan hasratnya.
Ciuman Keilana terus turun, memandang milik Marsha yang tampak sangat indah di bawah sana, dibuka labianya, dia menghirum aroma yang menurutnya sangat harum dan menyenangkan itu lalu melesakkan lidahnya hingga membuat Marsha menggelinjang karena sengatan gairahnya yang tinggi!
***