Keesokan harinya, Zelaza, dengan jantung berdebar-debar yang terdengar oleh dirinya sendiri, berjalan menyusuri koridor panjang menuju ruang kerja ayahnya. Dia berusaha menutupi kegelisahan yang mulai menggerogotinya, tahu bahwa tak akan mudah berm. Di tangannya, dia membawa tablet berisi data-data yang dia kumpulkan semampu dia tentang perusahaan Donzello. Itu adalah senjatanya, tameng untuk meyakinkan sang ayah bahwa Donzello layak diberi kesempatan dan dibantu. Rudolfo Camorra sudah duduk di belakang meja kerjanya yang besar. Kacamatanya melorot di ujung hidungnya saat matanya yang tajam menyisir laporan keuangan di layar komputernya. Dia tidak mengangkat kepala ketika Zelaza masuk, hanya mengisyaratkan dengan tangan agar anak perempuannya duduk. "Pagi, Dad," sapa Zelaza, suar